Saturday, November 23, 2013

Kutipan Secangkir Puisi dalam Buku: Poet Cafe...

Poet cafe ~ Segentong Cinta Secangkir Puisi...
Penulis: Aen Trisnawati
Penerbit: Rumah Kreasi



Postingan kali ini akan mengutip puisi-puisi yang ada pada Buku Imut yang berjudul 'Poet Cafe'. Ada Berbalas puisi, dan ada juga puisi berbahasa Belanda. Menarik untuk dinikmati ;)


Secangkir Puisi


kubiarkan hatimu membunuhku dengan degupan yang teramat kencang
karena kerinduan menjadi usang pada malam-malamku
biar jiwa lalu bersama waktu
seperti seiris keju meleleh di atas kuku
dan cinta kunafikan pada baris-baris salju
membeku, menunggu maut...



selanjutnya dibalas dengan:

Perlahan aku paham kenapa kau tak lekang dalam ingatan
Karena kau begitu mawar pada lipatan kenanganku
bersama riuh kesunyian, kukenangkan bola matamu

Aku pun menulis rindu di atas gemuruh
menitipkannya pada buih
berharap kan sampai di pantai seberang
mungkin di sana kau menunggu
terdampar dan tak tahu jalan pulang

Genggamlah kerinduanku
Ia akan mengantarmu pada arah rumah
di mana kehangatan kan menyelimuti kepercayaan
kemudian, lupakan silsilah duka dan sejarah luka
sejenak ia mampir agar kita tak mati karena bosan
begitulah rumusan bahagia para pujangga...




Kerlap-kerlip di Perjuangan



waktu akan terasa lambat bagi mereka yang menunggu
terlalu panjang bagi yang gelisah
dan terlalu pendek bagi yang bahagia
namun waktu adalah kebahagiaan
bagi mereka yang mampu bersyukur


*Bait Puisi ini pembuka Bab 9, lalu mari beralih ke bait puisi berikut ini:

banyak hal telah dilakukan waktu
namun pelan-pelan akan kukemasi kerinduan ini hingga menjelma gerimis
meski kutahu tangisku tak sebening hujan
tapi rinduku akan kubawa hingga ke tanah basah...



Berikutnya Puisi berbahasa Belanda (buat readers yg penasaran, artiin sendiri pake google translate ya, hehehe :D)

Ik haat je niet. Lief heb ik je en gedood,
Zoals men vaker doet om te overleven
Je weet dat ik geen keuze had: 't was jij,
Of ik nu wilde of niet. Je had gezondigd.
Het was een vreemd soort sterven, vind je niet?



Kemudian Puisi tentang senja dan kopi

Ingatkah kau pada senja di kedai kopi?
kita berbincang tentang musim semakin dingin
tentang puisi absurd di dinding museum
tentang tugas yang menumpuk
tentang kerinduan
tentang kita

namun,
sekalipun kita terikat
seperti kopi dan cangkirnya
jika kau bukan untukku, maka berlalulah

kita serupa matahari dan rembulan
selalu berkejaran tanpa bisa bertemu
serupa siang dan malam
saling melengkapi, namun tak bersahabat

kau dan aku
adalah episode tak terdefinisikan



Puisi Penyair Belanda (Rudi Kousbroek) yang sedikit dimodif dalam Bab: Tersenyumlah maka kau Ada

Ik weet wel je nog niet slaapt,
Maat ligt te luisteren.
Het is niet de wind, die je om de bomen hoort ruisen,
Maar je naam.
Het zijn niet de regendruppels die jo hoort vallen,
Maar het verlangen.
Het zijn niet de schelpen die heen en weer rollen op de vloedlijn,
Maar de herinneringen.
Zullen we altijd bij elkaar zijn
Alles is al eens eerder gebeurd



yang ini dibantu translate deh:

aku tahu bahwa kamu belum tidur,
tetapi terbaring mendengar.
Bukan angin, yang kamu dengar berdesir di sekeliling pohon-pohon,
tetapi namamu,
bukan tetes-tetes hujan yang kamu dengar jatuh,
tetapi kedambaan.
Bukan kerang-kerang yang berguling bolak-balik di garis tinggi air pasang.
tetapi kenang-kenangan.
kita selalu akan bersama-sama.
semua pernah terjadi dahulu kala....



Nah, gimana readers, seru kan puisinya???? ^^







No comments:

Post a Comment