Sunday, May 2, 2010

AL QAID MOAMMAR QADAFI

KEKUATAN ASING MENJAJAH NEGARA-NEGARA ARAB


Pada sidang Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab di Damaskus awal tahun 2008 lalu, Presiden Libya Moammar Qadafi menyampaikan pidatonya yang membakar semangat para pemimpin Arab. Berikut kutipan pidato pemimpin yang bergelar al-Qaid tersebut:


"Dengan menyebut nama ALLAH. Selamat pagi wahai bangsa Arab di mana pun berada. Pertama, saya sampaikan terimalah penghormatan saya untuk Presiden Bashar Al-Asad dan rakyat Suriah atas kesediaannya menyelenggarakan KTT Liga Arab ini. Saya ucapkan juga terimakasih kepada saudara saya Amru Musa (SEkjend Liga Arab) yang telah bersusah payah melaksanakan tugas sulit yang semestinya diwujudkan, minimal dengan terciptanya persatuan bangsa Arab. Kemudian saya ucapkan terimakasih kepada Liga Arab dengan segala aktivitasnya yang darinya tercermin eksistensi bangsa Arab.

Tak diragukan lagi, bangsa Arab menempuh jalan berbeda (dalam persatuan). Ini hal yang memprihatinkan. Ketika kita menyebut bangsa at-Turk, kita mendapatkan bangsa Turki. Ketika kita menyebut bangsa Persia, mereka memiliki negara bersama Iran. Saat kita menyebut bangsa Talia, maka kita mendapatkan bangsa Italia. Ketika kita menyebut bangsa Cina, mereka memiliki negara Cina. Namun saat kita menyebut bangsa Arab, kita tidak mendapatkan negara yang satu.

Bangsa Arab adalah negara tanpa kesatuan negara. Sementara bangsa-bangsa lain, semuanya terhimpun dalam satu negara. Eksistensi mereka terhimpun dalam satu negara. Bangsa Arab tidak terbukti eksistensinya, karena memang tidak terdapat eksistensi negara Arab. Ini adalah persoalan gawat yang terjadi saat ini. Hal ini disebabkan bangsa Arab tidak dapat membentuk satu negara pada saat fase nasionalisme terjadi. Sebuah fase dimana identitas nasionalisme, bahasa, kebudayaan, ras, darah, dan bahkan agama sedang menguat. Saat itu, keseluruhan identitas itu tidak kita sadari malah kita sia-siakan. Kini kita memasuki sebuah fase dimana identitas nasionalisme, agama, dan kebudayaan tidak kuat lagi. Namun justru identitas materi, demografi, dan geografislah yang berpengaruh melebihi nasionalisme, agama, bahasa, dan kebudayaan Arab.

Kita mengabaikan identitas bahasa dan nasionalisme di zaman di mana identitas selain itu berpengaruh. Kini kita memasuki sebuah periode baru, yaitu zaman globalisasi dan geografi yang bertopang pada demografi serta kepentingan-kepentingan materi. Hal tersebut tidak memiliki kaitan dengan ras, bahasa, agama, dan kebudayaan.

Orang-orang Eropa berupaya membentuk negara kesatuan. Perbedaan mereka leburkan menjadi persatuan. Tak mustahil jika mereka nanti bernaung dalam satu negara. Begitu juga dengan negara-negara Amerika Latin dan Cina, sebuah negara besar yang berpotensi menjadi negara adidaya. Bahkan negara-negara yang dulu bernaung dalam Uni Sovyet, kini bersatu dalam persemakmuran.

Suatu saat, negara-negara yang dilewati Samudera Hindia pun akan melebur menjadi satu negara. Sementara bangsa Arab, bagaimana posisi mereka? Nampaknya mereka tidak mempunyai tempat dalam peta baru. Bangsa Arab tidak menempati Samudera Hindia, Asia, dan Cina. Bangsa Aab tidak tergabung dalam persemakmuran, Uni Eropa, Uni Afrika, negara-negara Amerika Latin, NAFTA, dan Amerika Utara. Dimanakah posisi bangsa Arab? Sungguh situasi yang dihadapi bangsa Arab begitu sulit dan mengkhawatirkan. Masa depan mereka dipertanyakan. Kemana kita akan berafiliasi?

Bangsa Arab harus memiliki kekuatan ekonomi yang mumpuni, pasar saham yang hebat, dan sistem pertahanan yang kuat. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka bangsa Arab takkan bisa hidup. Negara-negara kesatuan lain memiliki kekuatan untuk memproteksi diri dan bersaing dengan yang lain. Inilah realitas yang kita hadapi saat ini. Karena itu, saya mendesak pendirian Persatuan Arab-Afrika. Maka sepertiga negara-negara Arab yang berada di luar Benua Afrika bergabung dengan Uni Afrika. Jika mereka tidak bergabung sekarang, maka suatu saat mereka akan hancur. Ini berarti negara-negara Arab kecil akan tercerai-berai. Bangsa Arab hanya akan menjadi sampah dunia.

Kemudian mengenai persoalan penting yang sering kita bahas, yaitu tentang Palestina. Semakin hari kita makin mengabaikan persoalan ini. Hingga akhirnya kondisi kita seperti ini. Musuh menyadari bahwa kita tidak mempedulikan Palestina. Dengan demikian, kondisi perpecahan ini benar-benar mereka manfaatkan. Musuh menang dan kita kalah.

Kemudian tentang Irak, kita tanyakan pada dunia, mengapa harus Irak? Mengapa Irak dihancurkan? Apakah Bin Ladin orang Irak? Bukan! Apakah orang-orang yang menyerang WTC di New York orang Irak? Bukan! Apakah yang menghancurkan Pentagon orang Irak? Bukan! Apakah di Irak terdapat senjata pemusnah massal? Tidak ada! Seandainya Irak memiliki senjata nuklir, ternyata Pakistan juga memiliki, India juga punya. Apakah AS akan menghancurkan mereka semua? Maka hancurkanlah semua negara yang memiliki senjata pemusnah massal!

Ada kekuatan asing yang menjajah negara Arab dan pemimpinnya digantung, kita hanya bisa menonton dan bahkan tertawa! Abu Ammar (Almarhum Yaser Arafat) ditahan bertahun-tahun, sedang kita malah bersuka cita mengadakan perundingan tanpa mengikut sertakan Abu Ammar. Kenapa kita tidak menunda perjanjian hingga Abu Ammar keluar dari penjara? Akhirnya mereka meracuni dan membunuh Abu Ammar. Mengapa kita tidak mengadu ke Dewan Keamanan PBB dan memperkarakan pembunuhan Abu Ammar?!

Mengapa kita berdiam diri saat Saddam Hussein digantung? Mengapa seorang tawanan perang dan para pemimpin negara-negara Arab menggantung anggotanya yang lain? Kita tidak berbicara mengenai kebijakan politik Saddam Hussein dan perbedaan dengannya. Kebijakan politik kita memang berbeda dengannya. Mengapa kita tidak melakukan investigasi terhadap pembunuhan Saddam Hussein? Seorang pemimpin Arab sejati terbunuh dan tewas di tiang gantungan, kita hanya bisa menonton. Kenapa? mungkin akan tiba masanya bagi kalian. Kalian adalah teman dekat AS, saya tidak pakai kata kalian, tapi kita semua adalah teman dekat AS. Suatu saat AS akan menggantung kita.

Saudara Amru Musa memiliki pemikiran yang berani dan ide yang telah disebutkan dalam pernyataannya, bahwa negara-negara Arab berhak menggunakan atom dan nuklir untuk kepentingan damai. Proses proliferasi nuklir haruslah sarat dengan nuansa Arab. Namun, bangsa Arab mana yang berkata akan melakukan proliferasi nuklir? siapa negara Arab itu? Kita ini siapa? Kita ini bermusuhan satu sama lainnya. Kita saling mencela. Intelijen kita saling mengintai.

Seharusnya sikap itu kita gunakan untuk musuh-musuh kita. Mana dunia Arab yang berniat menggunakan nuklir untuk tujuan damai? Mana wahai saudara Musa? Kita bangsa Arab tidak memiliki satu identitas ataupun satu negara, satu bank sentral, satu sikap, satu proses ekspor-impor dan satu perekonomian.

Kita tidak memiliki apa-apa kecuali hanya 'Arab' saja sebagai nama. Darah dan bahasa kita satu, namun selain itu tidak ada hal yang dapat menyatukan kita. Sekarang kita berkumpul di Suriah, negara Arab. Relasi Suriah dengan Rusia, Iran atau Turki lebih baik daripada dengan sesama negara Arab. Relasi antara Libya dan Italia lebih daripada dengan Mesir atau Tunisia. Inilah realita bangsa Arab.

Jika kalian ikhlas mendedikasikan diri demi warga Arab, demi masa depan Arab, demi generasi Arab, maka kita akan melakukan sebuah perenungan yang serius dan dapat menganalisa realita yang ada."


Taken From: Sabili, diterjemahkan oleh Ganna Pryadha)





No comments:

Post a Comment