Showing posts with label Modul Tarbiyah Islamiyah. Show all posts
Showing posts with label Modul Tarbiyah Islamiyah. Show all posts

Sunday, October 20, 2013

Ikhlas dalam Niat, Hukum dan Keutamaannya...

1. Hukum Niat

Niat dalam beramal wajib hukumnya, ikhlas dalam niat syarat diterimanya amal.


2. Keutamaan Niat yang Ikhlas

1) Manusia dibangkitkan dari kuburnya pada hari kiamat dengan niat yang sama ketika ia meninggal di dunia.

2) Ikhlas dalam niat sebanding dengan pahala hijrah.

3) Seorang mukmin mendapat pahala karena niatnya meskipun tidak mengerjakan amal atau perbuatannya karena uzur.

4) Ditetapkannya pahala adalah karena niat, bukan amal semata.

5) Setiap amal yang diniatkan untuk beribadah, balasannya pahala.

6) Allah SWT menilai niat yang ada di dalam hati seseorang

7) Pembeda antara satu amal dengan amal lainnya adalah niat.

8) Menunggu melakukan amal sholeh dihitung sebagai amal sholeh.

9) Berniat melakukan satu kebaikan ditulis satu kebaikan penuh

10) Beramal dengan ikhlas menjadi sebab dimudahkan dari kesulitan.

Tiga Aspek Pokok dalam Ihsan...

Ihsan meliputi 3 aspek fundamental. Ketiganya adalah ibadah, mu'amalah, dan akhlak.

1. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dlm beribadah, yaitu menunaikan semua jenis ibadah, seperti sholat, puasa, dan haji dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal itu tidak mungkin dapat ditunaikan seorang hamba kecuali saat pelaksanaan ibadah, ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya) dan dengan kesadaran penuh bahwa Allah SWT selalu memantaunya hingga ia merasa sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Setidaknya seorang hamba merasakan bahwa Allah SWT senantiasa memantaunya karena dengan itulah ia dapat menunaikan ibadah dengan baik dan sempurna sehingga hasil dari ibadahnya seperti yang ia harapkan. Itulah maksud dari perkataan Rasulullah S'AW,

"Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, yakinlah Dia Melihatmu."

Arti ibadah itu sendiri sangatlah luas. Ibadah lain seperti jihad, menghormati sesama mukmin, mendidik anak, menyenangkan suami, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah utk mendapat ridha Allah SWT, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, Rasulullah S'AW Menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan sadar bahwa ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.



2. Mu'amalah

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat atau jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu..." (An-Nisa'[4]:36)

Berikut adalah mereka yang berhak mendapatkan perlakuan ihsan:

1) Ihsan kepada kedua orang tua. Ibadah kita kepada Allah SWt tidak akan diterima jika tidak disertai berbuat baik kepada kedua orang tua.

2) Ihsan kepada Kerabat Karib. Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silaturrahim dengan perusak di muka bumi. Silaturrahim adalah kunci mendapatkan ridha Allah SWT. Hal itu karena terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya terutama adalah karena terputusnya silaturrahim.

3) Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin.

4) Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, dan teman sejawat.

5) Ihsan kepada Ibnu Sabil dan Hamba Sahaya

6) Ihsan dengan Perlakuan dan Ucapan yang baik kepada manusia

7) Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang



3. Akhlak.

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya buah dari ibadah dan mu'amalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya jika telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah S"AW. Jika ihsan telah dicapai seorang hamba, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku yang baik sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya, ihsan pula dalam perilaku dan karakternya.



Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, mu'amalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari hal itu tentu berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat itu. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah SWT tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh sisi hidupnya. Semoga kita semua mencapai hal itu sebelum Allah SWT mengambil ruh kita. Wallahu a'lam bish showwab...

Al-Ilhad (Menyimpang dari Kebenaran)

al mulhid artinya orang yang menyimpang dari kebenaran dan memasukkan sesuatu yang lain ke dalamnya. Lisanul 'Arab menyebutkan, al ilhad berarti menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Meragukan Allah SWT termasuk ilhad. Begitu pun dalam bahasa Arab, setiap tindak kezaliman disebut ilhad.

Imam Ashfahani dalam bukunya Mufradat Alfaadzul Qur'an menulis, al ilhad berarti menyimpang dari kebenaran. Dalam hal itu - menurut Al-Ashfahani - ada dua makna. Pertama, ilhad yang identik dengan syirik. Jika itu dilakukan, otomatis seseorang menjadi kafir. Kedua, ilhad yang mendekati syirik. Ilhad ini tidak membuat seseorang menjadi kafir, tetapi setidaknya mengurangi kemurnian tauhid. Termasuk di dalamnya adalah seperti yang digambarkan Allah SWT,

"Siapa saja yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." (Al-Hajj[22]: 25)

Dalam menafsirkan ayat (tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya), Imam Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua macam ilhad dalam menyebut nama Allah SWT:

a. Menyifati Allah SWT dengan sifat yang tidak pantas sebagai sifat Allah SWT.
b. Memaknai asma' Allah SWT dengan makna yang tidak sesuai dengan keagungan-Nya.


Bahaya Ilhad


1. Para Ulama sepakat tauhid mempunyai tiga dimensi, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah, dan tauhid asma' wash shifat. Oleh karena ilhad adalah tindakan yang menafikan sifat, nama, dan perbuatan Allah SWT, dengan melakukan ilhad, berarti seseorang telah menghapus satu dimensi dari dimensi tauhid yang baku. Para ulama sepakat, mengingkari salah satu dimensi tauhid adalah kafir. Oleh karena itu, orang yang mulhid tergolong kafir.

2. Dengan menafikan sifat dan nama Allah SWT, berarti seseorang telah mengingkari ayat Al-Quran yang menegaskan adanya nama dan sifat Allah SWT. Para ulama sepakat, mengingkari satu ayat dan ayat Al-Qur'an adalah kafir.

3. Mengingkari perbuatan Allah SWT berarti mengingkari segala wujud di alam ini sebagai ciptaanNya. Jika itu yang diyakini seseorang berarti ia telah mengingkari kekuasaan Allah SWT sebagai Pencipta dan mengingkari kekuasaan Allah SWT adalah kafir.

Tuesday, October 8, 2013

Konsekuensi Mengikrarkan Syahadatain...

Agar syahadatain kita diterima dan mendapatkan janji Allah SWT, ada beberapa syarat yang harus kita miliki sebagai konsekuensi telah mengikrarkan syahadatain. Di antaranya:

1. Ilmu yang menampik kebodohan
2. Keyakinan yang menampik keraguan
3. Keikhlasan yang menampik kesyirikan
4. Kejujuran yang menampik kebohongan
5. Cinta yang menampik permusuhan dan kebencian
6. Penerimaan yang menampik penolakan
7. Pelaksanaan yang menampik pengabaian dan sikap enggan beramal


Sumber: Modul Tarbiyah Islamiyah

Sunnah ~ Fiqhul Ahkam


Dari segi bahasa, sunnah berarti jalan. Adapun sunnah Nabi S'AW adalah ucapan, perbuatan, dan pembenaran berupa pembiaran. Sunnah Nabi S"AW bernilai syar'i dan perlu dijadikan rujukan. Sesuatu di luar sunnah boleh dilakukan, boleh tidak. Ia adalah sesuatu yang tidak wajib, seperti Nabi S'AW biasa menunggang unta, memakai pakaian budaya Arab, atau`perang dengan pedang. Perkaranya, wasa'ilul hayah dapat berubah dan tidak harus mengikutinya. Perlu diikuti dan bernilai sunnah adalah yang bersifat minhajul hayah. Sunnah dapat menjadi fiqh ahkam sebagai rujukan cara beramal atau mengambil keputusan.

Fiqhul Ahkam ~ Muslim yang menjalankan hidup dan dakwah tentunya pernah dan akan menghadapi banyak ujian dakwah selain mencari cara menjalani hidup ini dengan sempurna. Peran hukum sebagai panduan akan membawa kita pada arah yang sempurna. Rasul dijadikan sebagai tempat ketaatan dan sebagai rujukan hukum. Fiqh ahkam dapat digunakan sebagai dalil sunnah.

Rasulullah S'AW sebagai rujukan hukum dalam menyelesaikan perselisihan.

"Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Sungguh setelah mereka yang menganiaya diri sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, niscaya mereka dapati Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. Demi Tuhanmu! Mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka pun menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa'[4]:64 dan 65)

Menjauhi Tempat-tempat yang Haram (Ijtinab Amakin al-Muharramat)

Menjauhi tempat-tempat yang haram adalah sebuah keharusan karena mengandung bahaya yang banyak (akhtar al-iqtirab min amakin al muharramat), yaitu:

1. Itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat) yang dapat mengakibatkan dua hal negatif: Idthirab an-nafs (keguncangan dan kegelisahan jiwa), Al-Wuqu' fi al-ma'shi (terjatuh kepada kemaksiatan)

2. Su'uzhann al-akharin (mudah timbul prasangka buruk kepada orang lain)

3. Al-wuqu'fi an-nazhar al-muharram (terjatuh dalam perbuatan melihat yang diharamkan Allah SWT)

4. Idh'af al-iman wa 'adamu karahiyat al-ma'ashi (melemahkan iman dan hilang kebencian pada kemaksiatan)

5. 'Urdhatun li su-il khatimah (terancam meninggal dalam keadaan su'ul khatimah)

6. Mashdar lintisyar al-ma'ashi fi al-mujtama' (tempat maksiat menjadi sumber tersebarnya maksiat ke tengah masyarakat).

maksud tempat-tempat yang haram adalah tempat-tempat yang dijadikan sarana maksiat atau diperjual belikannya barang-barang yang haram baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, legal maupun ilegal, seperti tempat pelacuran, perjudian, bioskop yang memutar film film haram, website internet yang memuat video atau pun foto berbau pornografi/pornoaksi, tempat penjualan atau penyewaan barang-barang haram, dll.

Hamba Allah SWT yang beriman selalu berusaha menjaga kadar dan kualitas imannya agar tidak terkikis. Senantiasa melakukan amal yang dapat meningkatkan iman.

Di antara hal-hal yang dapat merusak iman adalah mendekati tempat yang di dalamnya dilakukan perbuatan yang haram.


Beberapa bahaya mendekati tempat-tempat yang haram:

1. Timbulnya hawa nafsu yang sebelumnya terkendali
2. Syahwat yang tergoda mengakibatkan konsentrasi, ketenangan hati, dan jiwa terganggu.
3. Memunculkan kecurigaan (su'uzhann) orang lain terhadap diri.
4. Mengotori mata dengan dosa jika memandang sesuatu yang haram untuk dilihat.
5. Mengikis keimanan dan menghilangkan kebencian akan perbuatan maksiat serta memperbesar kecintaan terhadapnya.
6. Memperbesar kemungkinan meninggal dalam keadaan su'ul khatimah
7. Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Hal itu akan terjadi jika masyarakat membiarkan tempat maksiat itu beroperasi tanpa ada upaya memberantasnya dengan cara-cara yang dibenarkan syari'at. Apalagi jika justru anggota masyarakat menjadi konsumen dan pelanggan tempat haram itu, azab dari Allah SWT akan ditimpakan kepada mereka.