Thursday, October 21, 2010

Miris: Ilmu Ulama Nusantara Dijarah!!!!

Manuskrip asli, tulisan tangan para ulama nusantara yang menjelaskan tentang aqidah, fiqih, dan muamalah, habis dijarah penjajah. Usaha sistematis ini melemahkan masa depan umat Islam.


Barangsiapa yang tidak memiliki masa lalu, ia tidak akan memiliki masa depan. Para penjajah dan orientalis, mengerti benar peribahasa di atas. Karenanya mereka mencoba menghancurkan sejarah besar umat Islam. Buku, manuskrip, dan karya para ulama mereka jarah dan dimusnahkan. Dengan satu tujuan, mengaburkan sejarah besar yang pernah dimiliki umat Islam. Dan seperti yang telah disebutkan, bangsa tanpa sejarah tak akan pernah mampu mencipta sejarah.


Soekarno, dalam suratnya pada A. Hassan, Pemimpin Persatuan Islam, suatu ketika pernah mengkritik kesalahan ulama dalam kaitannya tentang sejarah. Menurut Soekarno dalam suratnya yang ia kirim dari tempat pembuangannya di Endeh, kemampuan ulama menulis dan membaca, terlebih lagi dalam subyek sejarah, sangatlah kurang dan lemah.


"oemoemnja kita punja kjai-kjai dan kita poenja oelama-oelama tak ada sedikit poen feeling kepada sedjarah, ja, boleh saja katakan kebanjakan tak mengetahui sedikitpoen dari sedjarah itu. Mereka poenja minat hanja menoedjoe kepada 'agama choesoesi' sahadja, dan dari agama choesoesi ini, teroetama sekali bahagian fiqh, sedjarah, apalagi bahagian 'jang lebih dalam', jakni jang mempeladjari 'kekoeatan-kekoeatan masjarakat' yang 'menjebabkan' kemadjoeannja atau kemoendoerannja sesoeatoe bangsa, -sedjarah di sini sama sekali tidak menarik mereka poenja perhatian. Padahal, di sini, di sinilah pada penjelidikan maha-maha penting. Apa sebab moendoer? Apa 'sebab' bangsa ini di zaman ini begitoe? Inilah pertanjaan-pertanjaan jang maha penting jang haroes berpoetar teroes-meneroes di dalam kita poenja ingatan, jika kita mempeladjari naik toeroennja sedjarah itoe. Tetapi bagaimana kita poenja kjai-kjai dan oelama-oelama? Tadjwid baik tetapi pengetahoeannja tentang sedjarah oemoemnja 'nihil'. Paling mudjur mereka hanja mengetahoei 'tarich Islam' sahadja,- dan iniepoen terambil darie boekoe-boekoe tarich Islam jang koeno, jang tak dapat tahan udjiannja modern science, jaknie tak dapat tahan udjiannja ilmu pengetahoean modern!"


Itulah kulikan yang dituliskan Soekarno dalam suratnya yang dituliskan Soekarno dalam suratnya yang terkumpul dalam tulisan-tulisannya di dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi jilid 1. Benarkah para ulama nusantara tak menorehkan buah karya intelektualnya, seperti yang disangka Soekarno?


Ternyata tidak demikian. Menurut Abdullah bin Abdul Kadir al Munsyi dalam hikayatnya tentang Kerajaan Malaka yang ditulis pada abad ke-13 Hijriah menyebutkan ada aksi pemberanguskan yang dilakukan oleh Belanda dan penjarahan oleh Inggris. Dalam hikayat tersebut dijelaskan, Belanda mengumpulkan buku-buku dan hikayat yang dihasilkan oleh komunitas muslim dari berbagai wilayah Melayu. Daerah-daerah mulai dari Riau, Langkat, Pahang, Terengganu, dan Kelantan dijarah kekayaan intelektualnya. Tak kurang dari 70 jilid hikayat dan karya para ulama dirampas penjajah. Entah berapa banyak lagi yang telah dirampas dari wilayah Sumatera, Jawa, dan juga dari kepulauan Maluku. Abdullah Munsyi juga menyebutkan, Stanford Raffles setidaknya turut mengumpulkan 300 judul hikayat yang ditulis oleh para ulama zaman itu.


Nuruddin Ar Raniry, yang kini namanya diabadikan sebagai nama IAIN di Naggroe Aceh Darussalam, menulis dengan luar biasa sejarah perkembangan Islam Nusantara dalam risalah kuno berjudul Bustan as Salathin.


Dalam Bustan as Salathin bisa ditemui kisah-kisah 'sedjarah' yang dimaksud Soekarno. Ar Raniry menuliskan tentang hubungan diplomatik antara kerajaan Islam Aceh dengan Khalifah Utsmani di Turki. Ar Raniry mengisahkan, pada tahun 1562 di bulan Juni, seorang duta dari Aceh terlihat berada di Istanbul untuk meminta bantuan militer Utsmani guna menghadapi serangan Portugis di Nusantara. Duta ini, menurut Ar Raniry, adalah sebagian kecil dari duta yang dikirim. Di tengah perjalanan, mereka diserang oleh Portugis di tengah samudera. Isi kapal yang penuh dengan barang berharga seperti emas, permata, dan rempah-rempah dijarah oleh Portugis. Sedianya, barang-barang tersebut adalah pesembahan untuk Khalifah Utsmani.


Selain menulis Bustan as Salathin, Ar Raniry juga menulis karya-karya lain yang monumental. Ada pula Ash Shirathal Mustaqim, kitab fiqih. Ar Raniry menulis tak kurang dari 29 karya yang terdiri dari ilmu kalam, fiqih, hadits, sejarah, bahkan sampai ilmu perbandingan agama, yang memang tampak menjadi minat terbesar Ar Raniry.


Al Singkili bahkan pernah menulis karya berjudul Mi'rat at Thullab yang membahas masalah-masalah fiqih dan hukum Islam. Di dalam karya ini dibahas tentang syarat-syarat dan aturan menjadi hakim dan penegakan hukum Islam. Al Singkili juga menulis tentang fiqih mu'amalat dan menulis tafsir Al Quran dengan judul Tarjuman al Mustafid yang terbit untuk pertama kali justru di Timur Tengah dan bukan di Indonesia.


Dalam hikayat tentang Malaka, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi menuliskan sebuah risalah pada abad ke-13. "Di Tanah Melayu pada zaman itu, ada perkumpulan yang anggota-anggotanya terdiri dari orang Melayu, Keling, Arab bermacam-macam Tionghoa, dan lain-lain. Waktu itu orang-orang Belanda mengumpulkan buku-buku dan hikayat, banyaknya kira-kira 70 jilid, yang dikumpulkan dari Riau, Langkat, Pahang, Terengganu, dan Kelantan.


Penulis buku, 'Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh', Al Habib Alwin bin Thahir al Haddad yang juga mantan mufti Kerajaan Negeri Johor, Malaysia pada tahun 1341 Hijriah pernah mengadakan perjalanan ke beberapa tempat di Pulau Jawa. Salah satu tujuannya untuk mencari naskah-naskah kuno milik para ulama zaman dahulu. Tapi oleh penduduk setempat yang ia datangi, ia disarankan untuk tidak menyebut-nyebut naskah-naskah kuno milik ulama karena pemerintahan Belanda akan memaksa siapa pun yang memilikinya untuk menyerahkan naskah tersebut.


"Pada tahun 1341 H., saya sampai di Jawa dan menanyakan serta mencari buku-buku sejarah Jawa. Orang-orang menasihati saya untuk tidak menyebut-nyebut tentang hal itu, karena pemerintah Belanda mengharuskan setiap orang yang memiliki buku sejarah kuno untuk menyerahkan buku tersebut ke badan khusus yang dibentuk oleh Belanda khusus untuk masalah ini," catatnya.


Beberapa buku pada zaman penjajahan Inggris dan Belanda, memang sempat diabadikan untuk kepentingan orientalisme dan juga ilmu pengetahuan. Seperti pengakuan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, tentang sejumlah 300 jilid buku yang dibawa oleh Raffles. Tak hanya literatur dan manuskrip milik para ulama, Raffles juga memboyong, tepatnya merampas ratusan naskah-naskah kuno milik Keraton Jogjakarta yang ia bawa pergi setelah tidak menjabat lagi sebagai Gubjend di Hindia Belanda. Sementara, buku, kitab, hikayat, dan berbagai manuskrip kuno yang dirampas oleh Portugis dan Spanyol, dimusnahkan dengan cara dibakar saat itu juga atas perintah Cardinal Gemenis.


Sebetulnya, perintah Cardinal Gemenis dari Toledo yang dikeluarkan tahun 1499 adalah perluasan dari pemusnahan non kristiani dari daratan Spanyol semasa pemerintahan Ratu Isabell dan Raja Ferdinand. Mendukung kebijakan ini, Cardinal Gemenis memerintahkan untuk memusnahkan khazanah ilmu pengetahuan Islam di Granada.


Granada, pada zaman keemasan Islam di Eropa menjadi pusat peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Di kota ini bermukim para intelektual dan pemikir Islam, perpustakaan, pengarang, dan juga tempat dikumpulkannya riset dan penelitian tentang ilmu pengetahuan dan Islam. Perbendaharaan buku yang tersimpan di Granada saat itu, dalam pemerintah kurang lebih berjumlah 600.000 jilid dengan berbagai ukuran dan bermacam topik bahasan.


Pada tahun 1492, Granada jatuh ke tangan penguasa baru, kolaborasi katolik dan protestan. Pusat ilmu pengetahuan Islam di Eropa itu pun menjadi sasaran permusuhan. Cardinal Gemenis memerintahkan pasukannya (Spanyol) mengumpulkan seluruh buku-buku tentang Islam dan semua yang berbau Arab untuk dibakar. Buku-buku tersebut, yang jumlahnya diperkirakan lebih dari satu juta dikumpulkan di tengah lapangan kota Granada dan dimusnahkan dengan cara dibakar dengan diiringi upacara keagamaan.


Dan perintah itu terus mereka bawa, baik Spanyol dan Portugis saat melakukan penjajahan sampai ke Nusantara.Mereka memusnahkan kekayaan khazanah ilmu pengetahuan Islam yang ditulis sendiri oleh ulama-ulama besar pada zaman itu.


Karya para ulama itu, dirampas, dijarah, dicuri untuk melemahkan dan meruntuhkan akidah umat Islam, wabil khusus di nusantara. Para orientalis itu tahu benar, bahwa jazirah nusantara akan menjadi tanah dengan Muslim yang kuat dan perkasa. Dan mereka tak ingin semua itu terlaksana. Karena itu, sendi dan tulang ilmu pengetahuan umat Islam dijarah, dirusak, dan dikaburkan.


Hari ini, ada 261 naskah dan manuskrip ulama Islam dari Minangkabau yang disimpan rapi Belanda, tepatnya di Universitas Leiden. Ada 102 naskah yang berada di Inggris Raya. Tak kurang 19 naskah khazanah Islam dari Minangkabau yang disimpan oleh Jerman, dan satu naskah dimiliki oleh Malaysia. Indonesia hanya memiliki 78 naskah dan manuskrip asal Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Nasional. Itu baru dari Minangkabau, belum dari wilayah nusantara lainnya.


Fenomena ini, penghancuran khazanah ilmu Islam, sebenarnya telah berlangsung sejak lama. kehancuran yang menimpa perpustakaan-perpustakaan raksasa kaum Muslimin akibat bencana di Baghdad dan beberapa kota Islam lainnya, ketika digempur oleh bangsa Tartar. Mereka memusnahkan segalanya, memperlakukan kitab-kitab berharga itu seolah-olah tidak memiliki arti. Mereka mencampakkan buku-buku lambang kejayaan Islam selama berabad-abad ke sungai Dajlah, hingga air sungai itu tampak berwarna hitam pekat disebabkan oleh tinta kitab-kitab yang tenggelam di dasarnya, mereka juga membakar sebagian lain dari kitab-kitab tersebut.


Bagi siapa yang pernah membaca beragam karya-karya dan buku-buku dalam bidang ilmu pengetahuan dan spesialisasinya, pasti akan mengetahui betapa berharganya kontribusi yang disumbangkan oleh umat Islam bagi sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban. Sebut saja kitab 'al-Fahrasat (Daftar Isi)' karya agung Ibnu Nadim, 'Kasyfuzh zhunun fi asmail 'lum wal funun (Daftar Nama-nama Ilmu Pengetahuan dan Disiplin Ilmu)' yang disempurnakan oleh kitab 'Hidayatul 'arifin.'


Bagi siapa yang pernah menelaah buku 'Tarikh adab al-'Arabiy' (Sejarah Kesastraan Arab) karya sejarawan Jerman terkenal, Brooklyman, dan rujukannya pada ragam kitab di perpustakaan-perpustakaan dunia, pasti menyadarinya dengan penuh keyakinan. Seorang sejarawan Muslim, Prof. Fuad Sazkin, di dalam bukunya 'Tarikh at-Turats al-Arabiy' (Sejarah Warisan Khazanah Intelektual Arab), sebuah buku yang mengoreksi Brooklyman, meluruskan kesalahan-kesalahannya, dan melengkapi kekurangan-kekurangannya secara orisinil. Koreksi ini mengantarkan dirinya sebagai peraih nobel Internasional Raja Faishal. Buku tersebut dirilis dalam 11 jilid, dan dipublikasikan oleh Universitas Islam al-Imam Muhammad Ibnu Sa'ud di Riyadh.


Sebuah yayasan bernama 'Ahlul bait lil fikr al-Islamy' di pusat ibukota Yordania, Amman, telah melengkapi kerja keras individu yang cemerlang ini dengan sebuah amal kolektif berupa penerbitan 'Faharits lil turats al-Islamy' (Daftar Warisan Khazanah Intelektual Islam Klasik). Karya tersebut sudah dicetak dalam beberapa jilid dan hingga sekarang penelitian masih terus berlangsung.


Sampai hari ini, penjarahan ilmu pengetahuan Islam masih terus berlangsung dan tak terbendung. Di Irak, Museum Baghdad dijarah tanpa ampun bersamaan dengan invasi tentara Amerika. Begitu juga di Afghanistan dan daerah-daerah Muslim yang dijajah oleh Amerika Serikat beserta sekutunya.


Dengan hilangnya segala kekuatan ilmu pengetahuan, bukan tidak mungkin rakyat dari negeri-negeri Islam akan kehilangan pula identitas dan keimanan. Sebab, musuh-musuh ALLAH itu tahu benar bahwa hanya dengan ilmu umat ini akan berkembang dan tumbuh menjadi besar. Tanpa ilmu, umat ini hanya menjadi buih yang terombang-ambing di lautan.


Manuskrip dan naskah sejarah, seringkali tidak dianggap penting oleh sebagian besar dari kita. Sampai kelak, pada suatu saat kita tak lagi memiliki referensi yang kuat dari para ulama yang lurus untuk menjelaskan agama yang mulia ini. Dan di saat itu, sudah tak ada lagi kesempatan untuk menyesali. Sebab musuh-musuh kita sudah berada di depan mata dan kita hanya mampu menyerahkan nyawa. Wallahu a'lam bish showwab.


Sumber: Majalah Sabili.

No comments:

Post a Comment