Saturday, November 26, 2011

BRICS (TULISAN HERRY DARWANTO DALAM MAJALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN)

Beberapa tahun yang lalu, Indonesia diantisipasi akan masuk ke dalam kelompok negara BRIC (Brazil, Rusia, India, dan China) yaitu negara-negara berkembang yang maju (emerging countries). Namun dalam sidang tahunan BRIC kali ini, justru Afrika Selatan yang diundang masuk ke dalam kelompok itu. Manfaat memasukkan Indonesia mungkin tidak cukup besar untuk mengangkat kekuatan tawar BRIC dalam berhadapan dengan kelompok negara maju G-8. Beda dengan Afrika Selatan, walaupun dari jumlah penduduk dan besaran PDB berada di bawah Indonesia, namun Afrika Selatan dianggap mewakili negara-negara Afrika, sehingga semua benua kini terwakili dalam BRICS.

Munculnya BRICS tidak terlepas dari pemikiran Jim O'Neil dari Goldman Sachs pada tahun 2001. Pada saat itu ia memperkirakan bahwa negara-negara Brazil, Rusia, India, dan China akan menjadi negara-negara maju di dunia, menggantikan negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara saat ini. Delapan tahun setelah pemikiran itu muncul, terbentuklah BRIC, yang kemudian menjadi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South Africa) pada tahun 2011 ini.

Tujuan pembentukan BRIC adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan, dan kemajuan bersama. Brics ingin berkontribusi pada pembangunan umat manusia yang adil dan merata (equitable & fair) di muka bumi. BRICS adalah platform untuk berdialog dan berkerjasama secara pragmatis dalam berbagai bidang, tidak hanya ekonomi, keuangan, dan pembangunan; namun juga politik, kebudayaan, teknologi, dll.

Pada pertemuan yang ketiga di China pertengahan bulan April 2011, BRICS membuat Deklarasi Sanya (sanya adalah lokasi pertemuan tahun ini), yang berintikan: akan mengupayakan perkembangan ekonomi dunia yang tinggi, mantab, dan seimbang dalam jangka panjang (long-term steady, sound, and balanced growth of the world economy). Kerjasama di antara negara-negara BRICS mencakup bidang-bidang energi, industri, penerbangan, telekomunikasi, pangan, statistik, antimonopoli, penelitian, keuangan, koperasi, perkotaan, kepemerintahan lokal, kesehatan, kebudayaan, olahraga, lingkungan, inovasi, farmasi, dan tentunya perdagangan dan investasi, dll.

BRICS juga berencana mengurangi penggunaan dolar dalam transaksi keuangan internasional, untuk membangun sistem perdagangan dan cadangan devisa multicurrency. Ini berarti mereka akan menggunakan mata uang mereka sendiri dalam melakukan perdagangan di antara mereka. Mungkin terkandung juga keinginan untuk menjadikan Yuan menjadi mata uang perdagangan internasional, sebab volume perdagangan China saja dan negara-negara lain mencapai 40% perdagangan dunia pada tahun 2010. Demikian juga dalam menyalurkan hutang atau hibah ke sesama negara anggota BRICS, akan digunakan mata uang mereka sendiri.

Kendati ada kesamaan tujuan dalam pembentukan kelompok ini, di antara mereka juga terdapat perbedaan kepentingan. India dan China akan terus bersaing menimbun migas dan bahan mentah lain untuk keperluan domestik dan ekspor di masa depan. Brazil dan Rusia sama-sama menjual hidrokarbon dan barang tambang ke negara-negara lain. Namun, bisa diramalkan persaingan dagang ini akan dapat diselesaikan oleh mereka demi mengejar keuntungan yang lebih besar. Ke depan, mereka mungkin akan membentuk kelompok ekonomi yang formal seperti Uni Eropa. Mereka juga telah, sedang, dan akan menjadi kekuatan politik dunia, khusunya jika PBB dan organisasi-organisasi dunia tidak berperan dalam arah yang memihak negara-negara berkembang.

Keberadaan BRICS dapat membawa dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Perdagangan di antara mereka akan semakin meningkat, dalam upaya menghimpun kekuatan yang dapat menandingi Kelompok G-8. Demikian juga investasi di antara mereka akan meningkat, karena rasa aman dan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan jika berinvestasi di negara lain. Pertemuan tahunan di antara mereka akan memudahkan persoalan yang terjadi dapat segera diatasi. Karena perdagangan dan investasi di antara negara-negara BRICS akan meningkat, maka perdagangan dan investasi ke negara-negara lain akan dapat berkurang. Ekspor Indonesia ke China dapat menurun karena Brazil dan Rusia dapat menggantikan Indonesia memasok bahan mentah yang akan diolah China sebelum dijual ke negara-negara lain. Protes Indonesia terhadap perjanjian ACFTA akan semakin mendorong China untuk mengurangi impor dari Indonesia. Demikian juga investasi China ke Indonesia akan dapat menurun, karena China akan terikat untuk mengutamakan India, Brazil, atau Afrika Selatan sbg lokasi tempat menanamkan modalnya daripada Indonesia.

Jika kekhawatiran di atas benar terjadi, maka Indonesia perlu segera mengalihkan tujuan ekspornya ke negara-negara lain, antara lain ke Eropa dan Amerika Utara. Indonesia juga perlu lebih aktif mengudang investor dari sana dan dari negara-negara lain untuk mengimbangi menurunnya investasi dari BRICS.

Sebagai negara yang ingin sejajar dengan negara-negara yang telah lebih dahulu maju, Indonesia perlu aktif mengikuti perkembangan kerjasama antarnegara. Karena tidak bisa bergabung dengan BRICS, Indonesia dapat membentuk blok serupa bersama dengan negara-negara emerging lain, seperti Meksiko, Turki, dan Korea Selatan. itu semua membutuhkan perencanaan yang matang, agar memberi manfaat bagi negara-negara anggota sekaligus bagi masyarakat dunia.

2 comments:

  1. Someone necessarily help to make severely articles I might state.
    That is the very first time I frequented your web page and thus far?

    I surprised with the analysis you made to create this particular submit
    incredible. Wonderful process!
    Also visit my web page :: how to lose weight

    ReplyDelete