Showing posts with label Bumi Serentak Bak Regam. Show all posts
Showing posts with label Bumi Serentak Bak Regam. Show all posts

Saturday, April 11, 2020

INFO KARTU PRAKERJA



Rekan2 Program Prakerja, 

Rencananya, pendaftaran prakerja akan dibuka hari ini jam 7 malam oleh pak Menko melalui press briefing singkat via a) youtube live stream dan b) zoom conference dengan media dari kediaman beliau.

Persiapan:
1. Undangan link youtube/zoom akan disebarkan ke publik dan media di kisaran jam 5 sore.
2. Rilis pers dari Kemenko Perekonomian dan IG feed bahwa pendaftaran telah dibuka segera setelahnya.

Mohon bantuan dari rekan2 untuk:
- Menyebarkan info ttg press briefing dan link youtube utk publik di channel sosmed masing2. Nanti bisa repost feed dr IG Prakerja
- Membuat konten pengumuman di channel sosmed masing2, bahwa pendaftaran prakerja telah dibuka *setelah* press briefing selesai

Script Guideline:
- situs resmi telah menerima pendaftaran kartu prakerja (dan pendaftaran hanya di situs resmi)
- mee-recall syarat peserta kartu prakerja (WNI, 18, tidak sedang sekolah/kuliah formal)
- siapkan email, data diri spt NIK, foto ktp dan selfi dg foto KTP agar bisa sukses mendaftar (selengkapnya lihat prakerja.go.id/faq atau infografis di IG/situs)

Saturday, April 30, 2016

URGENSI PEMBENTUKAN DEWAN RISET DAERAH DALAM MENUNJANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KABUPATEN BATANG HARI

Oleh:
Bunga Mardhotillah, S.Si., M.Stat
(bunga.mardhotillah@gmail.com)
Bappeda Kabupaten Batang Hari





ABSTRAK

Urgensi utama dibentuknya DRD adalah untuk melaksanakan kajian ilmiah dan strategis mencakup keseluruhan sektor pembangunan di Kabupaten Batang Hari. Ada dua tugas pokok DRD secara umum, yaitu: 1) memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun arah, prioritas, serta kerangka kebijakan Pemerintah Daerah di bidang iptek; 2) mendukung Pemerintah Kabupaten melakukan koordinasi di bidang iptek dengan Kab/Kota lain. Sehingga diharapkan dengan dibentuknya DRD di Kabupaten Batang Hari, Dewan Riset Daerah akan mendorong percepatan terwujudnya Pembangunan Kabupaten Batang Hari yang berkesinambungan, bertumpu pada budaya keilmuan dan pengembangan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka menghadapi era globalisasi. Serta Dewan Riset Daerah akan menjadi partner Pemerintah Kabupaten Batang Hari dalam hal Konsultasi dan advokasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pemerintah serta masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kinerja, program, proses, output, dan outcome pembangunan.

Kata Kunci: Dewan Riset Daerah, Kajian Ilmiah, Penelitian, Kebijakan Pembangunan



ABSTRACT

The urgency of establishment of the DRD is to prepare scientific studies and overall strategic development in Batang Hari. There are two main tasks DRD in general, namely: 1) to provide input to the regional government to develop direction, priorities, and policy framework Local Government in the field of science and technology; 2) supporting the district government coordination in the field of science and technology with the others District/City. In The Future, hopefully with the establishment of the DRD in Batang Hari, Regional Research Council will accelerate the realization of sustainable Batang Hari development, rests on the culture of science and the development and utilization of science and technology, in order to face the globalization era. And Regional Research Council will be the partner of the Government of the District of Batang Hari in terms of consultation and advocacy of science and technology for the government and the community in planning, implementing, monitoring, and evaluating performance, programs, processes, outputs, and outcomes of development.

Keywords: Regional Research council, Scientific Studies. Research, Development policy





I.PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Kabupaten Batang Hari merupakan salah satu Kabupaten yang cukup potensial di Provinsi Jambi, dengan luas wilayah ± 5180,35 km2. Dalam lingkup provinsi, letak Kabupaten Batang Hari berada di wilayah bagian tengah provinsi Jambi. Wilayah administrasi Kabupaten Batang Hari terdiri dari 8 kecamatan, yang meliputi 13 kelurahan dan 100 desa dengan berbagai perbedaan perkembangan, baik karena potensi geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, mau pun karena pembangunan prasarana pada masing-masing kecamatan dan antar kecamatan. Secara geografis Kabupaten Batang Hari mempunyai letak yang strategis karena merupakan daerah penghubung antara kawasan Barat dan Timur Sumatera. Sebagian besar wilayah Kabupaten Batang Hari berada pada Daerah Aliran Sungai Batang Hari (DAS) dengan rawa-rawa yang hampir sepanjang tahun digenangi air. Kabupaten Batang Hari beriklim tropis. Dan secara geologis Kabupaten Batang Hari merupakan daerah pertambangan minyak dan gas bumi, serta bebatuan lain seperti batu bara, dan lain sebagainya.

Perencanaan pembangunan jangka panjang Kabupaten Batang Hari juga telah disertai dengan perencanaan tata ruang yang disusun berdasarkan pendekatan “Kesatuan Sosial Ekonomi”. Pembangunan Kabupaten Batang Hari di segala bidang direncanakan akan digiatkan dengan menentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya diharapkan juga dapat memacu pertumbuhan di bidang sosial dan budaya. Kemudian secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Batang Hari adalah ± 263.770 jiwa, yang jika dikelola dengan baik, dapat menjadi modal dasar pembangunan.

Proses pelaksanaan pembangunan daerah meliputi perencanaan, penganggaran, dan evaluasi. Aspek evaluasi pembangunan merupakan aspek dasar perencanaan pembangunan untuk tahun berikutnya. Sehingga untuk menetapkan kebijakan pelaksanaan pembangunan tahun 2016 – 2021, diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan tahun-tahun sebelumnya dan diperlukan suatu wadah (organisasi) yang dapat melaksanakan evaluasi tersebut secara lebih spesifik, mengkaji berdasarkan keilmuan, dan meneliti potensi/kebutuhan masyarakat dan lingkungan Kabupaten Batang Hari, agar pembangunan pada tahun-tahun berikutnya senantiasa tepat sasaran dan efektif anggaran karena setiap program dan kegiatan pembangunan yang diusung, adalah program yang telah dikaji terlebih dahulu secara ilmiah.

Berlatar belakang dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Urgensi Pembentukan Dewan riset Daerah dalam Menunjang Kebijakan Program pembangunan kabupaten Batang Hari 2015 – 2021, terutama dalam merencanakan program dan kegiatan pembangunan berbasis riset, dan dalam evaluasi pembangunan.



1.2.DASAR HUKUM

Pembentukan Dewan Riset Daerah merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 18 dan pasal 20 Undang-Undang Nomor18 Tahun 2002 menyebutkan tentang fungsi Pemerintah dalam memotivasi dan menumbuh kembangkan motivasi, memberikan stimulasi & fasilitas serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional penelitian, pengembangan, dan Penerapan IPTEK. Undang-Undang ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terutama pada pasal 373, pasal 374, dan pasal 388 tentang kelitbangan sebagai salah satu instrumen pembinaan penyelenggaraan daerah, pasal-pasal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui pembinaan umum dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan, dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Serta fungsi Kelitbangan Daerah semakin signifikan, dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Operasional Pelaksana Kegiatan Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian Untuk membantu pemerintah dalam menyusun arah serta kebijakan pembangunan IPTEK, maka Pemerintah Pusat membentuk Dewan Riset Nasional (DRN), sedangkan Pemerintah Daerah diharapkan membentuk Dewan Riset Daerah (DRD) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tersebut, dan Peraturan Presiden RI No.16 Tahun 2005.


1.3.PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang dan dasar hukum yang dipaparkan pada uraian sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Kabupaten Batang Hari belum memiliki Dewan Riset Daerah yang akan memiliki fungsi strategis dalam pengkajian dan penelitian perencanaan pembangunan yang berbasis kebutuhan masyarakat serta didasari dengan pertimbangan ilmiah.




II.LANDASAN TEORI
Berdasarkan rumusan masalah pada bagian sebelumnya, dapat diuraikan beberapa teori dan wawasan terkait Dewan Riset Daerah, sebagai berikut:

2.1.Tugas Utama Dewan Riset Daerah


Berikut ini dirangkum beberapa tugas utama Dewan Riset Daerah, yang disinkronkan dengan Tugas utama Dewan Riset Nasional, antara lain:

a)Perumusan arah kebijakan penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), serta penerapannya dalam bentuk kajian strategis sebagai landasan pembangunan di daerah (Kabupaten/Kota).

b)Pengembangan jaringan kerja dengan lembaga-lembaga keilmuan tingkat nasional dan daerah serta lembaga-lembaga lain terkait: Perguruan Tinggi, Pers, Swasta dll

c)Pengembangan jaringan kerja dengan lembaga legislatif berlandaskan keilmuan, kajian, dan riset daerah.

d)Pemberian pertimbangan kajian strategis kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam pengambilan kebijakan dan keputusan pembangunan dalam rangka otonomi daerah

e)Pemberian pertimbangan kepada mitra (stake holders) dan penyandang dana penelitian dan pengembangan mengenai arah dan kebijakan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Kabupaten Batang Hari.

Untuk melaksanakan tugas-tugas utama tersebut, DRD memerlukan dukungan baik berupa anggaran dari sumber APBD dan/atau dari sumber lain yang tidak mengikat. Oleh sebab itu, adalah menjadi tugas tambahan DRD untuk melakukan lobby dan negosiasi ke berbagai penyandang dana. Namun, sumber utama anggaran yang diharapkan tentu saja dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Untuk tugas pokok pertama, DRD perlu menyusun kebijakan strategis daerah Iptek sebagai masukan kepada Pemerintah Kabupaten. Kebijakan Strategis terkait Iptek ini tentu saja menjadi salah satu acuan bagi penyusunan rencana strategis dan kegiatan penelitian dan pengembangan. Hasil dari kegiatan ini kemudian dapat dijadikan landasan pembangunan di Kabupaten Batang Hari. Berdasarkan Kebijakan Strategis Iptek ini pula, DRD dapat menyusun Agenda Riset Daerah (ARD). ARD ini merupakan acuan bagi setiap institusi di Kabupaten Batang Hari dalam menyusun riset dan pengembangan di tiap instansi/Lembaga/SKPD. Untuk itu, DRD mempunyai peranan untuk mengevaluasi dan menyeleksi rencana kegiatan penelitian dan pengkajian perencanaan pembangunan di Kabupaten Batang Hari. DRD dapat berperan sebagai penyaring (filter), sehingga kegiatan riset, pengembangan, dan perencanaan pembangunan sesuai dengan ARD. Dengan demikian dapat diharapkan hasil riset tersebut mampu mendukung pembangunan yang dituangkan dalam RPJMD dan RPJPD. Agar tugas pokok pertama itu dapat berjalan dengan baik, maka adalah menjadi logis jika DRD juga mempunyai tugas melakukan koordinasi di bidang iptek. Kelancaran tugas DRD sebagian juga akan dipengaruhi oleh sejauh mana para pejabat/pemangku kepentingan di daerah menyadari pentingnya riset dan pengembangan bagi kesuksesan dan ketepatan pembangunan.


2.2.Status dan Kedudukan Dewan Riset Daerah
Dewan Riset Daerah (DRD) di Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga independen non-struktural. Secara organisasi, berada di bawah arahan dan koordinasi Bupati, dan bertanggung jawab kepada Bupati, berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten.


2.3.Peranan DRD dalam Pembangunan

Sebagai lembaga nonstruktural yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, DRD mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut: memberikan masukan kepada Pemda berupa pemikiran dalam rangka: a) pemetaan kebutuhan iptek; b) mencari, memenuhi, merumuskan kebijakan dan arah pembangunan iptek sesuai dengan potensi keunggulan yang dimiliki; c) menentukan prioritas utama dan perangkat kepentingan permasalahan riset dan iptek; d) pemantauan, penilaian, evaluasi terhadap arah kebijakan iptek; sebagai gudang pakar, DRD berperan secara aktif untuk: a) mencarikan alternatif pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapi daerah; b) secara proaktif memberikan saran/gagasan pengembangan potensi daerah yang berpeluang untuk meningkatkan pendapatan daerah; sebagai kelompok ilmuwan, DRD dapat berperan sebagai: a) kelompok penjajagan untuk menguji pelaksanaan kebijakan iptek; b) pendukung moral dalam memprioritaskan penguasaan IPTEK. Peranan Dewan Riset Daerah.

DRD merupakan inisiator dan akselerator pembangunan iptek yang mempunyai posisi dan peran strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan iptek di daerah. Sebagai inisiator pembangunan iptek, DRD dapat secara aktif: a) memprakarsai pemanfaatan iptek untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan potensi sumber daya masing-masing daerah, mengarahkan program pembangunan yang berbasis kajian dan riset; b) melakukan inventarisasi kapasitas dan kapabilitas iptek daerah dan memanfaatkannya untuk pemanfaatan iptek yang merata, efektif dan efisien; serta c) melakukan pemilihan kategori iptek yang selaras dengan pelaksanaan pembangunan daerah, terutama dalam menemukan solusi ilmiah terhadap berbagai permasalahan kritis yang kerap kali dihadapi oleh daerah (Kabupaten/Kota).

Sebagai akselerator pembangunan Iptek daerah, DRD dapat secara aktif: a) memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan pembangunan daerah, mengarahkan dan memotivasi perencanaan program dan kegiatan pembangunan yang berdasarkan kajian ilmiah dan penelitian; b) melakukan berbagai kegiatan yang mendukung pemberdayaan industri di daerah sehingga industri di daerah mampu mengaplikasikan iptek dan meningkatkan kapasitas iptek-nya untuk meningkatkan nilai tambah produk; serta c) mendorong mobilisasi potensi iptek di daerah sehingga pemanfaatan dan penguasaan iptek dapat dilakukan secara optimal untuk mempercepat proses kemandirian daerah.





III.METODOLOGI

Kajian ini mendeskripsikan informasi terkait Dewan Riset Daerah (DRD) dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, baik browsing dari sumber-sumber yang tersedia di internet atau pun studi literatur (pustaka). Metode ini dipilih dengan tujuan penguatan urgensi dibentuknya Dewan Riset Daerah di Kabupaten Batang Hari.





IV.PEMBAHASAN

4.1.Urgensi Pembentukan Dewan Riset Daerah bagi Kabupaten Batang Hari.

Berikut ini urgensi pembentukan Dewan Riset Daerah di Kabupaten Batang Hari:

Dewan Riset Daerah akan mendorong percepatan terwujudnya Pembangunan Kabupaten Batang Hari yang berkesinambungan, bertumpu pada budaya keilmuan dan pengembangan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka menghadapi era globalisasi.

Dewan Riset Daerah akan menjadi partner Pemerintah Kabupaten Batang Hari dalam hal Konsultasi dan advokasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pemerintah serta masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kinerja, program, proses, output, dan outcome pembangunan.


4.2.Model/Prosedur Terbaik dalam Pembentukan Dewan Riset Daerah Kabupaten Batang Hari

Secara sederhana, ada tiga model/prosedur yang dapat dilakukan dalam upaya pembentukan Dewan Riset Daerah di Kabupaten Batang Hari, di antaranya:

1)Personil dan Agenda Riset Daerah ditetapkan langsung oleh Bupati Batang Hari. Penetapan Personil (keanggotaan) Dewan Riset Daerah didasarkan pada Kiprah, kinerja, dan Track Record tiap individu yang akan ditetapkan sebagai personil DRD. Agenda Riset daerah ditetapkan langsung oleh Bupati Batang Hari berdasarkan prioritas pembangunan dan kendala yang dihadapi. Kelemahan prosedur ini adalah subyektivitas Pimpinan yang dewasa ini justru harus mulai dihilangkan dan dinilai tidak transparan.

2)Personil Dewan Riset Daerah dan struktur kepemimpinannya sepenuhnya mengandalkan akademisi yang ada di Kabupaten Batang Hari. Prosedur ini dinilai kurang mewakili aspirasi masyarakat Batang Hari yang terdiri dari berbagai kalangan dan unsur pakar.

3)Personil Dewan Riset daerah ditetapkan melalui proses seleksi dengan membuka peluang untuk diikuti oleh berbagai pihak, bersifat umum dan obyektif karena masyarakat yang dianggap qualified dapat mendaftarkan dirinya sebagai anggota Dewan Riset Daerah. Prosedur ke-3 ini sangat disarankan untuk dilaksanakan.


4.3.Kriteria Anggota Dewan Riset Daerah yang Tepat untuk Menunjang Program Pembangunan Kabupaten Batang Hari.

Jika mengacu pada karakteristik Kabupaten Batang Hari yang cenderung heterogen, maka diuraikan beberapa kriteria personil DRD yang cocok, sebagai berikut:

1.Mengedepankan sisi kelimuan (ilmiah) dan rasionalitas dalam berbagai pemecahan masalah serta berkarakter.

2.Memiliki kecerdasan emosional-spiritual yang seimbang, unggul dalam intelektualitas, reputasi keilmuan, dan berintegritas tinggi, diutamakan memahami kebijakan makro.

3.Memiliki dedikasi dan konsistensi dalam memajukan IPTEK untuk pembangunan dengan mengutamakan academic reasoning.

4.Memiliki jejaring kerja (networking) yang baik dan mampu bekerja sama dengan pemerintah daerah Kabupaten Batang Hari.

5.Memiliki komitmen terhadap pemecahan permasalahan pembangunan Kabupaten Batang Hari.

6.Mewakili unsur Keanggotaan Dewan Riset Daerah (DRD) dengan itikad awal membantu optimalisasi kinerja aparatur pembangunan daerah.

7.Mempunyai rasa memiliki (sense of belonging), rasa berpartisipasi (sense of participation), rasa kepekaan (sense of responsiveness), dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang tinggi.


4.4.Sasaran Kegiatan DRD Kabupaten Batang Hari setelah terbentuknya

Sasaran kegiatan kerja DRD setelah terbentuknya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batang Hari dengan jalan menyediakan kemudahan bagi terjadinya konsolidasi sumber daya Iptek Kabupaten Batang Hari, terkoordinasinya kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek di Kabupaten Batang Hari, terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan penelitian di Kabupaten Batang Hari, terkondisikannya pemanfaatan hasil Iptek yang sesuai dengan kebutuhan Kabupaten Batang Hari untuk kesejahteraan masyarakat. Keberadaan DRD di Kabupaten Batang Hari akan sangat membantu program-program pembangunan. DRD dapat memberi saran, berdasarkan analisis ilmiah yang mendalam, mengenai hal-hal apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh Pemkab bagi kesejahteraan masyarakat. Tentu saja untuk memberikan rekomendasi yang akurat, efisien dan efektif, DRD perlu mengkaji terlebih dahulu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Kabupaten Batang Hari, potensi yang ada, dan kajian-kajian lain yang terkait.


4.5.Arahan yang Efektif bagi Dewan Riset Daerah dalam Penyusunan Agenda Riset Daerah setelah Ditetapkannya Personil Dewan Riset Daerah Oleh Bupati Batang Hari.

Anggota/personil dan jajaran pimpinan DRD yang dibentuk serta ditetapkan nantinya, diharapkan dapat menyusun Agenda Riset Daerah yang terdiri atas bidang fokus:

(1) Pertanian dan Ketahanan Pangan;
Isu strategis pada urusan pertanian adalah masih cukup tingginya alih fungsi lahan, biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual, belum optimalnya manajemen agribisnis, dan akses pemodalan yang belum merata. Isu strategis pada urusan ketahanan pangan adalah belum optimalnya diversifikasi produk pangan lokal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kecenderungan bergesernya pola konsumsi masyarakat. Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun.

(2) Infrastruktur dan Teknologi Informasi;
Isu strategis pada urusan komunikasi dan informatika adalah belum optimalnya implementasi e-government dan
pelayanan perizinan yang menggunakan teknologi informasi, sedangkan isu strategis pada urusan perhubungan adalah kurangnya sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan dalam memperkokoh fungsi jaringannya, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Isu strategis pada urusan pekerjaan umum adalah tingkat kerusakan jalan dan upaya pemeliharaannya, jembatan dan irigasi belum sebanding dengan kebutuhannya serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana.

(3) Lingkungan dan Kebencanaan;
Isu strategis pada urusan lingkungan dan kebencanaan yakni (1) terjadinya degradasi lingkungan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan dampak pemanasan global; (2) perlunya integrasi kegiatan mulai dari pra bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana secara seimbang dan sinergis.

(4) Kesehatan dan Obat;
Isu strategis pada masalah kesehatan adalah terbatasnya sumberdaya kesehatan, belum optimalnya pelayanan kesehatan, masih adanya ancaman penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular, dan masih banyaknya penduduk yang belum menjadi peserta BPJS dan atau jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya.

(5) Keamanan dan Ketertiban;
Isu strategis pada urusan kesatuan bangsa dan politik dalam Kabupaten adalah meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi peraturan.

(6) Sosial Kemasyarakatan.
Isu strategis pada urusan pendidikan adalah belum optimalnya aksesibilitas, sarana dan prasarana dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraaan pendidikan. Isu strategis pada urusan kebudayaan adalah masih rendahnya penerapan nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan sehari-hari, belum optimalnya pengelolaan kekayaan budaya, dan masih terbatasnya kualitas sumberdaya manusia pelaku budaya. Isu strategis pada urusan sosial adalah masih cukup tingginya angka kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).





V.KESIMPULAN

Hingga tahun 2016, Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Batang Hari kerap kali dihadapkan pada berbagai kendala, antara lain masalah terbatasnya kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pelaksanaan pembangunan, perencanaan pembangunan yang kurang terfokus pada potensi unggulan dan kebutuhan yang mendesak, serta masih kurangnya pendayagunaan pakar keilmuan dan hasil kajian keilmuan. Pelaksanaan penelitian dan pengkajian keilmuan di Kabupaten Batang Hari, belum terfokus dan belum 100% mengacu pada kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan yang bekerja sama dengan Bidang Litbang Bappeda Kabupaten Batang Hari, dinilai belum efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Antara lain disebabkan belum adanya sistem penelitian dan pengembangan daerah yang baku, yang secara jelas memberikan visi, misi, dan strategi kunci penelitian dan pengembangan (road map). Keadaan-keadaan tersebut bermuara pada pengambilan kebijakan dan keputusan pembangunan yang kurang didasarkan atas pertimbangan ilmiah dan analisis kebutuhan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan suatu organisasi yang dapat melaksanakan fungsi riset dan pengoptimalan IPTEK dalam mensukseskan program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Batang Hari. Organisasi yang dinilai tepat untuk mengemban tugas dan fungsi tersebut adalah Dewan Riset Daerah (DRD), yang diketahui di beberapa Kabupaten yang ada di Indonesia telah aktif dan terbentuk DRD dengan berbagai perannya dalam menunjang pembangunan, namun di Kabupaten Batang Hari hingga saat ini belum dibentuk dan ditetapkan DRD beserta Agenda Riset Daerahnya
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, urgensi dibentuknya DRD adalah untuk melaksanakan kajian strategis keseluruhan pembangunan di Kabupaten Batang Hari. Kajian tersebut mencakup aspek pembangunan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi dan kebutuhan pembangunan di sisi lain. Serta peran DRD akan semakin signifikan jika dalam teknis perencanaan pembangunan, DRD mengkaji secara ilmiah dan menyeluruh terkait usulan program dan kegiatan pembangunan, terutama dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), sehingga tidak ada program pembangunan yang tidak tepat sasaran. Dalam keterbatasan sumber daya yang ada, maka dipilih kajian prioritas dalam kurun waktu yang ditetapkan. Peran DRD nantinya diharapkan dapat mendampingi pemerintah daerah dalam memprioritaskan berbagai program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tersinkronisasi dalam kebijakan Bupati Batang Hari.





VI.REKOMENDASI

Mengingat urgensi pembentukan Dewan Riset Daerah ini, direkomendasikan agar Kabupaten Batang Hari segera membentuk Dewan Riset Daerah.





REFERENSI

1.Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK 2005 -2025, tahun 2006.

2.Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian, Perumusan, dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan IPTEK.

3.Undang-Undang No.18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

4.Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka panjang (RPJP) 2005 – 2025.

5.Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

6.Undang-Undang dan Peraturan lain Terkait Riset dan IPTEK, serta berbagai Sumber Terkait Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah.

7.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019.

8.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Operasional Pelaksana Kegiatan Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah

9.Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari No.4 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Batang Hari tahun 2006 – 2025.

10.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Batang Hari 2011 – 2016.

11.Visi Misi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) 2025.

12.Paparan Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) dalam Expose DRD Regional Indonesia Bagian Barat tahun 2016 di Jambi.

13.Profil Dewan Riset Daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia.


by Bunga_Flo'2015 & diedit seperlunya di tahun 2016



*Artikel DRD ini disusun oleh Bunga Mardhotillah di awal tahun 2015, namun berhubung belum sempat diedit lebih lanjut (artikel ini masih jauh dari kategori 'lengkap') & belum dimuat di media mana pun, artikel ini akhirnya hanya dipublikasikan di blog multifungsi ini ^^



Tuesday, February 4, 2014

Alhamdulillah dimuat lagi... ^_^

Alhamdulillah, Tulisan Bunga tentang peran aktif perempuan dalam Pembangunan di Kabupaten Batang Hari dimuat di Jurnal Balitbangda Provinsi Jambi (Jurnal 'Khazanah Intelektual' di penghujung 2013 lalu). Ini Tulisan ke-2 Bunga yang dimuat :))


PERAN AKTIF PEREMPUAN DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM PEMBANGUNAN YANG RESPONSIF GENDER PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

ACTIVE ROLE OF WOMEN IN PLANNING AND BUDGETING FOR GENDER RESPONSIVE PROGRAM DEVELOPMENT IN BATANG HARI DISTRICT GOVERNMENT

Oleh: Bunga mardhotillah, S.Si,M.Stat
(Bappeda Kabupaten Batang Hari)


ABSTRAK

Permasalahan gender kerap kali bermula dari relasi gender yang cenderung timpang/tidak adil antara perempuan dan laki-laki serta merugikan salah satu pihak. Hal ini muncul karena berbagai aspek, mulai dari pengaruh nilai-nilai budaya, rendahnya kapasitas perempuan, interpretasi agama dan sebagainya. Seringkali kesenjangan gender berawal dari tingkat keluarga dan kemudian meluas ke tingkat makro. Program pemberdayaan perempuan merupakan program-program yang berpihak pada kebutuhan perempuan dan diarahkan untuk mewujudkan kemitra-sejajaran perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan, yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah responsif gender. Di sisi lain peranan perempuan sangat menentukan berjalannya program pembangunan responsif gender. Karena tentunya perempuan yang dapat memperjuangkan hak-hak kaumnya sendiri, agar tidak terjadi ketimpangan gender dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga peran-peran aktif yang strategis dari kalangan perempuan, akan dapat memperkuat Perencanaan Program Pembangunan yang responsif gender. Di Kabupaten Batang Hari, jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan secara umum sudah lebih tinggi dibandingkan jumlah PNS laki-laki. Selain itu, dibentuknya Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) yang lebih fokus dalam mengoptimalkan peranan perempuan, cukup memberikan pengaruh positif dalam peningkatan kualitas dan kuantitas perencanaan program dan penganggaran yang responsif gender di Kabupaten Batang Hari. Sehingga kajian ini difokuskan untuk membahas lebih lanjut terkait Peran Aktif Perempuan dalam Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Responsif Gender pada Pemerintah Kabupaten Batang Hari Tahun Anggaran 2012 dan 2013.



ABSTRACT

Gender concerns often stems from unequal gender relations tend/unfair between women and men as well as detrimental to either party . It arises due to a variety of aspects, ranging from the influence of cultural values, low capacity of women, religious interpretations and so on. Often the gender gap starts from the family level and then extends to the macro level. Women's empowerment programs are programs in favor of women's needs and geared to realize equal partners between women and men in life, which in turn is better known by the term gender responsive. On the other hand the role of women is crucial passage of gender- responsive development programs. Because of course women can fight for the rights of their own rights , in order to avoid gender inequality with men in all aspects of life. So that the active roles of strategic among women, will be able to strengthen the Development Planning gender responsive budgeting . In Batang Hari, the number of female civil servants in general are higher than the number of male civil servants . In addition, the establishment of Family Planning Agency and the Empowerment of Women are more focused on optimizing the role of women, quite a positive influence in improving the quality and quantity of program planning and gender responsive budgeting in Batang Hari. So the study is focused to discuss further related Active Role of Women in Program Planning and Development Gender Responsive Budgeting in Batang Hari District Government for Fiscal Year 2012 and 2013.


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gender merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan peran antara laki-laki dan perempuan. Permasalahan gender kerap kali bermula dari permasalahan relasi gender yang tidak adil antara perempuan dan laki-laki serta merugikan salah satu pihak. Hal ini muncul karena berbagai aspek, mulai dari pengaruh nilai-nilai budaya, rendahnya kapasitas perempuan, interpretasi agama dan sebagainya.
Seringkali kesenjangan gender berawal dari tingkat keluarga dan kemudian meluas ke tingkat makro, seperti kualitas Human Development Indeks (HDI) yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang terhambat, kualitas pendidikan yang rendah, kualitas kesehatan rendah, masalah sosial yang tinggi dan sebagainya.

Permasalahan Gender, Kemiskinan dan Pengarus Utamaan Gender (PUG) berfokus pada ketidakadilan yang tercermin pada data yang memperlihatkan terjadinya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan (ketimpangan gender), antarkelompok umur, antarlokasi, dan seterusnya. Berdasarkan data tadi, kemudian akan dilakukan penelusuran sebab-sebab dan dampak yang ditimbulkannya (kaitan antara gender dan kemiskinan). Pemetaan atas realita akan dilanjutkan dengan strategi bagaimana mengatasi kesenjangan yang terjadi. Strategi yang digunakan adalah pengarus utamaan gender untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

Dewasa ini di Indonesia terdapat fakta ketidakadilan/ketidaksetaraan gender dalam beberapa tipe dan bentuknya berbeda di masing-masing daerah dan harus ada usaha untuk menghilangkan atau meminimalisasi ketimpangan/ketidakadilan tersebut. Program pemberdayaan perempuan, awalnya diarahkan untuk mendorong kemajuan perempuan. Namun dalam perjalanannya, diarahkan untuk mewujudkan kemitra-sejajaran perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan, yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah responsif gender.

Di sisi lain peranan perempuan sangat menentukan berjalannya program pembangunan responsif gender. Karena tentunya perempuan yang dapat memperjuangkan hak-hak kaumnya sendiri, agar tidak terjadi ketimpangan gender dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Kecil kemungkinannya laki-laki akan memperjuangkan hak-hak perempuan secara menyeluruh. Dan peran perempuan yang diharapkan dalam program pembangunan responsif gender ini, adalah peran aktif dan strategis perempuan. Sehingga peran-peran aktif yang strategis dari kalangan perempuan, akan dapat memperkuat Perencanaan Program Pembangunan yang responsif gender. Responsif gender di Kabupaten Batang Hari telah mulai meningkat, dengan adanya upaya untuk menghargai peran aktif perempuan ini berupa pembentukan Badan/Lembaga yang khusus mengurus permasalahan perempuan yaitu BKBPP (Badan Keluarga Berncana dan Pemberdayaan Perempuan) pada tahun 2012. Namun adanya BKBPP tersebut, tidak menjamin program pembangunan yang responsif gender telah diterapkan pula di bidang/fokus pembangunan lainnya di Kabupaten Batang Hari.

Berlatar belakang dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Peran Aktif Perempuan dalam Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Responsif Gender di Kabupaten Batang Hari.




1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.Bagaimana Gambaran Umum Gender Responsive Budgeting di Kabupaten Batang Hari Tahun Anggaran 2012 dan Tahun Anggaran 2013?

2.Bagaimana Meningkatkan Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Responsif Gender yang mengutamakan pembangunan dalam berbagai aspek yang menunjang Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Batang Hari?

3.Bagaimana Merencanakan Program Penyadaran Dan Penguatan Hak Otonomi Perempuan Untuk Berperan dalam Pembangunan Kabupaten Batang Hari?

4.Bagaimana Strategi Pembangunan Responsif Gender di Kabupaten Batang Hari?


1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan karya ilmiah populer dengan tema Responsif Gender ini bertujuan dan diupayakan bermanfaat untuk:

1.Meningkatkan wawasan penulis dalam bidang Pemberdayaan Perempuan.

2.Mengkaji dan Membahas lebih jauh mengenai Peningkatan Peran Aktif Perempuan dalam Perencanaan Program Pembangunan dan Penganggaran Responsif Gender di Kabupaten Batang Hari.

3.Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai bidang Pemberdayaan Perempuan, khususnya permasalahan Responsif Gender di Kabupaten Batang Hari.



II. LANDASAN TEORI

2.1. Responsif Gender di Indonesia

Sebagaimana kita ketahui, berdasarkan data sensus penduduk yang dilaksanakan oleh BPS, jumlah penduduk perempuan melebihi separuh penduduk Indonesia. Bila ditunjang oleh kualitas yang tinggi, maka penduduk perempuan Indonesia akan menjadi potensi yang menjadi modal pembangunan. Program pemberdayaan perempuan, awalnya diarahkan untuk mendorong kemajuan perempuan. Namun dalam perjalanannya, diarahkan untuk mewujudkan kemitra-sejajaran perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan, yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah responsif gender.

Secara umum dalam konteks menganalisis tentang ketimpangan gender merupakan jenis ketimpangan yang bisa dikombinasikan dengan jenis ketimpangan lainnya yaitu ketimpangan berdasarkan kelompok usia, ras, etnis, kemampuan yang berbeda, lokasi geografis. Kondisi ini menjadikan perempuan mengalami diskriminasi berlapis. (Zurweni: 2010)

Pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi yang bisa dipakai untuk menghilangkan atau meminimalisasi ketimpangan yang terjadi menuju kesetaraan dan keadilan gender. Data dan fakta ketimpangan diperlukan sebagai dasar penyusunan program pembangunan di daerahnya masing-masing, sehingga program disusun untuk menyelesaikan masalah, termasuk masalah ketimpangan gender.


2.2. APBD dan Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Penerapan strategi pengarus utamaan gender mulai dari proses perencanaan sampai dengan evaluasi setiap program/kegiatan di setiap sektor. Dengan kata lain, strategi pengarusutamaan gender dilakukan pada setiap tahapan siklus APBD. Untuk dapat menerapkan strategi pengarusutamaan gender itu, pemahaman terhadap siklus APBD menjadi perlu.

Dalam merencanakan dan menganggarkan program pembangunan responsif gender, dibutuhkan Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender. Yang perlu diketahui dalam hal ini adalah tujuan advokasi anggaran responsif gender dan strategi untuk mencapai tujuan advokasi. Peserta diajak memahami dan sepakat mengenai pentingnya membangun kemitraan (partnership) antara LSM, eksekutif dan legislatif untuk advokasi yang efektif. Dengan demikian, perjuangan mewujudkan anggaran responsif gender oleh ketiga aktor utama tadi, dilakukan dengan mengoptimalkan peran yang mereka miliki. Salah satu langkah konkret advokasi adalah membuat komitmen “memperjuangkan anggaran responsif gender” dalam Rencana Tindak Lanjut yang disusun bersama antara LSM, eksekutif dan legislatif. Beberapa isu yang menarik untuk dibahas dewasa ini yaitu isu gender dan peraturan perundangan. Hal-hal tersebut sangat diperlukan agar tampak keterkaitan program pembangunan dengan isu gender sekaligus sebagai proses internalisasi isu gender di pemerintahan daerah. Sementara itu, tema peraturan perundangan harus dipedomani dengan cara membahas aturan perundangan yang terkait. (Maya Rostanty: 2007)

Salah satu asas umum pengelolaan keuangan daerah adalah keadilan dan manfaat untuk masyarakat. Maka ditekankan bahwa keadilan dan manfaat serta pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adalah untuk semua kelompok, terutama bagi kelompok miskin dan kelompok rentan lainnya (anak, penyandang cacat, lansia dan perempuan) dengan argumen bahwa dengan sumber daya yang terbatas maka Anggaran untuk kelompok rentan tersebut belum menjadi prioritas karena intervensi pemerintah. Isu gender yang dihadirkan adalah mengenai partisipasi perempuan di setiap tahapan dalam siklus APBD.


2.3. Peraturan Perundangan (Dasar Hukum) Terkait Responsif Gender

Peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam Perencanaan adalah pasal-pasal tentang fungsi, asas umum pengelolaan keuangan daerah, urusan wajib dan urusan pilihan daerah. Pasal-pasal ini dibahas untuk menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan aturan hukum itu agar hak rakyat terpenuhi. Dalam hal ini peraturan perundangan yang dapat dijadikan pedoman adalah Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan dan Kepmendagri No 132 Tahun 2003 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Selanjutnya, berpedoman pula pada pasal-pasal yang terkait dengan proses dan tahapan dalam siklus APBD sesuai UU No 25 Tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Nasional 2012.

Semangat yang ingin dibangun adalah bagaimana menegakkan peraturan perundangan yang ada. Terkait dengan upaya mewujudkan anggaran responsif gender, maka peluang-peluang yang ada dioptimalkan dan ancaman-ancaman yang ada diminimalisasi. Peluang-peluang itu muncul dari pasal-pasal yang ada dalam peraturan perundangan. Misalnya, pasal tentang urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah dapat dijadikan argumen ketika berhadapan dengan pihak pemerintah tentang pentingnya pembangunan sektor pendidikan. Selain itu, pasal tentang asas transparansi dan prinsip-prinsip dalam pengelolaan keuangan daerah dapat dijadikan bekal untuk menangkal argumen bahwa dokumen APBD bersifat rahasia dan tidak boleh disebarluaskan.


2.4. Ketimpangan sebagai Masalah Lama yang Kerap Terabaikan

Ketimpangan yang semakin lebar antara kaya dan miskin adalah salah satu fenomena pembangunan yang dijalankan selama ini. Sebagaimana terungkap dalam banyak kajian, tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang terjadi pada saat pra krisis ekonomi telah memberikan keuntungan yang luas bagi penduduknya secara umum. Hal ini terbukti dari tingkat kemiskinan yang menurun dengan pesat disertai berbagai indikator kesejahteraan lainnya yang semakin membaik. Namun, ternyata manfaatnya tidak dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Segelintir kelompok masyarakat, khususnya yang berada pada puncak distribusi pendapatan dan kekuasaan politik, menikmati potongan kue pertumbuhan ekonomi yang terbesar, sementara kelompok lainnya harus puas mengunyah remah-remahnya. Kondisi ini diperkuat dengan data statistik tentang rasio gini dan didukung oleh persepsi masyarakat. Rasio Gini adalah suatu ukuran ketimpangan yang memiliki kisaran nilai antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilainya Rasio Gininya semakin tinggi tingkat ketimpangan. Pada 1990, nilai Rasio Gini di Indonesia adalah 0,32, sedangkan nilai Rasio Gini di 1996 adalah 0,34. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam kurun waktu tersebut diikuti dengan peningkatan ketimpangan. Sementara pada tahun 1999, tingkat ketimpangan turun drastis yang ditandai dengan turunnya indeks Rasio Gini menjadi 0,30, data yang memperkuat banyak temuan krisis ekonomi paling banyak mempengaruhi kelompok ekonomi atas. Hal yang mengkhawatirkan, pada 2002 nilai Rasio Gini adalah 0,32 yang menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pasca krisis meningkat. Hingga pada tahun 2005-2012 indeks Gini/Gini Rasio berkembang secara fluktuatif bahkan dapat dikatakan cenderung meningkat. Ketimpangan secara ekonomi hanyalah salah satu dari jenis ketimpangan dan merupakan jenis ketimpangan yang paling sering diukur. Namun, ketimpangan juga meliputi dimensi kesejahteraan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, partisipasi politik, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, ketimpangan dapat diukur pada tingkat individu atau rumah tangga, namun juga bisa diukur pada tingkat kelompok. Ketimpangan berawal dari diskriminasi.

Diskriminasi adalah pembedaan antara manusia berdasarkan gender, usia, ras, kelas, atau faktor yang lain. Satu orang diberi kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya yang pada akhirnya menjadikan seseorang lebih memiliki kekuasaan dibandingkan dengan yang lainnya. Faktor-faktor diskriminasi bermacam-macam, ada yang sifatnya ada sejak lahir dan ada yang bentukan sosial, meliputi:

1.Gender
Gender merujuk pada deskripsi sosial, peran, dan tanggungjawab yang dilabelkan kepada perempuan dan laki-laki. Jika seks adalah fakta biologis yang tidak bisa berubah, maka gender dihasilkan secara kultural, bisa berubah, bervariasi sepanjang waktu yang dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Stereotip gender secara umum adalah: laki-laki kuat/perempuan lemah, laki-laki adalah pencari nafkah/perempuan pengelola rumah tangga, laki-laki rasional/perempuan emosional.

2.Ras
Secara lugas, ras merujuk pada penduduk asli. Namun di politik, ras biasanya merujuk pada warna kulit dan bentuk wajah. Orang dengan kulit berwarna telah mengalami diskriminasi selama ratusan tahun. Warisan diskriminasi ini bisa dilihat dari kondisi saat ini dalam hal perekonomian, politik, dan sistem hukum, yang sejalan juga dengan stereotipe yang kuat.

3.Etnis
Etnis merujuk pada pembagian asal, tradisi, nilai sosial, dan praktik budaya. Etnis adalah istilah yang lebih jelas dibandingkan ras. Sebagai contoh, tidak semua orang kulit hitam memiliki etnis yang sama.

4.Agama
Agama merujuk pada kepercayaan dan ibadah yang bersifat transendental dan supranatural. Agama biasanya diikuti dengan pandangan tentang benar dan salah yang diberikan oleh otoritas moral tertinggi.

5.Status/kelas sosial-ekonomi
Istilah ini memiliki banyak arti. Secara umum, merujuk pada posisi seseorang di masyarakat yang ditentukan oleh banyak faktor, seperti pendidikan dan harta kekayaan. Status sosial ekonomi merupakan salah satu sumber ketidakberuntungan atau keistimewaan yang paling penting.

6.Umur
Umur seseorang adalah sederet tahun kronologis seseorang. Umur adalah sumber umum dari diskriminasi yang berakibat berbeda bagi perempuan dan laki-laki, dan berbeda pula jika konteks berbeda. Sebagai contoh, di Afrika dan Asia Selatan umur memberikan perempuan status lebih, sedangkan di beberapa bagian di Barat perempuan tua kurang memiliki atau tidak memiliki status.

7.Lokasi Geografis Lokasi dimana seseorang tinggal sering ditentukan oleh pilihan, kesempatan dan sumber daya. Sebagai contoh, penduduk di daerah pedesaan biasanya mengalami diskriminasi dibandingkan dengan penduduk perkotaan sebab mereka kurang memiliki akses ke sumber daya, pelayanan dan pengambilan keputusan. Pembagian wilayah penting lainnya adalah wilayah utara yang mengontrol hampir seluruh sumber daya dunia dengan wilayah selatan.

8.Kemampuan berbeda (disability) Kemampuan berbeda merujuk kepada kondisi metal atau fisik yang membuat seseorang berbeda dengan kondisi yang biasanya disebut dengan “normal.” Kemampuan berbeda sering membuat seseorang beraktivitas di tempat berbeda dan membutuhkan bantuan untuk dapat beraktivitas secara normal. Masyarakat sering berlaku kasar kepada orang dengan kemampuan berbeda.


2.5.Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Responsif Gender dalam berbagai Aspek yang Menunjang Pemberdayaan Perempuan

Pada hakikatnya sasaran program pemberdayaan perempuan diarahkan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri perempuan, yang memungkinkan perempuan dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki terhadap Sumber Daya Pembangunan.
Partisipasi masyarakat di setiap siklus APBD masih sangat minim dan menempatkan pemerintah daerah dan DPRD sebagai aktor utama.

Di proses penyusunan APBD, aturan perundangan menempatkan Musrenbang sebagai saluran resmi partisipasi masyarakat. Namun, tujuan Musrenbang adalah mendapatkan masukan atas Draft Awal dari dokumen perencanaan. Pada saat pembahasan APBD di DPRD, tidak ada aturan yang secara eksplisit menerangkan tentang keterlibatan masyarakat dalam proses APBD. Begitu juga dengan tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD. Jika kondisinya demikian, apakah partisipasi masyarakat dalam setiap tahap siklus APBD penting? Bukankah masyarakat sudah memiliki wakil yang duduk sebagai anggota DPRD? Setidaknya ada lima alasan mengapa partisipasi masyarakat dalam setiap tahap siklus APBD penting, sebagai berikut:

Pertama, dalam sistem demokrasi perwakilan, ada kecenderungan wakil rakyat adalah kelompok elite yang seringkali tidak memiliki hubungan langsung dengan konstituennya. Proses ini sering disebut sebagai proses pembajakan demokrasi oleh kelompok elite (capture by elite). Selain itu ada kelemahan internal dari mekanime demokrasi perwakilan, yaitu jarak yang lama antara satu Pemilu dengan Pemilu berikutnya (rata-rata empat sampai lima tahun). Jarak yang lama memungkinkan para wakil rakyat melupakan janji-janji waktu kampanye, baik karena kebutuhan pragmatis, kepentingan pribadi, maupun penyalahgunaan jabatan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan instrumen kelembagaan agar pejabat publik yang terpilih dan partai politik dapat terus menerus berkomunikasi dengan organisasi masyarakat sipil. Instrumen kelembagaan ini bukan merupakan pengganti dari demokrasi perwakilan melainkan instrumen untuk memperdalam demokrasi (deepening democracy). Kedua, kenyataan sosial bersifat komplek. Para ahli dan birokrat yang biasanya secara intens memproses kebijakan publik untuk diputuskan secara politik- tidak mungkin memiliki seluruh informasi yang memadai untuk membuat kebijakan yang menguntungkan semua orang (optimum). Ketiga, kecenderungan semakin rendahnya rasa kepemilikan rakyat terhadap pemerintahan yang terjadi dalam negara-negara yang menjalankan demokrasi perwakilan. Keempat, partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dapat meningkatkan kinerja administrasi pemerintahan. Kelima, ruang yang terbuka dan adil merupakan wahana bagi pembelajaran politik masyarakat sipil dalam bernegosiasi dan memutuskan mana yang terbaik mengenai kebijakan publik.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan siklus APBD menjadi penting untuk dilakukan. Karena aturan perundangan tidak secara jelas mengatur mekanisme keterlibatan masyarakat di setiap tahap dalam siklus APBD, maka para kader pembangunan harus kreatif dan inovatif melakukan terobosan partisipasi, memanfaatkan setiap peluang yang ada agar tangga partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan.


Proses perencanaan dan penganggaran yang ada saat ini masih memiliki banyak masalah, antara lain:

1.Musrenbang masih menjadi wilayah para elite (tokoh masyarakat, aparat desa/ kelurahan hingga pejabat) dan belum membuka akses seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.

2.Proses Musrenbang masih jauh dari proses perencanaan partisipatif ideal karena pihak aparat desa/kelurahan dan kecamatan berperan dominan dalam mengambil keputusan. Dalam perencanaan partisipatif seharusnya setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk bersuara dan keputusan diambil bersama.

3.Usulan musrenbang yang jarang diakomodasi dalam APBD mengakibatkan munculnya rasa skeptisisme dan apatis di kalangan masyarakat terhadap kegiatan musrenbang. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak merasakan manfaat dari proses musrenbang yang diikutinya.

4.Anggaran pelaksanaan musrenbang yang sangat minim menjadikan out-putmusrenbang menjadi tidak optimal.

5.Tidak dipatuhinya jadwal tahapan siklus APBD sesuai dengan peraturan perundangan oleh pemerintah daerah mengakibatkan kebingungan masyarakat dalam mengawal proses APBD karena jadwal yang tidak pasti.

6.Masih adanya persepsi di sebagian masyarakat bahwa APBD adalah urusannya pemerintah dan masyarakat tidak perlu ikut campur.

7.Masih rendahnya kapasitas masyarakat dalam melakukan pencermatan dan pengkritisan usulan program karena minimnya sosialisasi tentang hak masyarakat dalam APBD. (Modul Perencanaan dan Penganggaran: 2013)


III METODE KAJIAN

Kajian ini merupakan kajian kualitatif yang bersifat deskriptif atau menggambarkan kondisi umum Analisis Responsif Gender secara sederhana, dengan data-data sekunder mengenai gender dan penganggaran program-program yang responsif gender di Kabupaten Batang Hari Tahun 2012 dan 2013. Beberapa di antaranya adalah data yang telah ada dalam Batang Hari dalam Angka (BHDA), Data Kepegawaian, dan Penganggaran Program-Program APBD yang Responsif Gender Tahun Anggara (TA) 2012 dan TA 2013.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Pembangunan Responsif Gender di Kabupaten Batang Hari

Secara Umum jika dilihat dari Rasio Jenis Kelamin (kuantitas) pada data Kepegawaian September 2013, Kabupaten Batang Hari secara kuantitas telah memadai untuk pelaksanaan peningkatan program pembangunan responsif gender. Hal tersebut mengingat dari total jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Batang Hari yakni sebanyak 5826 orang, sebanyak 3024 orang adalah perempuan. Dengan kata lain 51,9% PNS Kabupaten Batang Hari adalah perempuan, dengan komposisi 656 orang Pegawai Golongan IV, 1466 orang Pegawai Golongan III, 882 orang Pegawai Golongan II, dan 20 orang Pegawai Golongan I. Jika kita analisis secara umum, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) elemen yang berperan adalah para pegawai Golongan III dan Golongan IV. Dan dari segi kuantitas tentu saja sudah lebih dari cukup, hanya saja kualitas peran aktif perempuan dalam pengambilan keputusan di Kabupaten Batang Hari masih tergolong rendah, terlihat dari beberapa Keputusan Bupati dalam pembentukan Tim Verifikasi Anggaran atau pun Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Dokumen Perencaaan dan Pelaporan kerap kali perempuan tidak diikut sertakan, kecuali di beberapa lini yang dianggap ringan saja.

Alokasi Dana yang dianggarkan untuk program-program responsif gender Tahun Anggaran 2012 di Kabupaten Batang Hari cukup signifikan, terlebih sejak disahkannya pembentukan Badan khusus yang mengelola kepentingan perempuan, yaitu Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) berdasarkan Peraturan Bupati Batang Hari Nomor 22 Tanggal 11 Januari 2012. Selain program pembangunan responsif gender di bidang kesehatan, Program-program dan Kegiatan-kegiatan terkait perempuan dan keluarga yang diusung oleh BKBPP mulai mewarnai Kabupaten Hari dengan intensitas yang tak kalah dengan program-program pembangunan lainnya serta disesuaikan dengan Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Nasional dan Renstra yang mereka susun. Demikian pula pada Tahun Anggaran 2013, Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dalam APBD cukup signifikan. Rincian berikut menunjukkan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dalam APBD Kabupaten Batang Hari TA 2012 dan 2013.


Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dalam APBD Kabupaten Batang Hari TA 2012 dan 2013
Nama Program/Kegiatan dengan Pendanaan dari APBD 2012 dan APBD 2013:

1.Program Pemberdayaan Perempuan 2012 (Kegiatan Sosialisasi Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Rp.158.893.000,-
2.Pendataan Statistik Gender dan Keluarga Berencana 2013 Rp. 199.546.800,-
3.Program Ketahanan Pemberdayaan Keluarga 2012 Rp. 229.762.000,-
4.Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan 2013 Rp. 115.015.300,-
5.Orientasi dan Penilaian Kader IMP 2012 Rp. 246.416.000,-
6.Penguatan Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Rp. 74.887.200,-
7.Jambore PKK Rp. 301.620.800,-
8.Pembinaan Organisasi Perempuan Rp. 150.000.000,-
9.Pembinaan PKK Rp. 1.075.392.200,-
10.Program Ketahanan Pemberdayaan Perempuan Rp. 555.914.500,-
11.Lomba Pembinaan PKK Rp. 157.475.000,-
12.Orientasi dan Penilaian Kader IMP Rp. 249.206.500,-
13.Program Kesehatan Reproduksi Remaja (Advokasi dan KIE tentang KRR) Rp. 258.041.500,-
14.Program Keluarga Berencana Rp. 249.206.500,-
15.Program Pelayanan Kontrasepsi Rp.195.502.000,-
16.Program Kesehatan Reproduksi Remaja Rp. 191.403.410,-
17.Pengadaan Sarana dan Prasarana Pelayanan KB Rp.869.210.000,-
18.Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan KB Rp. 1.092.858.723,-
19.Peningkatan Pelayanan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan (termasuk penanggulangan kasus ibu dan balita gizi buruk, dan penurunan angka kematian bayi) Rp. 280.412.000,-
20.Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6-24 bulan bagi keluarga miskin Rp. 60.840.000,-
21.Program Pengembangan Lingkungan Sehat 2012 (termasuk pembinaan ibu-ibu rumah tangga dalam hal sanitasi/kesling)Rp. 201.608.000,- 22.Peningkatan Pemberdayaan Konsumen/Masyarakat di Bidang Obat dan Makanan (Sebagian besar sasarannya adalah kaum ibu/perempuan) Rp. 61.424.000,-
23.Program Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya (termasuk peningkatan pelayanan Bidan Desa terkait persalinan dan Posyandu) Rp. 3.333.287.000,-
24.Program Pengembangan Lingkungan Sehat 2013(termasuk pembinaan ibu-ibu rumah tangga dalam hal sanitasi/kesling) Rp. 202.008.000,-
25.Program Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya (termasuk peningkatan pelayanan Bidan Desa terkait persalinan dan Posyandu) Rp. 3.215.115.737,-
TOTAL: Rp.13.169.132.000,-

4.2. Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Responsif Gender dalam berbagai Aspek yang Menunjang Pemberdayaan Perempuan

Melihat fakta yang terjadi selama ini sepertinya sudah menjadi kelaziman ketidak hadiran perempuan. Padahal keterlibatan mereka sangat diperlukan demi suksesnya program pembangunan. Ada beberapa alasan mengapa mereka perlu terlibat, antara lain:
1.kewajiban dari pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warganya, tanpa kecuali.
2.keterlibatan mereka merupakan kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengatasi masalah mereka.
3.peran ideal yang seharusnya diberikan kepada kelompok ini adalah menjadikannya pelaku (subjek) dan bukannya sasaran (objek).
Peran sebagai subjek tentu membutuhkan keterlibatan mereka, mulai dari identifikasi masalah, pelaksanaan program untuk mengatasi masalah, sampai dengan evaluasi pelaksanaan program.


Setelah mengetahui pentingnya partisipasi masyarakat, maka langkah selanjutnya adalah menentukan strategi khusus untuk melibatkan mereka berdasarkan pemahaman atas kendala partisipasi. Terkait dengan strategi khusus untuk meningkatkan keterlibatan kelompok perempuan, bisa dilihat dari best practices yang terjadi di beberapa daerah berikut ini:

1.Aturan kuota 30% perempuan dalam musrenbang di Surakarta.
2.Musrenbang khusus perempuan di Nusa Tenggara Timur.
3.Pelaksana proyek infrastruktur pedesaan 2/3 perempuan di Lombok Tengah NTB.

Berdasarkan beberapa contoh di atas, Kabupaten Batang Hari seyogianya melalui Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), dapat mengusung program pembangunan responsive gender serta meningkatkan peran aktif perempuan dalam penyusunan dan penganggaran APBD dengan beberapa langkah sebagai berikut:
1.Kategorisasikan Tipe Belanja untuk program/kegiatan yang diusung.
2.Diskusikan apakah program/kegiatan sudah responsif gender atau belum responsif gender
3.Jika sudah responsif gender, apa alasannya ?
4.Jika belum responsif gender, apa alasannya ?
5.Buatlah rekomendasi akhir atas program/kegiatan, dipertahankan, dihapus atau direvisi. Rekomendasi harus menyertakan alasan mengapa program/kegiatan dipertahankan, dihapus atau direvisi.


4.3. Program Penyadaran Dan Penguatan Hak Otonomi Perempuan Untuk Berperan Dalam Pembangunan

Berikut ini beberapa program yang dapat Menguatkan Peran Perempuan dalam Program responsive gender:
1.Mengadakan diskusi rutin
2.Mengadakan kegiatan peningkatan ekonomi perempuan dan keluarga
3.Mendalami masalah-masalah yg berkaitan dengan pemberdayaan perempuan beserta haknya seperti yang diakui secara universal berdasarkan Piagam Hak Azasi Manusia
4.Membongkar mitos-mitos yang merugikan perempuan serta membangun konsep kesetaraan di lingkungan kerja.
5.Melakukan pembelaan dan pendampingan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
6.Penyadaran kepada perempuan akan pentingnya pendidikan agar perempuan bisa menggunakan hak-haknya.


Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan


Suatu pemerintahan harus menjalankan amanahnya untuk mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Agar amanah tersebut bisa terwujud, maka perlu perubahan paradigma pemerintahan, yaitu melihat bahwa masyarakat tidak homogen. Kondisi bahwa masyarakat bersifat heterogen memunculkan fakta bahwa ada kebutuhan-kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok masyarakat. Misalnya, kelompok dengan kemampuan berbeda (disability) memiliki kebutuhan khusus dalam hal prasarana publik yang ramah dengan kondisi mereka. Begitu pula dengan perempuan dan laki-laki. Perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan dengan laki-laki, misalnya karena perbedaan fisik (perempuan hamil, sementara laki-laki tidak) maupun karena perbedaan karena kontruksi sosial (perempuan lebih banyak mengurus rumah tangga, sementara laki-laki tidak). Pemahaman dan pemenuhan atas kebutuhan yang berbeda ini merupakan pijakan awal jika ingin melakukan penguatan dan pemberdayaan kelompok-kelompok yang selama ini kurang beruntung (seperti kelompok miskin, perempuan, kemampuan berbeda) menuju tercapainya kesetaraan dan keadilan gender. Dengan mengakomodasikan adanya kebutuhan yang berbeda diharapkan penyelesaian masalah pembangunan akan dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya strategi pembangunan yang dinamakan dengan strategi pengarusutamaan dan keberpihakan gender (responsif gender).


V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Analisis anggaran responsif gender adalah analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana APBD telah mengakomodasi perspektif gender dalam program dan kegiatan karena program dan kegiatan yang didukung dengan alokasi anggaran yang memadai seharusnya merupakan upaya untuk mengatasi kesenjangan gender dalam rangka mencapai keadilan dan kesetaraan gender.
Penyebab utama gagalnya peningkatan kualitas dan kuantitas program responsif gender adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan merupakan sumber diskriminasi hak perempuan untuk hidup secara layak di tengah keluarga dan pembangunan bangsa. Kebodohan identik dengan Kemiskinan, karena dengan kebodohan, perempuan tidak akan dapat berperan dalam Pembangunan Bangsa. Sehingga perempuan harus berupaya untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas dirinya dengan menempuh jenjang pendidikan secara maksimal.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan agar BKBPP dan pihak-pihak terkait Pemberdayaan Perempuan memperjuangkan program pembangunan responsive gender serta kepada semua pihak disarankan untuk dapat :

1.Memahami bagaimana problem sosial memberikan dampak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, maka dibutuhkan solusi secara komprehensif dan adil.
2.Mengindentifikasi dan menemukan perbedaan sebagai penghalang untuk berpartisipasi.
3.Melibatkan baik laki-laki maupun perempuan dengan menyesuaikan waktu dan struktur dari kegiatan advokasi untuk menyesuaikan dengan perbedaan jadwal mereka.
4.Meminimalisasi peran kekuatan antara laki-laki dan perempuan di ranah privat dan publik, yang telah diprovokasi dengan upaya perubahan.
5.Memahami bagaimana kemiskinan, gender, usia, lokasi, ras, etnis, agama, faktor lainnya berinteraksi untuk membentuk ketidakberuntungan.
6.Memahami eksepresi yang terlihat dan tidak terlihat dan dampak dari kekuatan. Memahami arti dari keadilan (justice), hak menurut keadilan (equity), dan menghormati hak asasi manusia dengan cara yang berbeda.


REFERENSI:
1.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Batang Hari TA 2012 dan APBD TA 2013
2.Batang Hari dalam Angka 2011-2013
3.Data Kepegawaian Kab. Batang Hari 2013 (Simpeg September 2013), BKD Kab. Batang Hari
4.Materi Seminar: Peranan Perempuan Dalam Pembangunan Bangsa (2010), Pemateri: Dra. Zurweni, M.Si.
5.Modul Pelatihan Anggaran Responsif Gender (2007), Penerbit: PATTIRO; Penulis: Maya Rostanty.
6.Modul Perencanaan dan Penganggaran Kursus Keuangan Daerah Dirjen Perimbangan Keuangan Tahun 2013.
7.Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Nasional 2012.



Monday, January 28, 2013

Prestasi Terbaru (2012) Siswa Tingkat SMP dan SMA Kabupaten Batang Hari

1. Juara I Lomba Menyanyi Solo Putra a.n. Chandra Wantara dari SMAN 1 Batang Hari (Mewakili Provinsi Jambi ke Tingkat Nasional di Lombok NTB pada tanggal 17 Juni 2012).
2. Juara I Lomba Menyanyi Solo Putri a.n. Desmayanti dari SMAN 6 Batang Hari
3. Juara I Lomba Baca Puisi a.n. Edo Pratama Deni dari SMAN 1 Batang Hari (Mewakili Provinsi Jambi ke Tingkat Nasional di Lombok NTB pada tanggal 17 Juni 2012).
4. Juara 1 Lomba Fragmen/Drama Singkat a.n. SMAN 1 Batang Hari (Mewakili Provinsi Jambi ke Tingkat Nasional di Lombok NTB pada tanggal 17 Juni 2012).
5. Juara III Lomba Poster Putri a.n. Tri Rahmayanti dari SMAN 1 Batang Hari.
6. Juara III Lomba MTQ Putri a.n. Mawaddah dari SMAN 11 Batang Hari.

Tingkat SMP: Juara I Lomba Kreativitas Seni Tari a.n. SMPN 21 Batang Hari (Mewakili Provinsi Jambi ke Tingkat Nasional di Lombok NTB pada tanggal 17 Juni 2012).




Wednesday, February 29, 2012

Tingkat Pengangguran Kab. Batang Hari

Tingkat Pengangguran di Kbupaten batang hari pada tahun 2010 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 4,20% menjadi 4,55%. Dibandingkan dengan Kab/Kota lain, tingkat pengangguran di kab. Batang Hari tergolong rendah. Tingkat pengangguran Kab. Batang Hari lebih tinggi dibadingkan dengan Tajabtim, Tanjabbar, Bungo, dan Sarolangun.

Kasus Penyakit terbanyak di Puskesmas Kabupaten batang hari

Pada tahun 2010, penyakit yang sering diderita masyarakat batang Hari sebagian besar merupakan jenis penyakit yang diserbabkan oleh rendahnya kualitas sanitasi dasar. 10 macam kasus penyakit terbesar didominasi oleh penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut) sebanyak 39.231 kasus (34,71 persen), diikuti oleh penyakit sistem otot dan jaringan sebayak 18.129 kasus (16,04%) dan penyakit lain pada saluran pernafasan sebayak 12.224 kasus (10,82%). dalam 2 tahun terakhir penyakit ISPA selalu mendominasi kasus penyakit di pusesmas2 Kab. batang hari. Sementara itu, penyekit degeneratif yang menonjol prevalensinya adalah penyakit darah tinggi yaitu sebanyak 10.526 kasus(9,31%)

TIGA BANGUNAN SMA DI BATANG HARI RUSAK PARAH

Dari sebelas Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada di wilayah Kabupaten Batang Hari, setidaknya ada tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bangunannya dikategorikan rusak berat. Hal tersebut dikatakan Kabid Bina Program Dinas PDK Kab. Batang Hari Drs. Zulkarnain ketika dikonfirmasikan di ruang kerjanya kemarin.

Menurut Kadis PDK, Tiga sekolah tersebut adalah SMAN 4 di kecamatan Mersam, SMAN 3 Muara Jangga kec. batin XXIV, dan SMAN 8 Kec. Pemayung. Tiga bangunan sekolah ini atapnya bocor. Kabid Bina Program mengakui, bangunan tiga SMA ini akan tetap menjadi prioritas, utk perbaikan bangunan sekolah tsb tentunya hrs ada dana, dan sekarang ini dana utk perbaikan belum ada, namun kita akan tetap mencari solusi dan sumber dana untuk perbaikan tersebut.

Thursday, November 24, 2011

Coming Soon (InsyaAllah): Majalah Salimah Batang Hari

Assalaamu 'alaykum Wr. Wb.

Sahabat Salimah Batang Hari, InsyaAllah PD Salimah Kab. Batang Hari akan menerbitkan Majalah Salimah edisi Perdana di bulan Desember 2011, dengan tema utama Menyambut Tahun Baru Hijriyah. Ada 16 rubrik yang akan dibahas di majalah perdana ini.

Berikut ini Tim Redaksinya:

Penanggung Jawab: Ketua PD Salimah Batang Hari: Mustikana, S.Pd
Pimpinan redaksi: Bunga Mardhotillah, S.Si., M.Stat
Redaktur Pelaksana: Siti Halifah, S.Si.
Editor: Novi Savitri, SE
Kontributor:Desmarini Am.KG, Alentia Robiatun, S.Kep, Marliana Nasution, Wiwik Choiriyah, Tri Yuli Handayani, Hj. Yuli Agustin
Marketing: Dewi Vera Saraswati, S.Pdi

Sunday, October 23, 2011

PERSPEKTIF SEJARAH BATANG HARI

Kab. Batang Hari yang bersemboyan "Serentak Bak Regam" dengan ibukotanya Muara Bulian merupakan salah satu dari 11 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, usianya ternyata lebih tua dari provinsi Jambi yang bersemboyankan "Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah". Hal ini tentunya cukup unik, memang demikian adanya. Provinsi Jambi dibentuk tahun 1957 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, bersamaan dengan pembentukan Provinsi Dati I Sumatera Barat dan Provinsi Dati I Riau.

Sedangkan Kabupaten Batang Hari dibentuk 1 Desember 1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi nomor 81/Kom/U, tanggal 30 November 1948 dengan pusat pemerintahan di Kota Jambi.

Secara historis, tepatnnya pada masa pemerintahan Bupati pertama Kab. Batang Hari yakni Bupati Nurdin di tahun 1950 hingga 1952, kawasan Batang Hari masih belum memiliki otonomi dan kedudukan pusat pemerintahan Dati II secara pasti. Demikian pula saat kepemimpinan M. Djamin Datuk Bagindo memegang tampuk jabatan (1952-1953), dilanjutkan Abdul Manap selaku Bupati ketiga periode 1953 sampai tahun 1954.

Memasuki masa kepemimpinan Maddolangeng Bupati keempat tahun 1954-1956, kawasan Batang Hari terbentuk sebagai Daerah Kab. Tingkat II tahun 1956, berdasarkan UU No. 12 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Tengah, dan lembaran Negara republik Indonesia nomor 25 tahun 1956.

Kemudian menginjak masa kepemimpinan Bupati R. Sunarto (1956-1957) dalam gemuruh dan menyuarakan derap pembangunan yang mulai melangkah setapak demi setapak di kawasan agraris tersebut. Dan setelah terbentuknya Provinsi Jambi dikukuhkan dengan UU no.81 tahun 1958, atau tepatnya di masa Bupati H. Ali Sudin memangku jabatan Bupati tahun 1957, kegiatan pusat pemerintahan mengalami perpindahan, lantaran terjadinya perpindahan pusat administrasi, yang menjadikan kota jambi sbg pusat pemerintahan Provinsi.

Kendati secara historis belum diketahui secara pasti, namun, secara formal tanggal 1 Desember 1948 ditetapkan sebagai Hari jadi Kawasan Batang hari sesuai dengan Perda No.20 tahun 1993, meskipun dalam beberapa tahun sebelumnya Hari jadinya dirayakan setiap tanggal 28 Maret sebagai mana tertuang dalam Perda No.5 tahun 1978.

Memasuki masa kepemimpinan Bupati H.Bakri Sulaiman memimpin daerah ini dalam waktu yg cukup lama, yakni tahun 1958 hingga 1966, terjadi berbagai perubahan otoritas pemerintahan. Tahun 1963 pusat administrasi pemerintahan daerah dipindahkan ke Kenali Asam (10 km dari kota Jambi), dan pada tahun 1965 berdasarkan UU No.7 tahun 1965 Batang Hari dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Batang Hari yang beribukota Kenali Asam, dan Kab. Tanjung Jabung ibukotanya Kuala Tungkal.

Demikian pula ketika kepemimpinan Rd.Suhur yang menggantikan Drs.HZ.Muchtar SM. (1966-1968) secara perlahan kawasan ini terus membangun, berbenah diri mengaktualisasikan keberadaannya sebagai kawasan yang memiliki peranan dan fungsi penting dalam provinsi Jambi. Sebagai kawasan yang memiliki peranan dan fungsi penting dalam provinsi Jambi.

Kenali Asam sebagai ibukota dirasakan kurang dapat menampung perkembangan dan lain sebagainya, maka pemerintah kabupaten Batang hari sepakat untuk memindahkan ibukota Kabupaten ke Pijoan (24 km dari kota Jambi), hal ini oleh Pemerintah Kabupaten sekaligus dibarengi dengan persiapan-persiapan di antaranya dengan membangun gedung perkantoran.

Lantaran status pusat otonomi kepemerintahan daerah yang masih mengambang antara Kenali Asam dan Pijoan, timbul kesepakatan baru, memilih, memindahkan, dan menetapkan Muara Bulian (63 km dari kota Jambi) sebagai pusat administratif Kabupaten Batang Hari, yang disahkan berdasarkan UU No.12 tahun 1979, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud tanggal 21 Juli 1979 di Gedung DPRD Batang Hari, maka resmilah Muara Bulian sebagai ibukota Kabupaten Batang Hari sampai saat ini.

Perkembangan selanjutnya saat Batang Hari dipimpin H.M.Saman Chatib,SH (1991-2001) yang menggantikan seniornya H.Hasip Kalimuddin Syam (1981-1991) sejalan dengan era reformasi dan tuntutan Otonomi Daerah, Kabupaten yang dibelah sungai Batang Hari ini dimekarkan lagi menjadi Kab. Batang hari dengan ibukota Muara Bulian, dan Kab.Muaro Jambi beribukota Sengeti, berdasarkan UU No.54 tahun 1999, peresmiannya dilakukandi Depdagri Jakarta Oktober 1999.

Bumi Serentak Bak Regam Batang Hari hingga saat ini mencatat 14 orang yang pernah memimpin daerah ini, Bupati Batang Hari tersebut antara lain:

1. Nurdin (1950-1952)
2. M. Djamin Datuk Bagindo (1952-1953)
3. H. abdul Manap (1953-1954)
4. Maddolangeng (1954-1956)
5. R. Sunarto (1956-1957)
6. H. Ali Sudin (1957-1958)
7. H. Bakri Sulaiman (1958-1966)
8. Drs. HZ. Muchtar. DM (1966-1968)
9. R. Suhur (1968-1979)
10. Drs. Ec. M. Radja'i PLH (16/6/1980-22/9/1980)
11. Drs. H. Hasip Kalimuddin Syam (1980-1990)
12. H. M. Saman Chatib, SH. (1991-2001)
13. Abdul Fattah, SH. (2001-2006)
14. Ir. Syahirsah, Sy (2006-2010)
15. H.A. Fattah, SH (2011-2016)


Sumber: Booklet Sekilas Pembangunan Kabupaten Batang Hari

Sunday, August 7, 2011

Kualitas Air PDAM Tirta Batang Hari Disorot

Batanghari - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Batang Hari mendapat bantuan 11 pompa baru dari pusat. Dengan bantuan pompa itu membuat PDAM merasa yakin akan bisa meningkatkan jumlah pelanggan dan memperbaiki kualitas pelayanannya kepada masyarakat.

11 pompa bantuan yang diberikan pusat kepada pihak PDAM Tirta Batang Hari di antaranya tujuh pompa distribusi dan empat pompa penyedot air. "Pompa itu sudah mulai kami pasang menggantikan pompa lama yang usianya sudah sangat tua," kata Usman Thalib, Direktur PDAM Tirta Batang Hari.

Dikatakan Usman, dengan adanya penggantian pompa itu berdampak pada jumlah debit air yang bisa dihasilkan perusahaan daerah itu. Debit air yang dihasilkan sekarang jauh lebih banyak dari sebelumnya, dan ini membuat masyarakat yang bisa dijangkau semakin luas. Distribusi air juga semakin lancar," dengan bantuan pompa itu saat ini debit air yang dihasilkan jauh lebih banyak" jelasnya.

Lebih lannjut dia mengatakan dalam waktu dekat ini pihaknyaa akan memasang pipa baru di beberapa tempat, supaya debit air yang dihasilkan menjangkau lebih banyak pelanggan. Sebab bila tidak ada penambahan pelanggan, air yang dihasilkan sekarang banyak berlebih.

"Dalam waktu dekat ini pemasangan pipa dilakukan di Desa Sungai Baung. Semakin banyak pelanggan, penerimaan akan semakin besar, sedangkan biaya produksinya relatif tetap. Artinya tingkat kerugian di tubuh PDAM akan bisa diturunkan," terangnya.

Berdasarkan data terakhir, air PDAM baru dinikmati 3896 rumah tangga. Jumlah itu telah bertambah 60 rumah tangga dibandingkan bulan sebelumnya. Ia mengatakan hampir setiap hari ada permintaan untuk pemasangan baru dalam sebulan terakhir ini. Walau demikian, kerugian masih terus mendera PDAM.

"PDAM Tirta Batang Hari masih terus merugi. Upaya yang sedang kami lakukan baru penambahan jumlah pelanggan itu, supaya penerimaan semakin besar. Selain itu sedang kami usulkan mengganti mesin diesel dengan listrik PLN sebagai sumber pembangkit, agar biaya produksinya semakin kecil," tuturnya.

Kualitas air PDAM Tirta Batang hari sering menjadi sorotan pelanggan. Air yang mengalir ke rumah pelanggan sering keruh. Bahkan kadang air bercampur lumpur. Menjawab hal tersebut, Direktur PDAM Tirta Batang Hari mengatakan itu adalah masalah yang terjadi dari dulu sampai sekarang, "Memang sangat sulit utk mengatasinya, karena kami mengaolah air sungai, bukan air danau atau air gunung seperti yang dilakukan PDAM Kerinci.




Sumber: Aksi Post