Thursday, October 30, 2008

Strategi Marketing juga...

Hasil riset yang dilakukan oleh lembaga Frontier Consulting Group menunjukkan bahwa proses pembelian secara impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan di Indonesia relatif sangat tinggi. Sebagian konsumen kita selalu menganggap bahwa belanja dan rekreasi adalah dua hal yang sama.

Bisnis seperti home shoping akan memiliki tantangan yang besar. Pola belanja konsumen Indonesia yang tak terencana menjadi penyebab kurang suksesnya bisnis tersebut.

Konsumen kita sulit diajak untuk merencanakan masa depannya. Mereka cenderung memilih untuk reaktif bila kemudian timbul persoalan daripada melakukan perencanaan untuk mencegah timbulnya persoalan.

Karena tidak memiliki rencana, kita sudah terbiasa untuk datang terlambat. Kita tidak merencanakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tertentu, kita tidak merencanakan bagaimana kalau lalu lintas macet. Padahal kita sudah tahu itu akan terjadi sehingga akhirnya, kita terlambat. Lihat saja teks sms di ponsel milik para ibu rumah tangga atau eksekutif. Akan banyak kiriman sms yang berbunyi ”Sorry, saya terlambat”.
Implikasi strategi untuk menghadapi konsumen yang cenderung tak punya rencana dalam pembelian:

1. Sebagai marketer, kita perlu mempertimbangkan untuk memberikan fleksibilitas kepada pelanggan terutama bila masuk ke industri jasa.
2. Strategi distribusi yang intensif dan merata menjadi hal yang penting untuk menangkap konsumen yang suka membeli secara impulsif.
3. display produk yang baik. (kemasan yang menarik, unik, hingga bagaimana produk tersebut tertata dengan menarik. (misal desain outlet)
4. Konteks strategi harga dan komunikasi, marketer dapat mendorong konsumen untuk melakukan keputusan yang cepat. Dapat dilakukan dengan cara memberikan deadline. Lewat dari waktu yang ditentukan, mereka akan membayar lebih mahal. Atau lebih dari tanggal tersebut, mereka tidak akan mendapat hadiah.
5. Mengedukasi konsumen untuk melakukan perencanaan. Contoh: maskapai penerbangan cenderung menghukum pelanggan yang tidak memiliki perencanaan. Mereka harus membayar lebih mahal jika membeli tiket tanpa perencanaan.
6. Strategi harus berdasarkan cost and benefit.


Harga tepat, konsumen terpikat
Beli murah, lalu jual lebih mahal. Beli dengan kredit, lalu jual dengan tunai. Dengan pola sederhana ini, tampaknya keuntungan begitu mudah direguk para peritel Tanpa harus
Banyak memutar otak.

Lantaran kondisi pasar yang unpredictable di fesyen, kemungkinan besar para peritel akan mengakhiri penjualan sejumlah besar produknya dengan diskon. Umumnya peritel merasa masih cukup normal bila 35-40 % barang mereka dijual dengan diskon tinggi.

Kemampuan menentukan harga dengan jitu semakin penting di zaman hiperkompetitif seperti sekarang. Coz pricing strategy berdampak besar pada profitabilitas perusahaan.

Sayang, masih banyak pemasar yang tidak mau capek-capek memikirkan strategi harga terbaik yang bisa dijalankan. Mungkin para manajer enggan bertanggung jawab bila strategi mereka tidak berhasil. Akibatnya, formulasi harga sering dibuat secara parsial. Padahal pricing harusnya menjadi rencana integral sebelum meluncurkan sebuah produk. Skenario tersebut bersifat jangka panjang untuk melicinkan penjualan di masa mendatang.

No comments:

Post a Comment