Tuesday, November 3, 2009

Cerita Keliling Dunia Si Biji Kopi





Inilah kopi, minuman yang memberi energi suasana hati. Dulu di tanah Arab, kopi adalah obat anti kantuk paling mujarab. Bangsawan Eropa menjadikan kopi sebagai klangenan dan teman dalam perjalanannya mengelilingi bumi ini.

Ethiopia adalah daerah asal muasal kopi. Di tanah Afrika Timur itu alkisah hiduplah seorang gembala kambing bernama Kaldi. Suatu malam kambing-kambingnya hilang. Keesokan paginya ia menemukan kambing-kambing itu terlihat gembira, bergerak lincah di dekat pohon berdaun gelap berbuah merah.

Penasaran, Kaldi ikut-ikutan mengunyah buah itu. Segera ia merasa lebih berenergi. Ia pun menduga perilaku kambingnya yang aneh disebabkan biji yang kemudian dikenal sebagai kopi itu.

Sesaat kemudian datanglah seorang imam dalam keadaan mengantuk menuju perjalanan menunaikan sholat subuh di masjid terdekat. Ia melihat Kaldi dan kambing-kambingnya di sekitar pohon kopi. Melihat fenomena itu, sang imam yang cendekia dan berpola pikir sistematis itu lantas melakukan berbagai eksperimen terhadap buah pohon tersebut, termasuk memanggang dan merebus bijinya.

Hasil dari eksperimen itu lahirlah minuman kopi yang menyegarkan dan memberi energi. Segera saja minuman itu menjadi favorit untuk mengobati kantuk sebelum sholat. Kebiasaan ini menyebar dari masjid ke masjid sampai akhirnya tersebar ke seluruh dunia.

Awalnya orang-orang Eropa mengira kopi berasal dari Yaman, negara di ujung selatan semenanjung Arab. Namun, sesungguhnya bukti botanis mengungkapkan bahwa Coffea arabica, spesies kopi terbaik di dunia, berasal dari dataran tinggi Ethiopia. Pepohonan kopi arabica itu hingga kini masih tumbuh liar di sana, di antara pepohonan di hutan lebat.

Tidak dapat dipastikan bagaimana akhirnya biji kopi arabica bisa menyebrangi Laut Merah menuju Yaman. Mungkin biji kopi itu dibawa lewat hubungan dagang yang terjadi kurang lebih 800 tahun SM. Meski begitu, para sejarawan tidak terlalu yakin karena tidak ada bukti yang cukup kuat. Invasi orang Ethiopia ke semenanjung Arab bagian selatan pada tahun 525 diduga kuat adalah pembawa biji kopi itu.

Pendudukan Ethiopia di Yaman yang bertahan selama 50 tahun memberi cukup waktu menularnya kebiasaan minum kopi di semenanjung Arab. Biji buah berwarna merah itu segera menjadi bagian dari gaya hidup orang Yaman, termasuk budidaya tanamannya pada abad ke-6.

Penikmat kopi pertama di semenanjung Arab semula sangat terbatas. Ketika itu sebelum dijadikan minuman sedap, kopi adalah obat. Setelah itu baru dinikmati sebagai minuman para sufi yang membutuhkannya, supaya tidak mengantuk saat bermeditasi dan beribadah. Kemudian penikmatnya melebar ke jalan-jalan sampai akhirnya berdirilah warung-warung kopi, tempat menikmati kopi di Kairo dan Makkah.

Dari Semenanjung Arab, kopi dibawa ke India oleh Baba Budan, peziarah Muslim dari India. Pada zaman itu haram hukumnya dan bisa dihukum mati bila membawa biji kopi yang tidak direbus atau disangrai keluar dari semenanjung Arab. Tujuannya agar biji kopi tidak bisa ditanam di luar daerah itu.

Sekitar tahun 1650 Budan nekat membawa 7 biji kopi di perutnya. Segera setelah sampai di rumahnya di Chickmaglur, India Selatan, ia menanam biji kopi itu dan berkembang dengan subur.

William Ukers dalam ensiklopedinya berjudul All About Coffee yang ditulis pada tahun 1928 mencatat, keturunan biji kopi pertama itu masih berkembang biak dengan subur di hutan Chickmaglur pada masa itu. Sayangnya, sekarang keturunan pohon kopi tidak tumbuh lagi di hutan itu.

Pedagang dari Perancis, Belanda, dan Portugis di zaman penjelajahan samudra kemudian mendengar dan tertarik memperdagangkan kopi. Namun, biji kopi tidak tahan tumbuh di iklim dingin Eropa. Pedagang Belanda lalu membawa biji kopi keturunan Baba Budan ke Sri Lanka dan Tanah Jawa. Dari dua koloni ini Belanda memperoleh keuntungan besar di awal abad ke-18.

Namun, ada pula yang menyebut para pedagang VOC jauh lebih dahulu nekat dan cerdik dibanding Baba Budan. Seorang pedagang VOC, Pieter van der Broeke, di tahun 1616 nekat menyelundupkan biji kopi dari pelabuhan Mocha, Yaman ke Amsterdam. Pohon yang ditanam di kebun Botani Amsterdam. Pohon yang ditanam di Amsterdam ini yang kelak dikirimkan sebagai hadiah untuk Raja Perancis, Louis XIV.

Di abad itu kopi menjadi klangenan para bangsawan yang sanggup membeli biji eksotis dari negeri Timur itu. Louis XIV, raja Perancis yang terkenal dengan kemewahannya itu, mengimpor pohon kopi dari pelabuhan Mocha, Yaman.

Dari situ pohon itu dibawa ke Jawa kemudian menyebrangi lautan menuju negeri Belanda, lalu dibawa melalui darat ke Istana Versailles yang mewah. Rumah kaca pertama di Eropa kemudian dibangun untuk pohon kesayangan bangsawan ini.

Keturunan dari pohon kesayangan Raja Louis itu mencapai Martinique, Kepulauan Karibia di Amerika Sekitar tahun 1720. Itu berkat jasa Chevalier Gabriel Mathieu de Clieu yang mengikuti jejak Baba Budan dari India. Awalnya dia kesulitan untuk memperoleh pohon kopi rumah kaca itu dari pemerintah setempat, tetapi ia tidak kekurangan akal. Pohon itu ia curi dan dibawa menyebrangi lautan.

Perjalanan laut ini menempuh segala risiko, termasuk harus menghadapi serangan bajak laut dan hampir tenggelam di telan badai. Ketika jatah air di kapal berkurang, de clieu rela membagi 2 jatahnya utk kelangsungan hidup pohon kopinya di dunia baru.

Pengorbanannya tidak sia-sia. Akhirnya keturunan pohon kopi bangsawan Eropa itu tumbuh dengan baik di Martinique. Sekitar 50 tahun kemudian pohon itu berkembang menjadi 18.680 pohon dan mulai menyebar ke Haiti, Meksiko, dan Kepulauan Karibia.

Keturunan pohon kopi itu juga menyebar ke kepulauan di Samudra India bernama Bourbon. Uniknya, di kepulauan ini terjadi mutasi pada tanaman kopi itu dan menghasilkan varietas baru, bourbon. Ini adalah varian Coffea arabica berpola berbeda dengan biji lebih kecil.

Kopi Santos dari Brasil yang terkenal dan kopi oaxaca dari Meksiko adalah keturunan dari varietas bourbon. Pohon-pohon bourbon menjadi kopi terbaik Amerika Latin. Dari Brasil, biji kopi lalu diperkenalkan di Kenya, sekarang disebut Tanzania yang hanya berjarak beberapa ratus kilometer di sebelah selatan daerah asal kopi, Ethiopia.


Taken From: Majalah Seri Gaya Hidup Sehat 'a passion of coffee' hlm. 4-10

No comments:

Post a Comment