Tuesday, March 9, 2010

PANTUN (MINANG) AGAMA

Laka jo dulang dalam lubuak
Pandan baduri malendo jalan
Aka hilang paham tatumbuak
Basarah diri pado Tuhan



Tafsir Sampiran:
"Laka jo dulang dalam lubuak, Pandan baduri malendo jalan". Laka & dulang adalah peralatan dapur. Keduanya ada di lubuk (sungai), mungkin tertinggal setelah dicuci di sungai. "Pandan baduri malendo jalan", maksudnya adalah jalan setapak yang bagian pinggirnya ditumbuhi pandan. Daun pandan itu berdui dan tumbuh melebar ke jalan sehingga mengganggu orang yang lewat.

Tafsir isi pantun:
"Aka hilang paham tatumbuak, Basarah diri pado Tuhan". Pantun ini berisi petunjuk kepada orang-orang yang menghadapi masalah berat yang sulit dipecahkan atau dicari jalan keluarnya. "Aka hilang paham tatumbuak" artinya telah kehabisan akal dlm menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Segala upaya telah dikerahkan, termasuk meminta bantuan orang lain, tetapi masalah masih tidak terpecahkan. Banyak contoh yang dapat dikemukakan, misalnya dalam hal perdagangan, rumah tangga, percintaan, dan masalah kemasyarakatan lainnya yang tidak terpecahkan meskipun telah berupaya sekuat tenaga.

Pantun ini memberi petunjuk, bila menemui hal seperti itu, maka jalan keluar terbaik adalah "Basarah diri pado Tuhan". Jangan sampai berputus asa, nekad, apalagi sampai bunuh diri. Ingat pada Tuhan Yang Maha Kuasa, berdzikir dan berdo'alah kepada-Nya. Ingat, keputusan ada di tangan ALLAH SWT. Kita hanya bisa merencanakan dan mengusahakan. Jika ALLAH Menghendakinya, apa pun bisa terjadi. Jangan coba-coba menentang kehendak-NYA. Banyak cara berdzikir atau mendekatkan diri dan memohon kepada ALLAH.



Tajam alah celak pun ado
Tingga dibao manggunokan
Adaik alah syarak pun ado
Tingga dikito mamakaikan


Tafsir Sampiran:
"Tajam alah celak pun ado, Tingga dibao manggunokan". Ini menggambarkan keadaan pisau atau parang yang baru saja diasah, sudah tajam dan juga sudah mengkilat, siap untuk digunakan.

Tafsir isi pantun:
"Adaik alah syarak pun ado, Tingga dikito mamakaikan". Maksudnya, adat dengan segala macam ketentuannya sudah ada, dan pada umumnya sudah diketahui. Demikian pula dengan agama Islam dengan syariatnya juga sudah ada, kita umumnya sudah mengetahui apa yang baik dan yang buruk. Hanya tinggal bagaimana kita menyikapinya. Peringatan dari pantun ini sebaiknya mendapat perhatian yang serius oleh semua lapisan masyarakat.

Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri, tetapi sekarang tidak lagi menjadi pedoman hidup, termasuk adat Minangkabau. Penduduk Indonesia sebagia besar beragama Islam, tetapi banyak kaidah2 agama yang sebenarnya sudah mereka ketahui tetapi tidak di jalankan. Semua orang Islam tahu bahwa bejudi, makan riba, merampok, korupsi, memperkosa, mempertontonkan aurat wanita, membunuh, dan sebagainya dilarang oleh agama. Namun banyak orang Islam yang melakukan, atau dibiarkan, bahkan dinikmati. Misalnya di Televisi, meskipun banyak acara yang mempertontonkan aurat wanita, tetapi tidak ada yang melarang, termasuk ulama, bahkan ada yang membolehkan, demi kebebasan berekspresi.




Baranang ka hulu aie
Jan lupo jo rantiang lapuak
Alah sanang hiduik di dunie
Kana juo ka mati isuak


Tafsir Sampiran:
"Baranang ka hulu aie, Jan lupo jo rantiang lapuak". Salah satu kebiasaan orang pedesaan adalah mandi di sungai. Apabila sungainya cukup besar, orang2 akan berenang. Kalau berenang ke bagian hilir tentu lebih mudah, karena mengikuti aliran sungai. Hal yang menjadi masalah adalah jika berenang ke hulu sungai, yang berarti menantang arus, sehingga diperlukan energi yang cukup besar. Seseorang yang berenang ke bagian hulu pada saatnya akan berhenti sejenak di tepi sungai untuk melepas lelah, dengan berpegangan pada kayu, batu, atau benda lain. Pantun ini mengingatkan utk tidak memegang ranting kayu lapuk karena mudah patah, sehingga yang bersangkutan akan hanyut ke hilir sungai.


Tafsir isi pantun:
"Alah sanang hiduik di dunie, Kana juo ka mati isuak". Ini adalah peringatan atau himbauan kepada orang kaya yang sudah menikmati kehidupan dunia, jangan lupa bahwa hidup ini hanya sementara. Karena itu, selagi di dunia, hendaklah mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk dibawa ke akhirat, kehidupan yang kekal lagi abadi. Bahwa semua makhluk hidup akan mati sudah pasti, tinggal menunggu waktu. Besok, lusa, atau sekian tahun lagi. Semua itu ALLAH Yang Menentukan. Agama Islam mengingatkan kepada manusia, "carilah nikmat dunia seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan carilah pahala akhirat seolah-olah kamu akan meninggal esok hari. Ini berarti harus ada keseimbangan dunia dan akhirat.





Indak dapek sarimpang padi
Batuang dibalah kaparaku
Indak dapek bak kandak hati
Kandak ALLAH nan balaku


Tafsir Sampiran:
"Indak dapek sarimpang padi, Batuang dibalah kaparaku". Padi (beras) adalah makanan pokok di Indonesia, termasuk di Minangkabau. Tanaman ini umumnya dibudidayakan di lahan sawah, ditanam beberapa batang saja dalam serumpun. Dalam perkembangannya, bibit padi yang ditanam tersebut tumbuh dengan membentuk anakan yang banyak, 10-30 batang per rumpun. Anakan padi sebenarnya adalah tunas dari batang padi yang sudah ada, atau dalam pantun ini disebut rimpang. Batuang adalah sejenis bambu yang keras dan tebal, sedangkan paraku yang sering juga disebut pagu adalah semacam balai-balai di bagian atas dapur untuk meletakkan kayu api.


Tafsir isi pantun:
"Indak dapek bak kandak hati, Kandak ALLAH nan balaku". Pantun ini mengisyaratkan bagaimana besarnya kekuasaan ALLAH SWT. Seseorang tidak dapat berbuat sekehendak hatinya, karena semua yang ada di langit dan di bumi adalah ciptaan dan di bawah kekuasaan ALLAH. Manusia hanya bisa berencana dan berusaha, hasilnya ALLAH Yang Menentukan.

Pantun ini secara tidak langsung mengingatkan untuk selalu mengingat ALLAH SWT. Dalam kondisi bagaimana pun, harus tetap mengingat ALLAH, sesuai dengan janji yang kita ucapkan pada setiap sholat: "...Innasholati wannusuki wamahyaya, wamamati, lillahi Rabbil 'alamin". Jadi apa pun yang kita kerjakan adalah karena ALLAH. Apa pun yang kita lakukan, selalu dilihat oleh ALLAH, dan apa pun yang akan terjadi adalah atas kehendak ALLAH SWT.



Sumber: Buku 'Keajaiban Pantun Minang'

No comments:

Post a Comment