Thursday, April 1, 2010

Malin Kundang & Rancak di Labuah...


Cerita Malin Kundang dan Rancak di Labuah, adalah legenda rakyat Minangkabau yang sangat populer dan digemari. Cerita Malin Kundang membuka wawasan kita tentang kehidupan nelayan kecil yang menjadi latar awal cerita. Bagaimana kehidupan sosial, keagamaan, dan bagaimana Si Malin Kundang menempuh pendidikan dasar. Yang menarik juga dalam cerita Malin Kundang digambarkan secara rinci tentang dunia perdagangan antar pulau dengan sarana transportasi kapal laut dan bagaimana strategi memasarkan produk-produk hasil bumi di berbagai kota nusantara pada waktu itu. Dan pelajaran moral utama tentu saja adalah betapa buruknya balasan yang akan diterima seorang anak yang durhaka kepada orang tua terutama kepada ibu.

Dalam cerita kedua, Rancak di Labuah, isinya banyak mengandung nasehat, petunjuk, dan pendidikan terutama untuk anak-anak muda. Dapat dikatakan bahwa cerita ini sebenarnya adalah petunjuk tentang aturan adat-istiadat Minangkabau yang dijalin dalam suatu cerita. Jika diperhatikan adat istiadat terdebut, subhanallah sungguh mengagumkan, hampir semua liku-liku kehidupan ada aturannya, ada adatnya seharusnya dipedomani.

Dalam dua cerita legenda ini sungguh terdapat mutiara-mutiara berharga yang akan diperoleh pembaca. Tiada lain mutiara-mutiara itu adalah pelajaran tinggi tentang moral, tradisi luhur, dan praktek keagamaan yang sinergis dengan adat-istiadat. Sepertinya buku ini sangat baik dibaca para generasi muda di tengah menjamurnya fiksi-fiksi bernuansa percintaan.

Pantun (Minang) Budi Pekerti...


Kuaik rumah karano sandi
Rusak sandi rumah binaso
Kuaik bangso karano budi
Rusak budi hancualah bangso


Nan Kuriak iyolah kundi
Nan sirah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi
Nan indah iyolah baso


Anak ikan dimakan ikan
Ikan tanggiri di dalam lauik
Sanak bukan famili bukan
Karano budi basangkuik pauik


Tabek ikan panuah dek ikan
Gadang di tabek ikan gurami
Ameh bukan pangkek pun bukan
Budi sabuah nan dicari


Anak nalayan mambaok pangkua
Ditanam ubi di tanah darek
Baban sakoyan dapek dipikua
Budi saketek taraso barek.


Ka puncak barangin rangin
Babelok jalan ka kida
Dilagak urang tak ingin
Budi baiak nan dikaja


Pisang ameh baok balaie
Masak sabuah di dalam peti
Hutang ameh dapek dibaie
Hutang budi dibaok mati


Hiduik batungkek budi
Mati bakalang tanah
Jikok pandai bamain budi
Dalam aie badan tak basah


Ombak baralun manuju pantai
Riak marayok manuju tapi
Indak guno jadi rang pandai
Kalau hiduik indak babudi


Dek ribuik rabahlah padi
Dicupak Datuak Tumangguang
Kalau hiduik indak babudi
Duduak tagak kamari cangguang


Pucuak pauah sadang tajelo
panjuluak buah galundi
Nak jauah silang sangketo
paaluih baso tingkekkan budi


Ngalau dibaliak tapian mandi
Padang kandih pandan tajelo
Kalau tak baiak bamain budi
Ameh habih badan binaso



Sumber: Buku 'Keajaiban Pantun Minang'

Konsultasi Keuangan: Mengalihkan Dana Pendidikan Anak ke Bank Syariah

Narasumber: Laily Dwi Arsyianti (Memperoleh gelar Master di bidang Islamic Banking and Finance dari International Islamic University Malaysia)


Tanya: Assalaamu'alaykum,,,Sudah hampir setahun ini saya membuka tabungan pendidikan untuk dua buah hati saya di bank konvensional. Awalnya saya ingin menabung di bank syariah, tapi sayangnya tempat tinggal saya (Pulau Bacan, Maluku Utara) bank syariah yang ada di sini belum memiliki program tersebut. Akhirnya terpaksa saya ke bank konvensional, InsyaALLAH saya dan suami tidak mengaharapkan riba. Kami cuma 'menitip' uang yang tidak mungkin disimpan di rumah. Saya mengambil jangka waktu 14 tahun (baru boleh diambil). Katanya di antara waktu itu dana tidak boleh kita tarik. Bagaimana solusinya bila terlanjur seperti itu mbak Laily? Terima Kasih. (Nurfauziah Yunus)

Jawab: Wa'alaykum salam wa rahmatullahi wa barakatuh. Mbak Nurfauziah yang shalihah, semoga mbak dan keluarga selalu dalam rahmat dan limpahan karunia-Nya. Alhamdulillah saya senang membaca bahwa mbak telah mengambil perhatian terhadap ekonomi Islam. Mbak juga telah berusaha untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Ada dua hal yang ingin saya bahas;

Pertama, pemilihan produk perbankan syariah. Alhamdulillah di daerah tempat tinggal mbak nurfauziah ternyata terdapat bank syariah. Memang telah diakui bahwa bank syariah masih belum bisa mencapai pelayanan seperti apa yang ditawarkan oleh bank konvensional. Sebagai calon nasabah, tentu kita memiliki keinginan-keinginan tersendiri dalam mengelola keuangan kita. Sehingga, untuk memenuhi keinginan tersebut kita pun cenderung selektif dalam pemilihan produk keuangan yang ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan.

Tentu saja sebagai muslim, dalam kehidupan bermuamalah yaitu bagaimana kita berhubungan dengan sesama (dalam hal ekonomi, politik, sosial, dan budaya), kita dibebaskan melakukan berbagai aktivitas selama tidak dilarang oleh syariah. Mungkin mbak pun telah mengetahui bahwa bank syariah juga menawarkan produk simpanan dengan akad wadiah (titipan) atau mudarabah (kerjasama dalam usaha dengan hasil yang dibagi sesuai dengan kesepakatan rasio di awal) yang InsyaALLAH tidak ada larangan untuk terlibat di dalamnya.

Meninjau produk perbankan syariah yang masih tebatas dan keinginan mbak Nurfauziah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kedua buah hati, ada beberapa saran yang bisa saya share:


1. Jika dananya belum mencukupi pada saat ini (masih perlu mencicil sedikit demi sedikit untuk mencapai dana pendidikan yang diinginkan), mbak Nurfauziah bisa mengambil produk simpanan mudarabah (tabungan) tanpa disertai fasilitas ATM. Situasi ini dipakai untuk mempersempit keinginan mengganggu gugat tabungan tersebut setiap saat. Secara reguler mbak Nurfauziah perlu menyisihkan uang sejumlah tertentu ke dalam tabungan tersebut. Misalnya Rp.25000 setiap minggu. Kunci dari melakukan ini adalah disiplin dan istiqomah. InsyaALLAH jika dilakukan, bisa menjadi alternatif produk tabungan pendidikan yang ditawarkan oleh bank konvensional yang telah jelas hukum dari bunga yang dihasilkan adalah haram.

Namun, jika dananya telah mencukupi pada saat ini, mbak nurfauziah bisa mengambil produk deposito mudarabah. Deposito mudarabah ini telah otomatis tidak ber-ATM dan dananya tidak boleh ditarik untuk jangka waktu tertentu (biasanya 1, 3, 6, atau 12 bulan), jika pun bisa ditarik maka dikenakan biaya penalty uang sejumlah tertentu. Bisa saja setiap bulan dananya ingin ditambah dengan mengikuti deposito mudarabah yang satu bulan misalnya, mungkin hanya dikenai biaya materai Rp.6000,00 setiap kali penerbitan sertifikat deposito mudarabah (dalam hal ini setiap bulan). Akan tetapi jika tidak ingin repot setiap bulannya, maka bisa saja mbak nurfauziah mengambil produk deposito mudarabah yang 12 bulan sehingga deposito hanya ter-update setiap tahunnya. Jika dilihat dari tujuan penanaman dana tersebut, yaitu untuk pendidikan anak, maka deposito 12 bulan lebih tepat.


2.Carilah produk asuransi syariah (Istilah dalam Islamic Finance: takaful) yang menawarkan skema seperti tabungan pendidikan.

InsyaALLAH kedua saran di atas mudah diterapkan dan lebih memenuhi syarat syariah Islam.


Kedua, jika telah terlanjur mengikuti produk konvensional yang berbunga, maka ada beberapa hal yang perlu dicermati.

1. Menarik dana seawal mungkin, karena saya yakin bukannya dana tidak boleh ditarik, melainkan diberlakukan penalty uang sejumlah tertentu jika memang ingin ditarik di antara periode tersebut.

2. Jika hal tersebut dirasa berat, maka hal yang perlu dilakukan ketika masa penarikan dana telah sampai adalah:

-Tarik semua dana pendidikan, jangan disisakan bunganya, karena ia akan memperbesar bank konvensional bersangkutan, meski sedikit namun jumlahnya sangat berarti jika dikumpulkan dari beberapa orang. Mulailah dari diri sendiri, karena jika setiap orang memikirkan hal yang sama, maka bank konvensional akan semakin besar.

-Sisihkan bunga dari dana asal yang benar-benar ditanam oleh mbak nurfauziah.

-Gunakan dana asal tersebut untuk kepentingan yang halal dan baik, dan alihkan bunga yang diperoleh untuk kepentingan yang kotor-kotor, misalnya untuk WC Umum, jalanan (yang bisa diinjak-injak), tong sampah umum, dan sejenisnya. (fatwa Yusuf Qardawi)


Wallahu a'lam bish showwab....


Taken From: Majalah Alia Edisi Maret 2010

'Letakkan gelasnya!'

Seorang guru memulai kelasnya sambil memegang segelas air. "Menurut kalian, barapa berat gelas ini?"

"Lima puluh gram? Seratus gram? Para siswa menebak.

"Saya tidak tahu berapa berat gelas ini, kecuali kalau saya benar-benar menimbangnya", kata sang guru. "Tapi pertanyaan sesungguhnya adalah, 'Apa yang akan terjadi jika saya mengangkatnya seperti ini selama beberapa menit?

"Ya tidak terjadi apa-apa laaah!"

"Apa yang akan terjadi jika saya mengangkatnya seperti ini selama satu jam?"

"Pegal pak!"

"Benar. Bagaimana jika saya memegangnya seharian ini?"

"Lengan bapak pasti akan mati rasa. Bapak pasti akan stres berat dan mengalami kelumpuhan otot, lalu harus pergi ke rumah sakit pastinya," jawab siswa lain memberanikan diri, sambil setengah tertawa.

"Bagus. Tapi selama itu terjadi, akankah berat gelas mengalami perubahan?"

"Tidak".

"Lalu apa yang akan menyebabkan lengan ini sakit dan ototku kram?"

Para siswa terdiam. Bingung.

"Bapak harus meletakkan gelas itu". seorang siswa mencoba-coba.

"Tepat! Masalah dalam hidup kita ya seperti itu juga. Coba simpan selama beberapa menit saja di kepala kalian, maka tidak terjadi apa-apa. Tapi coba kalian simpan untuk waktu lama, maka kalian akan mulai sakit kepala. Simpan lebih lama lagi, maka kalian bisa jadi akan lumpuh".

Masalah hidup adalah ujian dari ALLAH dan tidak ada kemudahan serta kekuatan untuk menyelesaikannya selain dari ALLAH saja. Kalau kita mengira bahwa kita bisa menyelesaikan semua tantangan dengan kemampuan otak kita sendiri, maka kita akan "lumpuh". Na'udzubillah...



Taken From: Majalah Alia dengan penulis Anonim.

Sebuah Kewajiban dan Dua Orang Jujur...

Oleh: Shahih Bukhari

Abu Hurairah R.'A. meriwayatkan dari Rasulullah S'AW kisah tentang seorang pemuda Bani Isroil yang membutuhkan pinjaman 1000 Dinar. Yang meminjamkan uang memintanya membawa seorang saksi, tetapi si pemuda berkata, "Cukuplah ALLAH sebagai saksi." Si pemilik uang memintanya lagi untuk memberikan jaminan tetapi si pemuda itu kembali menegaskan, "Cukuplah ALLAH sebagai jaminan." Si pemberi pinjaman setuju, "Kau benar," dan meminjamkan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Si pemuda bekerja di seberang lautan sampai tiba waktunya untuk mengembalikan uang itu, namun dia tak dapat menemukan sebuah pun perahu untuk membawanya kembali ke tempat asalnya. Jadi ia mengambil sepotong kayu, melubanginya, dan memasukkan seribu dinar ke dalamnya serta sepucuk surat kepada pemberi pinjaman dan menutup lubang tersebut erat-erat.

Diletakkannya sepotong kayu itu ke laut, dan dia berkata, "Ya ALLAH, Kau tahu betul bahwa hamba meminjam 1000 Dinar. Si Pemilik uang meminta jaminan dariku, tetapi aku mengatakan kepadanya bahwa jaminan ALLAH sudah cukup, dan ia menerima jaminan-Mu. Ia kemudian meminta saksi dan aku mengatakan kepadanya bahwa ALLAH sudah cukup sebagai saksi. Engkau Tahu, aku telah mencoba banyak cara untuk menemukan kendaraan untuk dapat membayar kembali uang ini, tapi aku tak berhasil. Jadi, aku serahkan saja uang ini melalui-Mu."

Kayu pun hanyut terbawa air sampai jauh. Si pemuda kembali berusaha mencari kendaraan untuk membawanya ke tempat si pemberi pinjaman.

Suatu hari, si pemilik uang keluar dari rumahnya untuk melihat apakah datang kapal yang membawa si pemuda dan uangnya itu. Yang dilihatnya adalah sepotong kayu yang lalu dibawanya pulang untuk dijadikan kayu bakar. Ketika ia menggergaji kayu tersebut, ia menemukan uang dan sepucuk surat di dalamnya.

Tak lama setelah itu, si pemuda datang dengan seribu dinar di tangannya dan berkata, "Demi ALLAH, sesungguhnya aku telah berusaha untuk mendapatkan perahu untuk mengembalikan uang anda (tepat pada waktunya) namun aku tak berhasil."

Si pemberi pnjaman berkata, "ALLAH telah menyampaikan uang yang engkau kirimkan dalam sepotong kayu atas namamu. Jadi, simpanlah seribu dinar yang ada di tanganmu itu."

Jika Salah, Jangan harap anak shalih ...

Anak adalah investasi orangtua dunia dan akhirat. Kenali kesalahan-kesalahan orangtua dalam mendidik anak yang berakibat anak tidak shalih.


LIMA KESALAHAN

KH. Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya 'Pendidikan Anak dalam Islam', mengingatkan bahwa generasi Islam akan rusak bila dalam pendidikan orangtuanya melakukan beberapa hal di bawah ini:


1. Sekolah Asing. Kesalahan pertama orangtua adalah menyerahkan anaknya kepada sekolah-sekolah asing, atau sekolah-sekolah missionaris. Tidak syak lagi anak-anak akan tumbuh besar atas dasar-dasar kesesatan. Akhirnya melekat dalam hatinya kebencian terhadap Islam, melakukan permusuhan terhadap agamanya.

2. Jahat. Kesalahan berikut adalah menyerahkan pimpinan anaknya kepada guru-guru mulhid, dan pendidik-pendidik yang jahat, menyematkan prinsip-prinsip kufur dan sesat dalam jiwanya. Akhirnya, anak-anak besar dalam pendidikan ilhad dan petunjuk yang sangat membahayakan, serta akan menjauhkan mereka dari Islam.

3. Bacaan. Kesalahan lain adalah membiarkan anaknya membaca buku apa saja karya orang mulhid dan matrealistis. Ia membiarkan anaknya membaca bacaan yang menikam agamanya sendiri, agitasi yang dilakukan oleh para missionaris dan penjajah. Akibatnya, anak menjadi ragu-ragu terhadap aqidah dan agamanya. Tidak mustahil, kelak ia akan menjadi musuh yang menentang Islam.

4. Pergaulan. Membebaskan anak berbuat sesuka hati dan membiarkan dia bergaul dengan orang-orang yang sesat, dan percaya kepada segala nilai-nilai kesesatan, kesalahan ini sangat fatal. Akibatnya, anak akan mencaci segala nilai-nilai agama dan akhlak yang diajarkan Islam.

5. Kufur. Kesalahan orang tua pula membuka jala bagi anaknya memilih komunitas yang sesat dan kufur. Akibatnya, anak akan terdidik dengan kepercayaan-kepercayaan yang sesat dan kufur, pada akhirnya akan menjadi musuh yang hebat bagi Islam.



SEGEROBAK KESALAHAN

Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dalam kitabnya At-Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al-Mazhahir Subulul Wiqayati wal Ilaj, mengemukakan beberapa kesalahan orangtua dalam mendidik anak.

Pertama,,,menumbuhkan rasa takut dan minder pada anak. Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin, dll. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut. Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya, menjadi takut ke kamar mandi sendiri dan takut tidur sendiri. Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajah, tangan, atau lututnya. Padahal, semestinya kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut.

Kedua, mendidiknya jadi sombong, panjang lidah, congkak, dan menganggapnya sebagai sikap pemberani. Kesalahan ini merupakan kebalikan kesalahan pertama. Padahal, berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak. Sikap berani harus dibangun secara tepat, sehingga keberanian anak tidak meluruhkan rasa takut yang benar, misalnya takut berbohong karena ALLAH, atau takut berbohong karena ALLAH, atau takut pada binatang buas yang memang dapat membahayakan.

Ketiga, membiasakan anak bergaya hidup mewah. Kebiasaan ini membuat anak tumbuh menjadi generasi hedonis dan asosial. Anak semestinya diajari zuhud.

Keempat,,,,selalu memenuhi permintaan anak.

Kelima,,,terlalu keras dan kaku dalam mendidik anak.

Keenam, terlalu pelit terhadap anak.

Ketujuh,,,kurang mengasihi dan menyayangi.

Kedelapan, hanya memperhatikan kebutuhan jasmaninya. Banyak orang tua mengira, mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya dengan memenuhi hajat hidup dunianya. Sementara itu, anak merasa kehilangan orang tua dalam keseharian mereka. Bapak-ibu baru sadar ketika si anak memiliki orang tua tandingan, yakni televisi, pembantu, anak-anak jalanan, dan sebagainya.


Sumber: Majalah Alia Edisi Maret 2010

ISTIHADHAH

Dulu, pas masih kuliah S1 di Unpad Jatinangor, ada seorang teman yang menderita istihadhah. Beberapa waktu yg lalu baca buku tentang fiqh wanita, jadi ada ide buat posting tentang istihadhah di blog bulan ini. Semoga bermanfaat baik buat pembaca yang mustahadhah atau pun yang bukan mustahadhah.

Istihadhah ialah darah yang keluar dari bagian bawah rahim pada selain waktu haid dan nifas.

Jadi darah yang keluar melebihi masa haid atau nifas terpanjang, atau kurang dari masa haid atau nifas terpendek, itulah darah istihadhah. Dan juga darah yang keluar dari perempuan sebelum mencapai umur dewasa (9 tahun).

Penderita istihadhah (mustahadhah) adalah termasuk mereka yang kena udzur, seperti penderita mimisan, beser, dll.


MACAM-MACAM DARAH ISTIHADHAH

Darah istihadhah ada 6 macam:

1. Darah yang keluar kurang dari ukuran masa haid yang terpendek.
2. Yang keluar melebihi masa haid terpanjang.
3. Yang kurang dari ukuran masa nifas terpendek.
4. Yang melebihi ukuran masa nifas terpanjang.
5. Yang melebihi kebiasaan haid dan nifas yang sudah-sudah, yakni melebihi kebiasaan keduanya yang terpanjang; yang kalau tidak terjadi demikian maka disebut haid atau nifas.
6. Menurut Ahmad dan para Ulama Hanafi, termasuk juga darah yang keluar dari wanita hamil karena tersumbatnya mulut rahim; yang InsyaALLAH nanti akan diterangkan lebih lanjut.


HUKUM DARAH ISTIHADHAH

Istihadhah adalah peristiwa yang tidak menentu kesudahannya. Oleh karena itu bukan merupakan penghalang (mani') bagi sholat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang tak boleh dilaksanakan ketika haid dan nifas. Dalilnya:

"Dari Aisyah R.'A. dia berkata: "Fatimah binti Abi Hubaisy pernah datang kepada Rasulullah S'AW, lalu bertanya: "Sesungguhnya saya ini menderita istihadhah hingga aku tak kunjung bersih, haruskah aku meninggalkan sholat?" Maka sabda Rasul kepadanya: "Jangan! Tinggalkanlah sholat hanya pada hari-hari (yang biasanya) kamu haid saja. Kemudian mandilah dan berwudhu' tiap kali hendak sholat. Kemudian tetaplah sholat, sekalipun darah menetes pada tikar." (H.R. At Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Menurut Asy-Syaukani, hadits di atas hanya menunjukkan wudhu' untuk setiap sholat, sedang mandi hanya wajib dilakukan satu kali saja ketika habisnya masa haid, sekalipun darah masih mengalir.



MENYETUBUHI WANITA MUSTAHADHAH

Sabda Rasulullah S'AW:

"Dari Ikrimah R'A ia berkata: "Ummu Habibah menderita istihadhah, sedang suaminya tetap menyetubuhinya." (HR. Abu Daud)

Hadits menunjukkan tentang bolehnya bersetubuh dengan wanita mustahadhah, sekalipun darah masih mengalir. Demikian pendapat jumhur, yang diriwayatkan pula oleh Ibn Al-Mundzir dari Ibnu Abbas, Ibn Al-Musayyib, Hasan Al-Bashri, 'Atha, Sa'id bin Jabir, dll.

Akan tetapi, ada juga yang mengharamkan perbuatan tersebut, berdasarkan riwayat Al-Khallal dengan sanad sampai ke 'Aisyah R'A, kata beliau:

"Wanita mustahadhah tidak boleh disetubuhi suaminya."

Mereka memandang, karena dalam darah istihadhah itu terdapat penyakit, maka haram pula menyetubuhi wanita mustahadhah seperti halnya wanita haid. Bukankah larangan ALLAH terhadap persetubuhan di waktu haid itu dikarenakan darah haid memuat penyakit? sedang penyakit itu terdapat pula dalam darah istihadhah. Maka dapat ditetapkan, wanita mustahadhah pun haram disetubuhi.

Hanya menurut yang zhahir (tersurat) dari hadits di atas, memang tak ada halangan untuk menyetubuhi wanita mustahadhah. Namun, menghindarinya tentu lebih utama, sampai terhenti istihadhahnya.



KEADAAN WANITA MUSTAHADHAH

Penderita istihadhah dapat kita golongkan ke dalam empat keadaan:

1. Mubtadi'ah Mumayyizah, baru mengalami mengeluarkan darah, tapi sudah pandai membedakan jenis darah. Sehingga ia tahu hari ini ia mengeluarkan darah kuat, dan hari yang lain darah lemah. Dalam keadaan demikian, darah yang lemah itulah darah istihadhah, sedang yang kuat itu darah haid, asal keluarnya tidak kurang dari masa haid terpendek dan tidak melebihi masa haid terpanjang.

2. Mubtadi'ah Ghairu Mumayyizah, wanita yang menganggap sama darah yang keluar dari rahimnya, tanpa dapat membeda-bedakan. Dalam keadaan demikian, haid wanita ini dianggap hanya sehari semalam, sedang sisa bulan itu (29 hari) adalah suci.

3. Mu'tadah Mumayyizah, pernah mengalami haid sebelumnya, lalu suci, dan dia tahu persis kadar haid yang keluar dan berapa hari dia suci. Dalam keadaan demikian, hendaknya ia berpegang pada ukuran dan waktu haid yang baru saja ia alami. Dengan catatan bahwa pengalaman haid sekalipun baru sekali, sudah bisa dianggap adat (kebiasaan yang dijadikan pedoman).

4. Mu'tadah Ghairu Mumayyizah, pernah mengalami haid tetapi tak mampu membedakan, bahkan pada saat keluar darah kali ini pun ia menganggap sama, tak ada perbedaan di antara darah-darah yang keluar tiada hentinya itu. Ia tak mengerti mana darah haid dan mana yang istihadhah. Bagi dia, hendaklah berpegang pada pengalamannya yang telah lalu. Karena menurut riwayat Ummu Salamah: "Bahwa seorang perempuan mengeluarkan darah begitu deras pada masa Rasulullah S'AW. Maka saya tanyakan hal itu kepada Rasulullah S'AW yang beliau jawab: "Wanita itu hendaklah mengingat-ingat berapa malam dan hari haid yang pernah dia alami pada bulan lalu sebelum dia menderita istihadhah. Maka tinggalkanlah olehnya sholat sepanjang hari-hari itu tiap bulan." (HR. Malik, An-Nasa'i, Abu Daud, dan Al-Baihaqi, dan oleh At-Tirmidzi, dinilai hasan.)



Wallahu a'lam bish showwab...

IBROH SIROH NABAWIYAH (Part 1)

Oleh: Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, ‘amboi, jika batu bata ini diletakkan?’ Akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hubungan antara dakwah Nabi Muhammad SAW dan dakwah Nabi terdahulu berjalan di atas prinsip ta’kid (penegasan) dan tatmim (penyempurnaan).

Semua Nabi diutus dengan membawa Islam yang merupakan agama di sisi 4wl.

“Dan berjihadlah pada jalan 4wl dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama (millah) orang tuamu Ibrahim. Dia (4wl) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu…” (al-Hajj [22]:78).

“Katakanlah, ‘Benar (apa yang difirmankan) 4wl. ’Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus (hanif), dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (Ali Imran [3]:95)

Di antara konsekuensi mencintai Rasulullah SAW ialah mencintai kaum dan kabilah di mana Rasulullah SAW lahir.

Hikmah 4wl telah menghendaki agar musuh-musuh Islam tidak menemukan jalan kepada keraguan sehingga Rasul-Nya tumbuh dan berkembang jauh dari tarbiyah (asuhan) ibu, bapak, dan kakeknya.

Kehadiran dan keberadaan Rasulullah menjadi sebab utama bagi datangnya keberkahan. Ini karena Rasulullah SAW merupakan rahmat bagi manusia, sebagaimana ditegaskan 4wl dalam firman-Nya, ”Dan Kami tidak mengutus kamu kecuali sebagai rahmat bagi segenap alam.

Peristiwa pembelahan dada yang dialami oleh Rasulullah SAW ketika berada di pedalaman Bani Sa’ad dianggap sebagai salah satu pertanda kenabian dan isyarat pemilihan 4wl kepadanya untuk suatu perkara besar dan mulia.

Hadits Bahira tentang Rasulullah SAW yakni hadits yang diriwayatkan oleh jumhur ulama sirah dan para perawinya dan dikeluarkan oleh Tirmidzi secara panjang lebar dari hadits Abu Musa al-Asy’ari menunjukkan bahwa para ahli kitab dari yahudi dan nasrani memiliki pengetahuan tentang bi’tsah Nabi dengan mengetahui tanda-tandanya. Ini mereka ketahui dari berita kenabiannya serta penjelasan tentang tanda-tanda dan sifat-sifatnya yang terdapat di dalam Taurat dan Injil. Dalil tentang ini banyak sekali.

Ka’bah:
1.Urgensi, kemuliaan, dan kekudusan Ka’bah yang telah ditetapkan 4wl.
2.Penjelasan menyangkut beberapa peristiwa perusakan dan pembangunan Ka’bah.
3.Kebijaksanaan Nabi SAW dalam menyelesaikan masalah dan mencegah terjadinya permusuhan.
4.Ketinggian kedudukan Nabi SAW di kalangan tokoh Quraisy dari berbagai tingkatan dan kelas.

’Uzlah yang dilakukan Rasulullah SAW menjelang bi’tsah (pengangkatan sebagai Rasul) menjelaskan bahwa seorang Muslim tidak akan sempurna keislamannya-betapapun ia memiliki akhlak-akhlak yang mulia dan melaksanakan segala macam ibadah-sebelum menyempurnakannya dengan waktu-waktu ’uzlah dan khalwah (menyendiri) untuk ”mengadili diri sendiri” (muhasabatun nafsi). Merasakan pengawasan 4wl dan merenungkan fenomena-fenomena alam semesta yang menjadi bukti keagungan 4wl. Jika seorang muslim telah melakukannya dan siap untuk melaksanakan tugas ini, akan tumbuh di dalam hatinya mahabbah Ilahiyah yang akan membuat segala yang besar menjadi kecil, melecehkan segala bentuk tawaran duniawi, memandang enteng segala gangguan dan siksaan, mampu mengatasi setiap penghinaan dan pelecehan. Itulah bekal yang harus dipersiapkan oleh para penyeru kepada 4wl. Karena bekal itulah yang dipersiapkan 4wl kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, untuk mengemban tugas-tugas dakwah Islamiyah.

Mencari aneka sarana untuk mewujudkan dorongan-dorongan spiritual dalam hati merupakan suatu keharusan. Jumhur ulama menyebutnya tasawuf atau sebagian yang lain seperti Ibnu Taimiyah menyebutnya ilmu suluk.

Maksud khalwah di sini ialah sebagai obat, hal ini tidak boleh dilakukan kecuali dengan kadar tertentu dan sesuai keperluan.

Hadits mengenai permulaan wahyu merupakan asas yang menentukan semua hakikat agama dengan segala keyakinan dan syariatnya. Memahami dan meyakini kebenarannya merupakan persyaratan mutlak untuk meyakini semua berita ghaib dan masalah syariat yang dibawa Nabi SAW. Sebab, hakikat wahyu ini merupakan satu-satunya faktor pembeda antara manusia yang berpikir dan membuat syariat dengan akalnya sendiri dan manusia yang hanya menyampaikan (syariat) dari Rabbnya tanpa mengubah, mengurangi, atau menambah.

Beberapa Tahapan Dakwah Islamiyah dalam Kehidupan Rasulullah SAW
1.Tahapan pertama: Dakwah secara rahasia selama tiga tahun.
2.Tahapan kedua: Dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang, berlangsung sampai hijrah.
3.Tahapan ketiga: Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang dan memulai peperangan atau kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai tahun Perdamaian Hudaibiyah.
4.Tahapan keempat: Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau menghalangi orang yang masuk Islam-setelah masa dakwah dan pemberitahuan-dari kaum musyrik, antiagama, atau penyembah berhala. Pada tahapan inilah syariat Islam dan hukum jihad dalam Islam mencapai kemapanannya.

Islam sama sekali tidak mengandung unsur tradisi, baik yang berkaitan dengan aqidah, hukum, maupun sistem, karena aqidah didasarkan pada landasan akal & logika. Demikian pula hukum, ia didasarkan pada landasan akal dan logika. Demikian pula hukum, ia didasarkan pada kemaslahatan duniawi dan ukhrawi. Kemaslahatan ini tidak dapat diketahui kecuali melalui pemikiran dan perenungan walaupun oleh sebagian akal manusia tidak dapat diketahui karena sebab-sebab tertentu. Karena itu, jelaslah kesalahan orang-orang yang mengistilahkan peribadatan, hukum-hukum syariat, dan akhlak Islam dengan tradisi Islam.

Sesungguhnya tidak ada tradisi dalam Islam. Islam adalah agama yang datang untuk membebaskan akal manusia dari segala ikatan tradisi, sebagaimana kita lihat pada langkah-langkah awal dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Sesungguhnya, semua sistem dan perundang-undangan yang dibawa oleh Islam merupakan prinsip. Prinsip adalah sesuatu yang tegak di atas landasan pemikiran dan akal, dan bertujuan mencapai tujuan tertentu. Prinsip Islam tidak pernah sama sekali menyalahi kebenaran karena yang menyariatkannya adalah Pencipta akal dan pemikiran (4wl SWT). Ini saja sudah cukup menjadi dalil ’aqli untuk menerima dan meyakini kebenaran prinsip-prinsip Islam.

Sesungguhnya, sifat pertama bagi manusia di dunia ini ialah bahwa dia itu mukallaf, yakni dituntut oleh 4wl untuk menanggung beban (taklif). Melaksanakan perintah dakwah Islam dan berjihad menegakkan kalimat 4wl merupakan taklif yang terpenting. Taklif merupakan konsekuensi terpenting dari ’ubudiyah kepada 4wl. ’ubudiyah manusia kepada 4wl merupakan salah satu dari konsekuensi uluhiyah-Nya. Taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan melawan hawa nafsu dan syahwat.

Kewajiban hamba 4wl di dunia ini ialah berpegang teguh pada Islam dan membangun masyarakat Islam yang benar. Serta menempuh segala kesulitan dan menghadapi segala resiko dengan mengorbankan nyawa dan harta demi mewujudkan kewajiban tersebut.

4wl Mewajibkan kita mempercayai tujuan dan sasaran, di samping mewajibkan kita menempuh jalan yang sulit dan panjang untuk mencapai tujuan tersebut, betapapun bahaya yang harus kita hadapi.

”Sesungguhnya, 4wl telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan 4wl, lalu mereka membunuh atau terbunuh.” (at-Taubah [9]: 111).

Dakwah Nabi SAW bersih dari segala kepentingan dan tujuan pribadi yang biasanya menjadi motivasi para penyeru ideologi baru serta penganjur pembaruan dan revolusi.

Sesungguhnya syariat Islam telah menentukan sarana kepada kita sebagaimana telah menentukan tujuan. Kemuliaan dan kejujuran, baik menyangkut sarana maupun tujuan, adalah landasan utama falsafah agama ini (Islam). Tujuan harus sepenuhnya didasarkan pada kejujuran, kemuliaan, dan kebenaran. Demikian pula sarana harus didasarkan kepada prinsip kejujuran, kebenaran, dan kemuliaan.

Hikmah ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Di sinilah perbedaan antara hikmah dan tipu daya, antara hikmah dan menyerah.

Tidak seorang pun dibenarkan untuk mengubah, melanggar, dan meremehkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam dengan dalih kebijaksanaan dalam berdakwah. Hal ini karena suatu kebijaksanaan tidak bisa disebut bijaksana jika tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan syariat dan prinsip-prinsipnya.

Firman 4wl dalam al Quran surat al-Qashash [28]: 5):
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).

Beberapa ibroh yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah ke Habasyah:
1.Berpegang teguh dengan agama dan menegakkan sendi-sendinya merupakan landasan dan sumber bagi setiap kekuatan. Juga merupakan pagar untuk melindungi setiap hak, baik berupa harta, tanah, kebebasan, maupun kehormatan. Karena itu, para penyeru kepada Islam dan mujahidin di jalan 4wl wajib mempersiapkan diri secara maksimal untuk melindungi agama dan prinsip-prinsipnya serta menjadikan negeri, tanah air, harta kekayaan, dan kehidupan sebagai sarana untuk mempertahankan dan memancangkan aqidah sehingga apabila diperlukan, ia siap mengorbankan segala sesuatu di jalan-Nya.
2.Menunjukkan adanya titik persamaan antara prinsip Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa ’alaihis salam. Najasyi adalah seorang yang mukhlis dan jujur dalam kenasraniannya. Salah satu bukti keikhlasannya adalah bahwa dia tidak mengikuti ajaran yang menyimpang dan tidak berpihak kepada orang yang aqidahnya berbeda dengan ajaran injil dan apa yang dibawa oleh Isa ‘alaihis salam.
3.Bila diperlukan, kaum muslimin boleh meminta “perlindungan” kepada non-Muslim, baik dari ahli kitab, seperti Najasyi yang pada waktu itu masih Nasrani (tetapi setelah itu masuk Islam) atau dari orang musyrik, seperti mereka yang dimintai perlindungan oleh kaum Muslimin ketika kembali ke Makkah, antara lain Abu Thalib, paman Rasulullah SAW, ketika masuk Makkah sepulangnya dari Tha’if. Tindakan ini dibenarkan selama perlindungan tersebut tidak membehayakan dakwah Islam, mengubah sebagian hokum agama, atau menghalangi nahi munkar. Jika syarat ini tidak terpenuhi, seorang muslim tidak dibenarkan meminta perlindungan kepada non-Muslim. Sebagai dalil adalah sikap Rasulullah SAW ketika diminta Abu Thalib untuk menghentikan dakwahnya dan tidak mengecam tuhan-tuhan kaum musyrik maka ketika itu Rasulullah SAW menyatakan diri keluar dari perlindungan pamannya dan menolak mendiamkan sesuatu yang harus dijelaskan kepada umat manusia.

Dalam Islam, berhijrah dari Darul Islam (negeri Islam) memiliki tiga hokum antara wajib, boleh, dan haram.
1.Wajib manakala seorang muslim tidak dapat melaksanakan syiar-syiar Islam seperti sholat, puasa, adzan, haji, dan sebagainya di negeri tersebut.
2.Boleh manakala seorang Muslim menghadapi bala (cobaan) yang menyulitkannya di negeri tersebut. Dalam kondisi ini, ia boleh keluar darinya menuju negeri Islam yang lain.
3.Haram berhijrah dari darul Islam manakala hijrahnya itu mengakibatkan terabaikannya kewajiban Islam yang memang tidak dapat dilaksanakan oleh orang selainnya.

Firman 4wl dalam al Quran surat al-Qashash [28]: 52-55:
“Orang-orang yang telah kami datangkan kepada mereka al-Kitab sebelum al-Quran, mereka beriman (pula) dengan al-Quran itu. Dan apabila dibacakan (al-Quran) kepada mereka, mereka berkata, ‘Kami beriman kepadanya; sesungguhnya al-Quran itu itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).’ Mereka diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya dan mereka berkata, ‘Bagi kami amal-amal kami, dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang bodoh.”

Pada saat Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang menghadapi siksaan dan gangguan dari kaum Quraisy, datanglah utusan dari luar Makkah menemui Rasulullah SAW ingin mempelajari Islam. Mereka berjumlah tiga puluh orang lebih-dari kaum Nasrani Habasyah-datang bersama Ja’far bin Abu Thalib. Setelah bertemu dengan Rasulullah SAW dan mengetahui sifat-sifatnya serta mendengar ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakannya kepada mereka, segeralah mereka beriman semuanya. Kedatangan utusan itu ke Makkah untuk menemui Rasulullah SAW dan mempelajari Islam pada saat-saat kaum Muslimin sedang menghadapi siksaan, gangguan, pemboikotan, dan tekanan merupakan bukti nyata bahwa penderitaan dan musibah yang dialami oleh para aktivis dakwah Islamtidak berarti sama sekali sebagai suatu kegagalan, di samping tidak boleh menjadi lemah dan putus asa. Keimanan para utusan tersebut hanyalah kelanjutan dari keimanan yang terdahulu dan sekadar melaksanakan konsekuensi dari aqidah yang dianutnya. Mereka adalah (menurut istilah para perawi sirah) para penganut Injil yang beriman dan mengikuti petunjuknya. Injil memerintahkan agar mengikuti Rasul yang datang sesudah Isa ‘AS dan sebagai konsekuensi keimanannya ialah mengimani Nabi ini, yaitu Muhammad S’AW. Dengan demikian, keimanan mereka kepada Rasulullah S’AW bukan proses perpindahan dari suatu agama kepada agama lain yang lebih baik. Ini hanya merupakan kelanjutan dari hakikat keimanan kepada Isa ‘AS dan ajarannya.

Uraian pada point sebelumnya merupakan penegasan bahwa ad-Dinul Haq (agama yang benar) itu hanya satu semenjak Adam ’AS. Perkataan ”agama-agama langit” yang sering kita dengar adalah tidak benar. Memang terdapat syariat-syariat langit yang beraneka ragam dan setiap syariat langit menghapuskan syariat sebelumnya. Akan tetapi, tidak boleh disamakan antara ad-Din atau aqidah dan syariah yang berarti hukum-hukum amaliah yang berkaitan dengan peribadahan atau muamalah.

Firman 4wl dalam al-Quran surat al-An’am [6]: 33-35:
”Sesungguhnya, kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat 4wl. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji) 4wl. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita Rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau 4wl Menghendaki tentu saja 4wl menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang jahil.”

Nabi S’AW tidak bersedih hati sedemikian rupa atas meninggalnya paman dan istri beliau. Rasulullah S’AW juga tidak menyebut tahun meninggalnya paman dan istri beliau sebagai ”Tahun Dukacita” semata-mata karena kehilangan sebagian keluarganya, tetapi karena bayangan akan tertutupnya hampir seluruh pintu dakwah Islam setelah kematian kedua orang ini.

Semua bentuk penyiksaan dan penderitaan yang dialami Rasulullah S’AW, khususnya dalam perjalanan hijrah ke Tha’if ini, hanyalah merupakan sebagian dari perjuangan tabligh-nya kepada manusia. Diutusnya Rasulullah S’AW bukan hanya untuk menyampaikan aqidah yang benar tentang alam dan Penciptanya, hukum-hukum ibadah, akhlak, dan muamalah, melainkan juga untuk menyampaikan kepada kaum Muslimin kewajiban bersabar yang telah diperintahkan 4wl dan menjelaskan cara pelaksanaan sabar dan mushabarah (melipatgandakan kesabaran) yang diperintahkan 4wl dalam firman-Nya (Ali Imran [3]: 200).

Doa Rasulullah:
”Ya 4wl, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan ketidakberdayaan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Jika engkau tidak murka kepadaku, semua itu tak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau Limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah Yang Berhak Menegur dan Mempersalahkan diriku hingga Engkau Berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”

Jika kita perhatikan setiap peristiwa sirah Rasulullah S’AW bersama kaumnya, akan kita dapati bahwa penderitaan yang dialami oleh Rasulullah kadang sangat berat dan menyakitkan. Akan tetapi, pada setiap penderitaan dan kesengsaraan yang dialaminya selalu diberikan ’penawar’ yang melegakan hati dari 4wl. Penawar ini dimaksudkan sebagai hiburan bagi Rasulullah S’AW agar faktor-faktor kekecewaan dan perasaan putus asa tidak sampai merasuk ke dalam jiwanya. Dalam peristiwa hijrah Rasulullah S’AW ke Tha’if dengan segala penderitaan yang ditemuinya, baik berupa penyiksaan maupun kekecewaan hati, dapat kita lihat adanya ’penawar Ilahi’ terhadap kebodohan orang-orang yang mengejar dan menganiayanya. Penawar ini tercermin pada seorang lelaki Nasrani, Addas, ketika datang kepadanya seraya membewa anggur kemudian bersimpuh di hadapannya seraya mencium kepala, kedua tangan, dan kakinya setelah Nabi S’AW mengabarkan kepadanya bahwa dirinya adalah seorang Nabi.

Apa yang dilakukan oleh Zaid bin Haritsah, yaitu melindungi Rasulullah S’AW dengan dirinya dari lemparan batu orang-orang bodoh Bani Tsaqif sampai kepalanya menderita beberapa luka, merupakan contoh yang harus dilakukan oleh setiap Muslim dalam bersikap terhadap pemimpin dakwah. Ia harus melindungi pemimpin dakwah dengan dirinya sekalipun harus mengorbankan kehidupannya.

Apa yang dikisahkan oleh Ibnu Ishaq tentang beberapa jin yang mendengarkan bacaan Rasulullah S’AW ketika sedang melakukan sholat malam di Nikhlah, merupakan dalil bagi eksistensi jin dan bahwa mereka mukallaf (dibebani kewajiban melaksanakan syariat Islam). Di antara mereka terdapat jin-jin yang beriman kepada 4wl dan Rasul-Nya di samping mereka yang ingkar dan tidak beriman.

Semua penderitaan dan rintangan yang ada di jalan dakwah Islam tidak boleh menghalangi atau menghentikan perjuangan kita atau mengakibatkan kegentaran dan kemalasan dalam diri kita, selama kita berjalan di atas petunjuk keimanan kepada 4wl. Siapa saja yang telah mengambil bekal kekuatannya dari 4wl, dia tidak akan mengenal putus asa atau malas. Selama 4wl Yang Memerintahkan, pasti Dia akan menjadi Penolong dan Pembela.

Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, beberapa ibroh yang dapat kita petik adalah, jika kita perhatikan fenomena wahyu yang tampak dengan jelas pada kehidupan Rasulullah SAW, nyatalah bagi kita bahwa sifat yang paling menonjol dalam kehidupannya adalah sifat ”kenabian”. Kenabian adalah termasuk nilai-nilai keghaiban yang tidak mengikuti kriteria-kriteria kita yang bersifat empirik. Kita akan dapati bahwa 4wl telah memberikan banyak mukjizat kepada Nabi SAW. Mu’jizat ialah sebuah kata yang jika direnungkan tidak memiliki definisi yang berdiri sendiri. Ia hanya suatu makna yang nisbi. Seandainya manusia mau berpikir lebih jauh sedikit, niscaya akan tampak baginya bahwa 4wl Yang Menciptakan mukjizat seluruh alam ini tidak pernah kesulitan untuk Menambahkan mukjizat lain atau Mengganti sebagian sistem yang telah berjalan di alam semesta ini.

Rasulullah SAW telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan yang dilancarkan kaum Quraisy kepadanya. Kemudian datanglah ”undangan” Isra’ dan Mi’raj sebagai penyegaran semangat dan ketabahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa yang baru dialaminya dalam perjalanan hijrah ke Tho’if bukan karena 4wl Murka atau Melepaskannya, melainkan hanya merupakan sunnatullah. Sunnah dakwah Islamiyah pada setiap masa dan waktu.

Berlangsungnya perjalanan Isra’ ke Baitul Maqdis dan Mi’raj ke Langit tujuh dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitul Maqdis di sisi 4wl. Hal ini juga merupakan bukti nyata akan adanya hubungan yang sangat erat antara ajaran Isa ’Alaihis Salam dan ajaran Muhammad SAW. Ikatan agama yang satu.

Peristiwa ini juga memberikan isyarat bahwa kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi rumah suci (Baitul Maqdis) ini dari keserakahan musuh-musuh Islam. Seolah-olah hikmah Ilahiyah ini mengingatkan kaum Muslimin zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci ini, untuk membebaskannya dari tangan-tangan najis dan mengembalikannya kepada pemiliknya, kaum Muslimin. Siapa tahu, barangkali peristiwa Isra’ yang agung inilah yang menggerakkan Sholahuddin al-Ayubi untuk mengerahkan kekuatannya melawan serbuan-serbuan Salibis dan mengusirnya dari rumah suci ini.

Pilihan Nabi SAW terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan khamr, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah yakni agama yang aqidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia. Di dalam Islam tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan tabiat manusia. Seandainya fitrah berbentik jasad, niscaya Islam akan menjadi bajunya yang pas. Faktor inilah yang menjadi rahasia mengapa Islam begitu cepat tersebar dan diterima manusia. Hal ini karena betapa pun tingginya budaya & peradaban manusia dan betapapun manusia telah mereguk kebahagiaan material, ia akan cenderung tetap melepaskan segala bentuk beban dan ikatan-ikatan yang jauh dari tabiatnya. Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat memenuhi semua tuntutan fitrah manusia.

Jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf, telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj dilakukan dengan jasad dan ruh Nabi SAW.