Showing posts with label marketing. Show all posts
Showing posts with label marketing. Show all posts

Sunday, January 15, 2012

Peran Kewira Usahaan dalam Mengatasi Tantangan

1. Memiliki Daya Pikir Kreatif. Selalu berpikir secara visioner (melihat jauh ke depan).

2. Bertindak inovatif & kewaspadaan dlm menghadapi persaingan bisnis.

3. Berani mengambil risiko.

Monday, February 16, 2009

Teori Kotler

Teori Kotler (Manajemen Pemasaran):

1. Rekayasa ulang (reengineering), implementasinya: mengangkat team utk mengelola proses pembangunan nilai pelanggan dan mencoba meruntuhkan tembok departemen antara fungsi-fungsi.

2. Pemanfaatan sumber luar (outsourcing), implementasinya: Keinginan yang lebih besar untuk membeli lebih banyak barang dan jasa dari pemasok luar dengan harga yang lebih murah dan lebih baik.

3. Mencontoh perusahaan lain (benchmarking), implementasinya: mempelajari perusahaan2 yg melaksanakan praktek terbaik guna memperbaiki kinerja perusahaan.

4. Keeratan dengan pemasok (suplier partnering), implementasinya: Meningkatkan kemitraan dengan lebih sedikit pemasok tetapi yang memiliki nilai tambah lebih besar.

5. Keeratan dengan pelanggan (customer partnering), implementasinya: bekerja sama lebih erat dengan pelanggan untuk menambah nilai pada mereka.

6. Merging, implementasinya: membeli/melakukan merger dg perusahaan2 dalam industri yg sama guna mendapatkan skala ekonomi.

7. Pengorganisasian secara flat (flattening), implementasinya: mengurangi jumlah level organisasi supaya lebih dekat dengan pelanggan.

8. Fokus (focusing), implementasinya: menentukan bisnis dan pelanggan yang paling menghasilkan laba serta berfokus pada mereka.

9. Pemberdayaan (empowering), implementasinya: mendorong dan memperkuat SDM supaya menghasilkan lebih banyak gagasan dan mengambil lebih banyak prakarsa.

Saturday, December 27, 2008

Jika kita siap berbeda...

Jika kita tidak siap melakukan suatu cara yg berbeda dg yang orang lain kerjakan, maka kita pun juga harus siap mendapatkan hasil yang sama dengan yang dilakukan orang kebanyakan. Ini adalah sebuah nasehat dari teman seperjalanan ketika saya mudik empat tahun silam.

Relevansi nasehat itu sebenarnya banyak, namun sayang saya baru ingat setelah empat tahun berlalu. Nasehat itu memang berlaku bukan hanya untuk saya, sebagaimana dimaksudkan oleh pengucapnya, melainkan juga berguna bagi teman-teman pengusaha.

Bisnis saat ini, sebagaimana banyak digambarkan para empu ekonomi, menyerupai perang berdarah-darah, lantaran sengitnya persaingan. Lalu muncullah konsep bisnis blue ocean, dimana pengusaha berusaha menciptakan inovasi sehingga bisa menggali laba tanpa harus banting-bantingan harga. Lalu timbullah konsep monopoli alami, dimana pengusaha menciptakan bisnis yg belum ada pesaingnya, sehingga bisa menggali laba sebesar-besarnya.

Bisnis-bisnis langka mungkin bisa masuk ke dalam wilayah blue ocean ataupun wilayah monopoli alami, tergantung pada situasi pesaing yang ada. Ketika bisnis langka ini digeluti oleh satu pemain maka ia bisa memakai konsep monopoli alami.

Tetapi kita tidak hanya bisa melihat dari sisi ”nikmatnya” menjadi pemain bisnis langka. Kita juga harus mempertimbangkan ongkos yang harus dibayar; misalnya ongkos untuk melakukan inovasi, ongkos untuk membuka pasar yang masih laten dan ongkos untuk melakukan edukasi kepada konsumen terhadap produk kita yang relatif ”berbeda” dengan yang lain.

Kalau kita berhasil menjalankan bisnis-bisnis langka ini, maka kita bisa terhindar dari apa yang disebutkan oleh para ahli sebagai red ocean atau pertarungan berdarah-darah untuk memperebutkan pelanggan.

Kembali kepada nasehat teman tadi, kalau kita siap untuk bertindak dengan cara yang berbeda maka kita pun juga akan mendapat hasil yang berbeda. Kalau pun ada ongkos yang harus kita bayar, tentulah itu akan sepadan dengan hasil yang akan kita panen, bahkan lebih.

Kolom ini dikutip dari tulisan Sukatna Panca M. Dalam majalah ’Pengusaha’. Coz tulisannya bunga rasa mewakili hati, pikiran, dan semangat bunga saat ini, jadinya bunga posting di blog bunga yang masih standard ini hehe......

Thursday, October 30, 2008

Zara Fashion....

Ortega, pendiri Zara, menganggap pakaian sebagai komoditi yang cepat kadaluarsa (seperti roti dan sayur) yang harus dikonsumsi segera, bukan untuk dipajang di toko berlama-lama. Konsep ”freshly baked clothes” ini diterapkannya dengan selalu mengganti stok pakaian di toko Zara tiap dua kali seminggu. Bisnis ini adalah soal mengurangi response time. Unggul karena mampu beradaptasi. Kejeniusan merek Zara terletak pada kecepatan dan efisiensi. Sensitivitas dan kecepatan respon Zara ini mampu menaklukkan titik puncak dalam siklus fashion. Yaitu, kondisi di mana permintaan dan harga paling tinggi, digabungkan dengan supply chain yang sangat efisien sehingga memperoleh marjin sangat besar.

Tiga formula dari Zara:

  1. Short lead time.

Dengan fokus pada response time yang sangat singkat, perusahaan memastikan bahwa setiap toko mampu menyediakan pakaian yang diinginkan konsumen saat itu. Dalam 30 hari saja, Zara mampu menangkap model yang ngetren dan kemudian menyediakan produknya di toko.

  1. Lower Quantities.

Dengan mengurangi kuantitas yang diproduksi pada setiap model, Zara bukan hanya menguangi eksposur berlebihan terhadap single product, tapi juga menawarkan produk dengan “nuansa kelangkaan”. Dalam dunia fesyen, semakin sedikit tersedia, semakin eksklusif pula produk tersebut.

  1. More styles. Bukannya kuantitas yang besar di tiap model, Zara malah memproduksi lebih banyak model. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya sekitar 20.000 model per tahun.

Produk fresh, tren fesyen yang selangkah lebih maju, dan update yang lebih sering adalah resep sukses Zara. Artinya, mereka mampu memproduksi banyak model dengan kuantitas kecil dalam rentang waktu sangat singkat. Semua itu bisa terwujud berkat sistem yang sederhana. Struktur bisnis Zara sangat terkontrol dari kantor pusat. Dengan begitu, mereka tidak perlu mendirikan kantor pusat di negara lain. Sejak awal Zara lebih merespon actual needs ketimbang memprediksi suatu tren yang jauh di masa depan. Merek ini dikelola hampir tanpa beriklan, zara lebih mengandalkan toko beserta isinya sebagai alat promosi yang ampuh. Lokasi yang dipilih harus strategis dan sering dilalui para shopper.

HIERARKI KONSUMEN

Penelitian PT SYNZYGON BRAND KOMUNIKASI mengungkapkan, konsumen berbeda tidak saja dalam aspek demografi ”tradisional” (penghasilan, umur, dan sebagainya). Tapi juga karena perubahan gaya hidup, pola pikir, dan kesenjangan generasi. Pemahaman atas konsumen yang hanya berdasarkan faktor demografis akan memberikan gambaran statis dan tidak lengkap. Mempelajari hanya nilai-nilai yang dianut konsumen juga tidak cukup karena nilai-nilai tersebut berubah (contohnya, prestasi kerja mulai dinilai lebih dari senioritas). Simbol-simbol dari barat yang telah masuk ke alam bawah sadar orang Indonesia (seperti ”just do it”) mendorong re-evaluasi secara mental terhadap ikon-ikon tersebut. Oleh karena itu, sebuah organisasi perlu mengevaluasi kembali customer knowledge-nya agar bisa selalu ”connect” dengan nilai dan aspirasi konsumen yang selalu berubah. Penelitian kami di Indonesia menuju pada pemahaman atas konsumen yang secara umum bisa digambarkan dalam piramida hierarki konsumen.

Piramida ini mengungkapkan kompleksitas dalam memahami konsumen. Sebagai contoh, generasi tua dan generasi muda ”super rich” berbeda dalam apresiasi estetik atas sebuah merek. Dalam perbedaan ini terjadi lintas geo-demografis, yang artinya, seorang pelajar ”super rich” di Surabaya berbeda dengan eksekutif ”super rich” yang berusia lebih tua yang tinggal di Jakarta. Seiring dengan semakin canggihnya konsumen Indonesia dalam lingkungan sosial-budaya-politik yang semakin terbuka, penentuan pasar sasaran dan daya tarik merek menjadi semakin kompleks.

Dengan kenyataan ini, perusahaan yang mendedikasikan sumber daya untuk memahami konsumen akan mampu memperthankan pertumbuhan, menciptakan brand yang menghasilkan keuntungan, dan memenangkan pasar. Merek-merek yang tidak melakukannya akan terus melakukan promosi sampai marjin keuntungannya menipis dan akhirnya menghilang dari pasaran. (WING LOKE Founder PT SYNZYGON BRAND KOMUNIKASI | wingloke@synzygon.com)

MELIHAT TIPE KONSUMEN

Ada yang disebut price sensitive consumer. Mereka selalu menginginkan harga terendah. Segmen ini misalnya banyak terdapat pada pengguna kartu prabayar. Di dunia ritel, kelompok price sensitive ini juga banyak. Karena terbiasa dengan jorjoran harga murah oleh para peritel, maka perilaku yang sensitive terhadap harga juga terbentuk.

Ada juga konsumen yang sangat berorientasi terhadap status. Mereka lebih peduli pada merek yang mewah serta pelayanan yang luar biasa. Untuk kelompok ini, harga tidak masalah.

Ada juga konsumen bulk yang menginginkan harga per satuan lebih murah jika mereka membeli dalam jumlah lebih banyak.

Konsumen tipe personal price juga ada. Mereka membeli karena harga yang diberikan secara pribadi kepada mereka, baik melalui proses tawar menawar atau dengan diberikan perlakuan khusus.

Ada konsumen yang memiliki sifat reward mania. Mereka cenderung melihat diskon yang besar atau point reward, tanpa peduli besarnya harga. Para provider kartu kredit banyak menyasar kelompok ini.

Kelompok lain adalah kelompok convenience-oriented. Mereka lebih memilih membeli sesuatu di tempat yang nyaman bagi mereka, tanpa peduli harganya. Mini market circle K menembak orang-orang semacam ini. Harga mereka memang di atas supermarket lain, tetapi mereka bisa memenuhi kebutuhan orang-orang yang ingin membeli kapan pun mereka mau.

Namun demikian, siapa pun konsumennya, marketer tetap saja perlu melakukan soal sensitivitas harga. Sebesar-besarnya keinginan konsumen untuk membayar, pastilah ada batas psikologis yang mempengaruhi mereka. Ole karena itu, penting untuk mengetahui seberapa besar keinginan mereka mau membeli alias bagaimana bentuk kurva demand dari konsumen kita.

Jadi jangan heran kalau melihat harga-harga yang sepertinya tidak masuk akal. Pemasar yang pandai sudah punya hitung-hitungan yang cerdik untuk membuat mesin kas tetap berjalan.

Dengan harga yang sudah ditetapkan, bagaimana kita menciptakan banyak value kepada konsumen.

a little about 'Price'

METODE PRICING TERDIRI ATAS:

  1. Cost-plus pricing

Dalam pendekatan ini, perusahaan mengestimasi semua biaya produksi, distribusi, marketing, dll. Kemudian ditambahkan dengan profit margin yang ingin diraih. Biasanya metode ini juga dikaitkan dengan target return on investment (ROI) untuk jangka waktu tertentu.

  1. Value-based pricing

Angkanya ditentukan berdasarkan riset tentang harga yang bersedia dibayar konsumen untuk value yang ditawarkan sebuah produk (perceived value). Marketer akan mencetak laba jika berhasil mempunyai perceived value yang tingi di mata konsumen.

  1. Competition-based pricing

Di sini perusahaan akan melihat harga yang dipatok kompetitor, kemudian menetapkan harga di atas atau di bawahnya.

Jika ingin mengambil market share dari pasar yang sudah eksis, pemasar bisa menerapkan teknik penetration pricing. Dilakukan dengan menawarkan harga lebih murah dibandingkan pesaing. Kenaikan harga dapat ditentukan kemudian ketika waktunya sudah tepat, yakni ketika merek tersebut sudah punya basis konsumen loyal. Tapi jurus seperti ini hanya bisa dijalankan oleh perusahaan yang memiliki ”nafas panjang”.

Skimming price:

Jika suatu merek punya competitive advantage dalam hal teknologi baru (jurus mematok harga tinggi di awal). Namun ini tak bisa berlangsung lama, karena teknologi baru tersebut akan segera ditiru oleh pemain-pemain lain sehingga suplainya pun meningkat.

Yang jelas, sebelum menetapkan pricing, pemasar lazimnya menetapkan dulu segmen mana yang bakal dibidik. Masalah harga nantinya akan disesuaikan dengan target market dan value yang ditawarkan.

Kunci dalam menetapkan harga adalah diferensiasi yang kuat, positioning yang mantap, dan terget market yang pas dengan positioning tersebut. Lalu tetapkanlah harga sesuai ekspektasi konsumen.

Pembeli pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok:

  1. Pembeli yang sangat aware dan sensitif terhadap harga.
  2. Pembeli yang rela membayar sedikit lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik, tetapi hanya dalam batasan tertentu.
  3. Pembeli yang tidak peduli dengan harga dan hanya mementingkan kualitas terbaik dari suatu produk.

(Kotler)

Strategi Marketing juga...

Hasil riset yang dilakukan oleh lembaga Frontier Consulting Group menunjukkan bahwa proses pembelian secara impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan di Indonesia relatif sangat tinggi. Sebagian konsumen kita selalu menganggap bahwa belanja dan rekreasi adalah dua hal yang sama.

Bisnis seperti home shoping akan memiliki tantangan yang besar. Pola belanja konsumen Indonesia yang tak terencana menjadi penyebab kurang suksesnya bisnis tersebut.

Konsumen kita sulit diajak untuk merencanakan masa depannya. Mereka cenderung memilih untuk reaktif bila kemudian timbul persoalan daripada melakukan perencanaan untuk mencegah timbulnya persoalan.

Karena tidak memiliki rencana, kita sudah terbiasa untuk datang terlambat. Kita tidak merencanakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tertentu, kita tidak merencanakan bagaimana kalau lalu lintas macet. Padahal kita sudah tahu itu akan terjadi sehingga akhirnya, kita terlambat. Lihat saja teks sms di ponsel milik para ibu rumah tangga atau eksekutif. Akan banyak kiriman sms yang berbunyi ”Sorry, saya terlambat”.
Implikasi strategi untuk menghadapi konsumen yang cenderung tak punya rencana dalam pembelian:

1. Sebagai marketer, kita perlu mempertimbangkan untuk memberikan fleksibilitas kepada pelanggan terutama bila masuk ke industri jasa.
2. Strategi distribusi yang intensif dan merata menjadi hal yang penting untuk menangkap konsumen yang suka membeli secara impulsif.
3. display produk yang baik. (kemasan yang menarik, unik, hingga bagaimana produk tersebut tertata dengan menarik. (misal desain outlet)
4. Konteks strategi harga dan komunikasi, marketer dapat mendorong konsumen untuk melakukan keputusan yang cepat. Dapat dilakukan dengan cara memberikan deadline. Lewat dari waktu yang ditentukan, mereka akan membayar lebih mahal. Atau lebih dari tanggal tersebut, mereka tidak akan mendapat hadiah.
5. Mengedukasi konsumen untuk melakukan perencanaan. Contoh: maskapai penerbangan cenderung menghukum pelanggan yang tidak memiliki perencanaan. Mereka harus membayar lebih mahal jika membeli tiket tanpa perencanaan.
6. Strategi harus berdasarkan cost and benefit.


Harga tepat, konsumen terpikat
Beli murah, lalu jual lebih mahal. Beli dengan kredit, lalu jual dengan tunai. Dengan pola sederhana ini, tampaknya keuntungan begitu mudah direguk para peritel Tanpa harus
Banyak memutar otak.

Lantaran kondisi pasar yang unpredictable di fesyen, kemungkinan besar para peritel akan mengakhiri penjualan sejumlah besar produknya dengan diskon. Umumnya peritel merasa masih cukup normal bila 35-40 % barang mereka dijual dengan diskon tinggi.

Kemampuan menentukan harga dengan jitu semakin penting di zaman hiperkompetitif seperti sekarang. Coz pricing strategy berdampak besar pada profitabilitas perusahaan.

Sayang, masih banyak pemasar yang tidak mau capek-capek memikirkan strategi harga terbaik yang bisa dijalankan. Mungkin para manajer enggan bertanggung jawab bila strategi mereka tidak berhasil. Akibatnya, formulasi harga sering dibuat secara parsial. Padahal pricing harusnya menjadi rencana integral sebelum meluncurkan sebuah produk. Skenario tersebut bersifat jangka panjang untuk melicinkan penjualan di masa mendatang.

Point penting dalam marketing

  1. Sambil berjalan, terus mengamati usaha yang digeluti.
  2. Usahakan untuk terus maju dalam usaha, teruskan, dan bertekadlah untuk melakukan inovasi.
  3. Menyadari bahwa hanya dengan inovasi, apa yang dihasilkan akan diterima konsumen.
  4. Keberhasilan, sangat erat kaitannya dengan konsumen.
  5. Karena itu harus terus berusaha melakukan inovasi-inovasi sambil menerima masukan dari konsumen.
  6. Kritik dari konsumen itu bukan berarti jelek. Dengan adanya kritik, berarti mereka peduli terhadap apa yang kita lakukan.
  7. Pastikan secepat mungkin merespon setiap masukan dari konsumen.
  8. Paling sedikit empat kali dalam setahun adakanlah event promo.
  9. Promo dapat berbentuk pemberian diskon belanja 15-20 % untuk produk-produk tertentu sesuai dengan tema event.
  10. peran media juga sangat berpengaruh.
  11. Usahakan konsumen bisa negosiasi harga.
  12. Dalami & pelajari benar-benar bidang bisnis yang akan kita jalani.
  13. Bersikaplah sepenuh hati. Pemasaran harus inovatif.
  14. harus bersedia membuka akses seluas-luasnya kepada pelanggan.
  15. Komunikasi dengan pelanggan harus baik.