RUHIYAH SEORANG DA’I
• Iman, ikhlas, sabar, dan optimisme adalah sifat-sifat fundamental dalam mencetak seorang da’I dlm persiapannya membekali diri dengan bekal dakwah.
• Sifat-sifat tersebut hanya dapat dimililiki oleh seorang mukmin yang telah merasakan nikmatnya iman, menyatukan diri dengan Islam, dan terus melangkah menuju tujuannya.
• Manakala seorang da’I tidak memiliki sifat-sifat rohani yang lengkap, maka hidupnya akan hampa dari nilai, dan pengaruh. Ia akan terperangkap dalam sifat ujub, nifaq, dan riya’. Terjerumus ke dalam lumpur kebanggaan, kesombongan dan egoisme. Ia akan berdakwah untuk dirinya, bukan untuk ALLAH. Akan membangun kejayaan bagi dirinya bukan untuk Islam. Ia akan bekerja untuk kebahagiaan di dunia dan bukan untuk kehidupan akhirat kelak…..Dari sinilah timbulnya penyimpangan, keruntuhan, dan kehancuran.
JALAN MEMPEROLEH KETINGGIAN RUHIYAH
• Takwa kepada ALLAH Azza wa Jalla adalah modal kekayaan inspirasi, sumber cahaya, dan karunia yang melimpah (al-Anfal:29, al-Hadid:28, ath-Thalaq:2-3).
• Orang yang bertakwa akan selalu mendapatkan jalan keluar yang menentramkan batinnya walau bagaimana besar dan rumitnya problema yang ia hadapi.
• Takwa kepada ALLAH menumbuhkan furqan dalam hati. Furqan yang bisa menyingkap jalan kehidupan.
• Dengan takwa pikiran menjadi terang, al-Haq tampak jelas, jalan lurus terbentang lebar, hati terasa tentram, batin begitu damai dan kaki terpancang teguh dalam menapaki perjalanan.
HAKIKAT TAKWA
• Takwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muroqobatullah, merasa takut terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghfirah-Nya.
• Takwa adalah hendaklah ALLAH tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan Melihat kamu dalam menaati perintah-perintah-Nya.
• Takwa adalah mencegah diri dari adzab ALLAH dengan membuat amal Sholeh dan takut kepada-Nya di kala sepi atau terang-terangan.
• Takwa adalah kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus-menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan….jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan, dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti…dan masih banyak duri-duri yang lainnya.
• Keutamaan dan pengaruh takwa merupakan sumber segala kebaikan di masyarakat, sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan, kejahatan, dan perbuatan dosa.
• Takwa merupakan pilar utama dalam pembinaan jiwa dan akhlak seseorang dalam menghadapi fenomena kehidupan. Agar ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan agar ia bersabar atas segala ujian dan cobaan.
JALAN MENCAPAI SIFAT TAKWA
• Mu’ahadah (Mengingat Perjanjian)
“Dan tepatilah perjanjian dengan ALLAH apabila kamu berjanji…” (An-Nahl[16]:91)
• Muroqobah (Merasakan Kesertaan ALLAH) → asy-Syu’araa [26]: 218-219. Hadits Rasulullah: ”Hendaklah kamu beribadah kepada ALLAH seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika memang kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya ALLAH Melihat kamu.
Muroqobah bermakna merasakan keagungan ALLAH Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai. Cara Muroqobah: sebelum memulai suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya....Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi dan mencari popularitas, ataukah karena dorongan ridha ALLAH dan menghendaki pahala-Nya?
Macam-macam muroqobah: Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas kepada-Nya. Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan, dan meninggalkannya secara total. Muroqobah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab thd ALLAH dan bersyukur atas segala nikmat-Nya. Muroqobah dalam musibah adalah dengan ridha kepada ketentuan ALLAH serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran.
• Muhasabah (Introspeksi Diri) → al-Hasyr[59]:18. Makna muhasabah adalah hendaknya seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan...apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha ALLAH? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya’? Apakah dia sudah memenuhi hak-hak ALLAH dan hak-hak manusia?... Semoga ALLAH Meridhai Umar al-Faruq R.’A yang berkata, ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan. Tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun. Hakikat Muhasabah → Jika sebagai da’i kita telah menghisab diri dalam urusan yang besar maupun yang kecil, dan berusaha keras melakukan khalwat di malam hari dengan ALLAH untuk melihat apa yang akan dipersembahkan di hari Kiamat nanti...maka dengan demikian kita telah melangkah menuju takwa dan menapaki perjalanan rohani bahkan akhirnya kita akan sampai ke derajat para muttaqin (Aamiin).
• Mu’aqobah (Pemberian Sanksi) → apabila seorang mukmin menemukan kesalahan maka tak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Sanksi ini harus dengan sesuatu yang mubah. Contoh: Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khattab R.’A pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar. Maka beliau berkata, ”Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah sholat Ashar!... kini kebunku aku jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin. Menanggapi masalah ini al-Laits berkata, ”Padahal beliau hanya ketinggalan sholat berjama’ah!”
Suatu ketika Umar R.’A. pernah disibukkan oleh suatu urusan sehingga waktu Maghrib lewat sampai muncul dua bintang. Maka setelah melaksanakan sholat Maghrib beliau memerdekakan dua orang budak. Ketika Abu Thalhah sedang sholat, di depannya lewat seekor burung lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari sholatnya sehingga lupa sudah berapa raka’at beliau sholat. Karena kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidakkhusyu’annya. Hasan bin Hannan pernah melewati sebuah rumah yang selesai dibangun. Beliau berkata, ”Kapan rumah ini dibangun?” kemudian beliau menegur dirinya, ”Kenapa kau tanyakan sesuatu yang tidak berguna untuk dirimu?! Akan kujatuhkan sanksi padaku dengan puasa setahun!” Dan beliau pun berpuasa satu tahun sebagai sanksi atas campur tangan dalam sesuatu yang tidak berguna baginya. Ada baiknya bila setiap da’i mengikuti jejak generasi salaf dalam muhasabah diri dan menjatuhkan sanksi; jika ia menemukan kelalaiannya dalam memikul tanggung jawab atau meninggalkan kewajiban terhadap ALLAH dan sesama manusia. Misalnya dengan menginfakkan sejumlah uang tatkala meninggalkan sholat berjama’ah, atau dengan mengerjakan beberapa rakaat sholat sunnah ketika tidak berziarah ke tempat ikhwah.
• Mujahadah (optimalisasi) → al-Ankabut [29]: 69. Makna mujahadah adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia, dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini harus tegas, serius, dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya. Diriwayatkan oleh Aisyah R.’A., ”Rasulullah S’AW melaksanakan sholat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika Aisyah R.’A. bertanya, ”Mengapa engkau lakukan hal itu? Bukankah ALLAH sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang akan datang?” Rasulullah menjawab, ”Bukankah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?!” (H.R. Bukhari dan muslim). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah R.’A. berkata, ”Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang”. Imam Turmudzi meriwayatkan dari Abu Sofwan, beliau berkata, ”Rasulullah S.’AW bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya.” Setiap kali kita menemukan kemalasan atau kelalaian dalam melaksanakan hak-hak ALLAH walau hanya berupa sunnah, mereka bangkit dari kelalaiannya dengan serius dan tekad yang bulat kemudian kembali ke jalan ALLAH dengan penuh kekhusyu’an. Sehingga mereka sampai ke puncak derajat yaqin. Hati mereka merasakan hembusan keimanan dan di relung jiwa mereka terasakan manisnya ibadah dan nikmatnya munajat. Contoh: Abu Muhammad al-Jahiri bermukim di Makkah selama satu tahun. Beliau tidak tidur, tidak berbicara, tidak bersandar ke dinding dan tidak duduk melonjorkan kaki. Abu Bakar al-Kitani bertanya kepada beliau, ”Bagaimana anda bisa kuat seperti ini?” Beliau menjawab, ”ALLAH Maha Mengetahui ketulusan batin saya sehingga dengan demikian Dia Menolong kekuatan lahiriyah saya.” Ketika orang-orang mengunjungi Zahlah al-Abidah, mereka mengungkapkan kekhawatiran mereka atas kesehatan dirinya. Tetapi Zahlah berkata, ”Hidup ini hanyalah hari-hari untuk bersegera melakukan amal. Siapa yang ketinggalan hari ini maka dia tak bisa menyusulnya di hari esok. Selanjutnya bagi orang-orang yang ingin bersungguh-sungguh dalam ibadah dan membawa dirinya untuk bermujahadah harus memperhatikan dua sisi penting dalam amal-amalnya, pertama, hendaklah amal-amal yang sunnah tidak membuatnya lupa akan kewajiban-kewajiban yang lainnya. Kedua, tidak memaksakan diri dengan amal-amal sunnah yang di luar kemampuannya.
Dengan mu’ahadah kita dapat beristiqamah di atas syari’at ALLAH dan dengan muroqobah kita dapat merasakan keagungan ALLAH, baik di kala sembunyi ataupun di kala ramai. Dengan muhasabah kita bisa terbebas dari kebusukan hawa nafsu yang selalu berontak, dan bisa memenuhi hak-hak ALLAH dan hak-hak sesama manusia. Dengan mu’aqobah kita bisa memisahkan diri dari penyimpangan. Dengan mujahadah kita dapat memperbaiki aktivitas diri sekaligus menumpas kemalasan dan kelalaian.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENUMBUH SUBURKAN RUHIYAH
1. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepekaan Jiwa.
• Senantiasa bermuroqobah kepada ALLAH. (Merasakan kesertaan ALLAH)
• Mengingat kematian dan kehidupan sesudahnya.
• Membayangkan kehidupan akhirat beserta seluruh peristiwanya. (Semua manusia dikumpulkan dengan telanjang bulat dan tanpa alas kaki, matahari sangat dekat di atas kepala, bumi menjadi saksi atas apa yang dilakukan seorang hamba di atas permukaannya, ada beberapa tempat dimana seseorang tak lagi mengingat siapa pun selain dirinya, anggota badan menjadi saksi atas perbuatan pemiliknya, tentang kegelapan neraka yang sangat pekat, tentang lembah-lembah Jahannam, tentang gada-gada neraka, tentang keburukan ahli neraka, tentang minuman ahli neraka, tentang makanan ahli neraka, tentang tangisan ahli neraka, mengenal ukuran ahli neraka yg membesar shg gusinya mjd lebih besar dari gunung Uhud, keadaan ahli surga/cukuplah mereka bangga dan mulia dengan apa yang ALLAH siapkan untuk mereka di dalamnya. Dan cukuplah mereka berbangga dengan keabadian yang tak berkesudahan di dalamnya, tidak sakit, tidak pikun.
2. Faktor-faktor Amaliyah yang Menumbuhkan Ruhiyah.
• Memperbanyak tilawah Al-Qur’an dengan tadabbur.
• Hidup bersama Rasulullah melalui shirohnya yang harum semerbak. (Mencontoh ibadah, kezuhudan, ketakwaan Nabi, keteguhan Nabi dalam mempertahankan prinsip, mencontoh kekuatan fisik nabi, serta meneladani keberanian Rasulullah S.’AW.).
• Selalu menyertai orang-orang pilihan, yakni mereka yang berhati bersih dan mengenal ALLAH. Orang-orang pilihan yang mengenal ALLAH memiliki ciri-ciri di antaranya: Komitmen terhadap syariat Islam dengan niat yang ikhlas dan jujur dalam ketaatan dan kontinu dalam beramal, dalam diri mereka tidak tampak adanya kemaksiatan, bid’ah, atau apa pun yang menyalahi syari’at. Sebab mereka adalah orang-orang yang bersih, memiliki komitmen, dan menjadi teladan. Mereka menyibukkan diri dengan kelemahan dan aib yang ada pada dirinya. Mereka tidak pernah sibuk dengan kesalahan-kesalahan orang lain. Mereka melaksankan tugas amar ma’ruf nahi munkar dengan kekuatan iman dan keberanian jiwa. Di wajah mereka tampak adanya cahaya keimanan dan takwa. Mereka memperhatikan umat Islam dan bersemangat menghadapai segala permasalahan yang dihadapi umat. Bergerak secara jujur demi tanggung jawab dakwah dan punya semangat yang ikhlas dalam perbaikan umat dan jihad.
• Dzikir kepada ALLAH di setiap waktu dan keadaan.
• Menangis karena takut kepada ALLAH di saat berkhalwat (menyendiri).
Beberapa keutamaan menangis karena takut kepada ALLAH: Berada di bawah naungan ALLAH di hari kiamat, terbebas dari adzab ALLAH, berada dalam limpahan cinta kasih Ilahi, berada dalam ampunan dan maghfiroh-Nya,
• Bersungguh-sungguh membekali diri dengan ibadah-ibadah Nafilah (Sunnah). Sholat Nafilah: Sholat Dhuha, sholat Awwabin, sholat sunnah Tahiyatul Masjid, sholat sunnah wudlu, sholat malam, sholat tarawih. Shaum Nafilah: Puasa ’Arafah, Puasa ’Asyuro dan Tasu’a, Shaum 6 hari pada bulan Syawal, Shaum tiga hari bidh (tanggal 13, 14, 15 penanggalan qomariyah), Shaum hari senin dan kamis, Shaum sehari dan buka sehari (Puasa Daud). Shodaqoh Nafilah: sifat berkorban, berinfaq, dan itsar. Ibadah Haji dan Umroh Nafilah: Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah R.’A. bahwa Rasulullah S’AW bersabda, ”Antara satu umrah dan umrah yang lainnya menghapuskan dosa di antara keduanya, dan haji mabrur balasannya adalah surga.”
PENGARUH TARBIYAH RUHIYAH
(Dalam Pembinaan, Perbaikan, dan Pembaruan Umat)
Untuk apakah ”terminal ruhiyah” ini? Jawabannya adalah agar kita mampu mengalahkan nafsu amarah ketika ia membisikkan kemaksiatan. Untuk menggagalkan tipu daya ketika ia menggoda kita dengan memperindah kemungkinan. Untuk menjaga diri agar tidak tertipu oleh dunia, ketika merasa tertarik kepadanya. Agar kita selamat dari jurang nifaq, riya’, dan ‘ujub ketika kita berada di dekatnya. Agar kita selalu mengingat kematian tatkala kita lupa atau di saat kita akrab dengan dunia. Agar kita bisa menjauhkan diri dari hal-hal yang haram atau yang syubhat sekalipun. Agar kita beristiqomah dalam menjalani syariat ALLAH, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi, atau terang-terangan. Agar orang percaya kepada kita dan siap menerima kita. Agar kita dapat memberi petunjuk dan kebaikan kepada orang yang kita dakwahi. Agar orang-orang menemukan sifat-sifat para sholihin dan Rabbaniyyin dalam diri kita. Agar kita meninggalkan kenangan untuk umat dan suri teladan untuk generasi-generasi yang akan datang.
Terminal Ruhiyah adalah sumber aspirasi dan perbendaharaan kita. Khazanah dan pemahaman dan tempat muhasabah. Bahkan ia merupakan motor penggerak yang melahirkan kekuatan iman, pancaran rohani, muhasabah batin, moroqobah robbaniyah, dan melahirkan semangat untuk berangkat ke medan dakwah. Wallahu a’lam bish showwab
PS: Jangan berpuas hati dengan hanya membaca ringkasan ini. Sebaiknya memang membaca langsung bukunya karena di dalam buku Tarbiyah Ruhiyah tersebut banyak kisah-kisah teladan Rasulullah, para sahabat, dan para sholihin yang tidak dimuat dalam ringkasan sederhana ini.
No comments:
Post a Comment