Versi buku2 sejarah anak sekolahan: Islam baru masuk ke Nusantara baru abad ke-13 Masehi yang dibawa para pedagang dari Gujarat, India. Ini dikenal dengan Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, seorang orientalis yang ditugaskan VOC untuk meneliti Islam nusantara demi kepentingan penjajah.
The True sejarah: Islam dibawa ke nusantara pada abad ke-7 M, dibawa oleh pedagang Arab, langsung dari Mekkah. Teori ini dinamakan teori Mekah dan didukung banyak buku arkeologis dan literatur. Salah satunya temuan banyak arkeolog yang menyebutkan di tahun 674 M telah berdiri satu kampung Islam di pesisir Barat Sumatera Utara yang bernama Barus. Bahkan pada tahun 718, seorang Raja kerajaan Budha Sriwijaya bernama Sri Indrawarman masuk Islam, walau kemudian diganti oleh raja yang beragama Budha.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Kerajaan pertama di Nusantara adalah kerajaan Hindu Tarumanegara yang berdiri pada abad ke-4 Masehi di Jawa Barat.
The True sejarah: Kerajaan pertama di Nusantara adalah Kerajaan Salakanagara yang berdiri pada abad ke-1 Masehi di pesisir utara Jawa Barat. Salakanagara bukan kerajaan Hindu, melainkan menganut kepercayaan lokal yakni pemujaan terhadap ruh leluhur. Sisa-sisa kepercayaan ini masih terdapat hingga kini di masyarakat Kranggan, Pondok Gede, Bekasi, walau mereka secara resmi sudah beragama Islam.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara merupakan kerajaan-kerajaan kecil dan tidak punya pengaruh.
The True sejarah: Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara merupakan kerajaan-kerajaan besar, bahkan luas kekuasaan dan pengaruh politisnya melebihi imperium kerajaan hindu Majapahit. Salah satunya adalah kerajaan Aceh Darussalam yang menyatukan diri dengan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah yang luas wilayah kekuasaannya terbilang benua. Bahkan Jazirah Al-Mulk juga masuk dalam wilayah kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Kerajaan Aceh Darussalam tidaklah besar dan pengaruhnya juga tidak sampai meluas melebihi wilayah Asia Tenggara.
The True sejarah: Pengaruh politis dan ekonomis Kerajaan Aceh Darussalam sangat besar bahkan mendunia. Wilfred Cantwell Smith dalam 'Islam in Modern History', menyatakan Aceh merupakan salah satu dari lima besar kekuatan Islam dunia pada masanya. Kelima besar itu adalah: Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, Kerajaan Maroko di Afrika Utara, Kerajaan Isfahan di Timur Tengah, Kerajaan Islam Mughol di anak benua India, dan yang kelima adalah Kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Walisongo merupakan sembilan tokoh penyebar Islam yang memiliki kesaktian tingkat tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang di luar akal sehat manusia.
The True sejarah: Walisongo merupakan nama Dewan Syuro penyebar Islam di jawa yang awalnya berasal dari luar Nusantara. Dewan Syuro ini berganti-ganti personelnya sebanyak lima kali. Para anggotanya merupakan ulama terpilih yang memiliki pengetahuan agama yang dalam dan juga ilmu-ilmu dunia. Dalam menyebarkan Islam, Dewan Syuro walisongo tidak mencampurkannya dengan kesyirikan dan khurafat seperti yang banyak ditulis orang dalam cerita-cerita khayali.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Orang Betawi berasal dari budak yang diimport oleh VOC Belanda dari berbagai suku bangsa.
The True sejarah: Orang Betawi sudah mendiami wilayah yang sekarang disebut Jakarta jauh sebelum Portugis dan Belanda datang. Bahkan pada tahun sebelum Masehi, Kerajaan pertama Nusantara, Salakanagara (100 M), merupakan kerajaan dimana masyarakatnya merupakan nenek moyang kaum Betawi.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Fatahillah adalah orang pertama yang mengislamkan Jakarta.
The True sejarah: Orang pertama yang mendakwahkan Islam di Betawi adalah Syekh Quro yang membangun pesantren di Karawang, dibantu oleh ulama-ulama lain seperti Datuk Ibrahim, Datu Biru, dan lainnya.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Nama asli Patimura adalah Thomas Matulessy, lahir di Saparua dan beragama Kristen.
The True sejarah: Patimura adalah marga muslim Ambon. Nama asli Patimura adalah Ahmad Lussy, lahir di Bacan. Dia adalah bangsawan dari Kerajaan Islam Sahulau. Sosok Thomas Matulessy adalah tokoh khayali yang tidak ada pembuktiannya secara valid. Perlawanan terhadap Belanda di Maluku dikobarkan umat dan tokoh Islam.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Perang Jawa (1825-1830) yang dikobarkan Pangeran Diponegoro disebabkan kemarahan diponegoro atas ulah Belanda mematok tanah miliknya.
The True sejarah: Pematokan tanah milik Diponegoro hanyalah pemicu perlawanan. Sebelum itu Diponegoro yang sejak anak-anak dididik Islam dengan lurus, sehingga lebih suka berdekatan dengan rakyat jelata ketimbang hidup di keraton, telah memendam amarah terhadap Belanda yang semua tindakannya menyakiti dan menyengsarakan rakyat kecil.
Versi buku2 sejarah anak sekolahan:
Si Singamangaraja XII adalah Raja Batak yang beragama Palbegu, agama leluhur orang Batak.
The True sejarah: Si Singamangaraja XII adalah seorang Muslim yang taat. Cap kerajaan dan benderanya sarat dengan ornamen Islam. Bahkan peperangannya melawan Belanda dibantu oleh Kerajaan Islam Aceh Darussalam dan Kerajaan Islam Minangkabau.
sumber: Eramuslim Digest
Friday, March 20, 2009
Tuesday, March 17, 2009
Tazkiyatun Nafs (4)
MENSUCIKAN JIWA (PART 4)
(SA’ID HAWA)
DZIKIR
Al-Ghazali Rahimahullah berkata:
Ketahuilah bahwa orang-orang yang memandang dengan cahaya bashirah mengetahui bahwa tidak ada keselamatan kecuali dengan pertemuan dengan Allah ta’ala, dan tidak ada jalan untuk bertemu Allah SWT kecuali dengan kematian hamba dalam keadaan mencintai dan mengenal Allah SWT. Sesungguhnya cinta dan keakraban tidak akan tercapai kecuali dengan selalu mengingat yang dicintai. Sesungguhnya pengenalan kepada-Nya tidak akan tercapai kecuali dengan senantiasa berpikir tentang berbagai penciptaan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Di alam wujud ini yang ada hanyalah Allah dan perbuatan-perbuatan-Nya. Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa dzikir dan pikir kecuali dengan berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan diri dengannya sesuai keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam tugas-tugas dzikir dan pikir.
Barangsiapa yang ingin masuk surga tanpa hisab maka hendaklah ia mengoptimalkan waktunya untuk keta’atan, dan barangsiapa ingin daun timbangan kebaikan dan kebajikannya lebih berat maka hendaklah ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk keta’atan. Jika ia mencampur aduk amal sholeh dengan amal keburukan maka ia berada dalam bahaya, tetapi harapan tidak pernah terputus dan ampunan dari kedermawanan Allah senantiasa dinantikan: semoga Allah berkenan mengampuninya dengan kedermawanan-Nya.
Allah Berfirman kepada hamba-Nya yang paling dekat dan paling tinggi derajatnya di sisi-Nya:
”Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (al-Muzzammil: 7-8)
”Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam.” (Qaaf: 39-40)
”Dan bertasbihlah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (Thaha: 130)
Sa’id Hawwa berkata: Orang yang menghendaki akhirat harus membuat program rutin untuk dirinya berupa bacaan istighfar, tahlil, sholawat atas Rasulullah S’AW dan dzikir-dzikir ma’tsur lainnya, sebagaimana ia harus membiasakan lisannya untuk dzikir terus menerus seperti tasbih, istighfar, tahlil, takbir, atau hauqalah (laa haula walaa quwwata "dan amalan-amalan lainnya. Kesucian dan ketinggian jiwanya akan sangat ditentukan oleh sejauh mana ia telah melaksanakan sarana-sarana tazkiyah, baik ia merasakannya ataupun tidak.
TAFAKKUR
Allah SWT Berfirman:
”Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah?” (al-A’raf:185)
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (Ali Imran: 190-191)
Dari nash kedua kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal tidak akan tercapai kecuali dengan bertemunya dzikir dan pikir manusia.
MENGINGAT KEMATIAN DAN PENDEK ANGAN-ANGAN
Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karenanya, di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, an pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian.
Sesungguhnya pendek angan-angan dan mengingat kematian dapat memindahkan manusia dari tingkatan kedua ke tingkatan pertama.
Rasulullah S’AW bersabda:
”Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)
(SA’ID HAWA)
DZIKIR
Al-Ghazali Rahimahullah berkata:
Ketahuilah bahwa orang-orang yang memandang dengan cahaya bashirah mengetahui bahwa tidak ada keselamatan kecuali dengan pertemuan dengan Allah ta’ala, dan tidak ada jalan untuk bertemu Allah SWT kecuali dengan kematian hamba dalam keadaan mencintai dan mengenal Allah SWT. Sesungguhnya cinta dan keakraban tidak akan tercapai kecuali dengan selalu mengingat yang dicintai. Sesungguhnya pengenalan kepada-Nya tidak akan tercapai kecuali dengan senantiasa berpikir tentang berbagai penciptaan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Di alam wujud ini yang ada hanyalah Allah dan perbuatan-perbuatan-Nya. Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa dzikir dan pikir kecuali dengan berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan diri dengannya sesuai keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam tugas-tugas dzikir dan pikir.
Barangsiapa yang ingin masuk surga tanpa hisab maka hendaklah ia mengoptimalkan waktunya untuk keta’atan, dan barangsiapa ingin daun timbangan kebaikan dan kebajikannya lebih berat maka hendaklah ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk keta’atan. Jika ia mencampur aduk amal sholeh dengan amal keburukan maka ia berada dalam bahaya, tetapi harapan tidak pernah terputus dan ampunan dari kedermawanan Allah senantiasa dinantikan: semoga Allah berkenan mengampuninya dengan kedermawanan-Nya.
Allah Berfirman kepada hamba-Nya yang paling dekat dan paling tinggi derajatnya di sisi-Nya:
”Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (al-Muzzammil: 7-8)
”Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam.” (Qaaf: 39-40)
”Dan bertasbihlah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (Thaha: 130)
Sa’id Hawwa berkata: Orang yang menghendaki akhirat harus membuat program rutin untuk dirinya berupa bacaan istighfar, tahlil, sholawat atas Rasulullah S’AW dan dzikir-dzikir ma’tsur lainnya, sebagaimana ia harus membiasakan lisannya untuk dzikir terus menerus seperti tasbih, istighfar, tahlil, takbir, atau hauqalah (laa haula walaa quwwata "dan amalan-amalan lainnya. Kesucian dan ketinggian jiwanya akan sangat ditentukan oleh sejauh mana ia telah melaksanakan sarana-sarana tazkiyah, baik ia merasakannya ataupun tidak.
TAFAKKUR
Allah SWT Berfirman:
”Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah?” (al-A’raf:185)
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (Ali Imran: 190-191)
Dari nash kedua kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal tidak akan tercapai kecuali dengan bertemunya dzikir dan pikir manusia.
MENGINGAT KEMATIAN DAN PENDEK ANGAN-ANGAN
Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karenanya, di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, an pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian.
Sesungguhnya pendek angan-angan dan mengingat kematian dapat memindahkan manusia dari tingkatan kedua ke tingkatan pertama.
Rasulullah S’AW bersabda:
”Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)
Monday, March 16, 2009
Tazkiyatun Nafs (3)
MENSUCIKAN JIWA (PART 3)
(SA’ID HAWA)
TILAWAH AL-QUR’AN
Tilawah Al-Qur’an dapat menghaluskan jiwa dari beberapa segi. Ia mengenalkan manusia kepada tuntutan yang harus dilakukannya, membangkitkan berbagai nilai yang dimaksudkan dalam tazkiyatun-nafs, menerangi hati, mengingatkannya, menyempurnakan fungsi sholat, zakat, puasa, dan haji dalam mencapai maqam ‘ubudiyah kepada Allah ‘azza wa jalla. Tilawah Al-Qur’an memerlukan penguasaan yang baik tentang hokum-hukum tajwid dan komitmen harian dengan wirid dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an dapat berfungsi dengan baik apabila dalam tilawahnya disertai adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’, dan tadabbur.
Sepuluh Amalan dalam Tilawah: Memahami sumber firman, ta’zhim, kehadiran hati, tadabbur, tafahhum, menghindari hambatan-hambatan kefahaman, takhsish, ta’atstsur, taraqqi, dan tabarriy.
Pertama: Memahami keagungan dan ketinggian firman, karunia ALLAH SWT dan kasih sayang-Nya kepada makhluk dalam menurunkan al-Qur’an dari ’Arsy kemuliaan-Nya ke derajat pemahaman makhluk-Nya.
Kedua: Mengagungkan Mutakallim (Allah). Pada permulaan tilawah Al-Qur’an, seorang pembaca harus menghadirkan di dalam hatinya keagungan Allah (al-Mutakallim) dan mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia, dan bahwa membaca kalam Allah sangat penting, karena itu Dia berfirman: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (al-Waqi’ah:79)
Ketiga: Kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa. Mengambilnya dengan serius yaitu dengan berkonsentrasi penuh dalam membacanya, dan mengarahkan perhatian hanya kepadanya.
Keempat: Tadabbur. Tadabbur adalah sesuatu di luar ’kehadiran hati’, karena bisa jadi ia tidak berpikir selain al-Qur’an tetapi hanya mendengarkan al-Qur’an dari dirinya sendiri padahal ia tidak mentadabburkannya. Tujuan membaca adalah tadabbur, oleh karena itu disunnahkan membaca dengan tartil sebab di dalam tartil secara zhahir memungkinkan tadabbur dengan bathin. Ali R.’A berkata:
”Tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa pemahaman di dalamnya, dan tidak ada kebaikan pada bacaan tanpa tadabbur di dalamnya.”
Kelima: Tafahhum (memahami secara mendalam). Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena al-Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para Nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, sorga dan neraka. Karena itu, hendaklah selalu berusaha mencari pemahaman tersebut. Ibnu Mas’ud berkata: Barangsiapa menghendaki ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian, maka hendaklah ia mendalami al-Qur’an.
Keenam: Meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman. Penghalang pemahaman ada empat: (1) Perhatiannya tertuju kepada penunaian bacaan huruf-hurufnya saja, (2) taqlid kepada mazhab yang didengarnya, (3) berterus-menerus dalam dosa atau sikap sombong atau secara umum terjangkiti oleh penyakit hawa nafsu kepada dunia yang diperturutkan, (4) karena telah membaca ‘tafsir zhahir’ dan meyakini bahwa tidak ada makna lain bagi kalimat-kalimat al-Qur’an kecuali apa yang disebutkan dalam nukilan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan lainnya.
Ketujuh, Takhshish. Yaitu menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap khithab (nash) yang ada dalam al-Qur’an.
Kedelapan: Ta’atstsur (Mengimbas ke dalam hati). Yaitu hatinya terimbas dengan berbagai imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dihayatinya. Sesuai dengan pemahaman yang dicapainya demikian pula keadaan dan imbasan yang dirasakan oleh hati berupa rasa sedih, takut, harap, dan lain sebagainya.
Kesembilan: Taraqqi. Yakni meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah SWT bukan dari dirinya sendiri. Karena derajat bacaan ada tiga: (1) derajat yang paling rendah, yaitu seorang hamba merasakan seolah-olah dia membacanya kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya, sementara itu Dia menyaksikan dan mendengarkannya. (2) menyaksikan dengan hatinya seolah-olah Allah melihatnya dan mengajaknya bicara dengan berbagai taufiq-Nya, memanggilnya dengan berbagai ni’mat dan kebaikan-Nya. (3) melihat mutakallim dalam setiap kalam yang dibacanya.
Kesepuluh: Tabarriy. Yakni melepaskan diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang kepada dirinya dengan pandangan ridha dan tazkiyah
(SA’ID HAWA)
TILAWAH AL-QUR’AN
Tilawah Al-Qur’an dapat menghaluskan jiwa dari beberapa segi. Ia mengenalkan manusia kepada tuntutan yang harus dilakukannya, membangkitkan berbagai nilai yang dimaksudkan dalam tazkiyatun-nafs, menerangi hati, mengingatkannya, menyempurnakan fungsi sholat, zakat, puasa, dan haji dalam mencapai maqam ‘ubudiyah kepada Allah ‘azza wa jalla. Tilawah Al-Qur’an memerlukan penguasaan yang baik tentang hokum-hukum tajwid dan komitmen harian dengan wirid dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an dapat berfungsi dengan baik apabila dalam tilawahnya disertai adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’, dan tadabbur.
Sepuluh Amalan dalam Tilawah: Memahami sumber firman, ta’zhim, kehadiran hati, tadabbur, tafahhum, menghindari hambatan-hambatan kefahaman, takhsish, ta’atstsur, taraqqi, dan tabarriy.
Pertama: Memahami keagungan dan ketinggian firman, karunia ALLAH SWT dan kasih sayang-Nya kepada makhluk dalam menurunkan al-Qur’an dari ’Arsy kemuliaan-Nya ke derajat pemahaman makhluk-Nya.
Kedua: Mengagungkan Mutakallim (Allah). Pada permulaan tilawah Al-Qur’an, seorang pembaca harus menghadirkan di dalam hatinya keagungan Allah (al-Mutakallim) dan mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia, dan bahwa membaca kalam Allah sangat penting, karena itu Dia berfirman: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (al-Waqi’ah:79)
Ketiga: Kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa. Mengambilnya dengan serius yaitu dengan berkonsentrasi penuh dalam membacanya, dan mengarahkan perhatian hanya kepadanya.
Keempat: Tadabbur. Tadabbur adalah sesuatu di luar ’kehadiran hati’, karena bisa jadi ia tidak berpikir selain al-Qur’an tetapi hanya mendengarkan al-Qur’an dari dirinya sendiri padahal ia tidak mentadabburkannya. Tujuan membaca adalah tadabbur, oleh karena itu disunnahkan membaca dengan tartil sebab di dalam tartil secara zhahir memungkinkan tadabbur dengan bathin. Ali R.’A berkata:
”Tidak ada kebaikan pada ibadah tanpa pemahaman di dalamnya, dan tidak ada kebaikan pada bacaan tanpa tadabbur di dalamnya.”
Kelima: Tafahhum (memahami secara mendalam). Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena al-Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para Nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, sorga dan neraka. Karena itu, hendaklah selalu berusaha mencari pemahaman tersebut. Ibnu Mas’ud berkata: Barangsiapa menghendaki ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian, maka hendaklah ia mendalami al-Qur’an.
Keenam: Meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi pemahaman. Penghalang pemahaman ada empat: (1) Perhatiannya tertuju kepada penunaian bacaan huruf-hurufnya saja, (2) taqlid kepada mazhab yang didengarnya, (3) berterus-menerus dalam dosa atau sikap sombong atau secara umum terjangkiti oleh penyakit hawa nafsu kepada dunia yang diperturutkan, (4) karena telah membaca ‘tafsir zhahir’ dan meyakini bahwa tidak ada makna lain bagi kalimat-kalimat al-Qur’an kecuali apa yang disebutkan dalam nukilan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan lainnya.
Ketujuh, Takhshish. Yaitu menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap khithab (nash) yang ada dalam al-Qur’an.
Kedelapan: Ta’atstsur (Mengimbas ke dalam hati). Yaitu hatinya terimbas dengan berbagai imbasan yang berbeda sesuai dengan beragamnya ayat yang dihayatinya. Sesuai dengan pemahaman yang dicapainya demikian pula keadaan dan imbasan yang dirasakan oleh hati berupa rasa sedih, takut, harap, dan lain sebagainya.
Kesembilan: Taraqqi. Yakni meningkatkan penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah SWT bukan dari dirinya sendiri. Karena derajat bacaan ada tiga: (1) derajat yang paling rendah, yaitu seorang hamba merasakan seolah-olah dia membacanya kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya, sementara itu Dia menyaksikan dan mendengarkannya. (2) menyaksikan dengan hatinya seolah-olah Allah melihatnya dan mengajaknya bicara dengan berbagai taufiq-Nya, memanggilnya dengan berbagai ni’mat dan kebaikan-Nya. (3) melihat mutakallim dalam setiap kalam yang dibacanya.
Kesepuluh: Tabarriy. Yakni melepaskan diri dari daya dan kekuatannya, dan memandang kepada dirinya dengan pandangan ridha dan tazkiyah
Friday, March 13, 2009
Tazkiyatun Nafs (2)
MENSUCIKAN JIWA (PART 2)
(SA’ID HAWA)
Urgensi puasa dalam tazkiyatun-nafs (Mensucikan Jiwa) menduduki derajat ketiga (setelah sholat dan zakat), karena di antara syahwat besar yang bisa membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Sedangkan puasa merupakan pembiasaan terhadap jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Jika kesabaran termasuk kedudukan jiwa yang tertinggi maka puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar. Oleh sebab itu disebutkan dalam sebuah hadits: “Puasa adalah separuh kesabaran.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, hadits hasan). Allah SWT telah menjadikan puasa sebagai sarana untuk mencapai derajat taqwa. (al-Baqarah: 183)
Puasa memiliki tiga tingkatan: Puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang super khusus.
Puasa orang awam ialah menahan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat. Puasa orang khusus ialah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa. Puasa super khusus adalah puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari selain Allah secara total, dan puasa ini menjadi ”batal” karena fikiran tentang selain Allah dan hari akhir; karena fikiran tentang dunia kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama (karena dunia yang dimaksudkan untuk agama tersebut sudah termasuk bekal akhirat dan tidak lagi dikatakan sebagai dunia). Ini merupakan tingkatan para Nabi, Rasul, Shiddiqin, dan Muqarrabin.
Puasa orang khusus ialah puasa orang-orang sholeh yaitu menahan anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan kesempurnaannya ialah dengan enam perkara:
1. Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci, ke setiap hal yang bisa menyibukkan hati dan melalaikan dari mengingat Allah ’azza wajalla.
2. Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran, dan perdebatan. Mengendalikannya dengan diam, menyibukkannya dengan dzikrullah dan tilawah al-Qur’an. Itulah puasa lisan.
3. Menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci (makruh) karena setiap yang diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarkannya.
4. Menahan berbagai anggota badan lainnya dari berbagai dosa, seperti menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang dibenci, menahan perut dari berbagai syubhat pada waktu tidak puasa.
5. Tidak memperbanyak makanan halal pada saat berbuka puasa sampai penuh perutnya. Karena tidak ada wadah yang paling dibenci oleh Allah swt selain perut yang penuh dengan makanan halal.
6. Hendaknya setelah ifthar hatinya tergantung dan terguncang antara cemas dan harap, sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima sehingga termasuk golongan Muqarrabin atau ditolak sehingga termasuk orang-orang yang dimurkai? Hendaklah hatinya dalam keadaan demikian di akhir setiap ibadah yang baru saja dilaksanakan.
Sebagian ulama’ berkata: Berapa banyak orang yang berpuasa sesungguhnya dia tidak berpuasa dan berapa banyak orang yang tidak berpuasa tetapi sesungguhnya ia berpuasa. Nabi S’AW bersabda:
”Puasa adalah amanah maka hendaklah salah seorang di antara kamu menjaga amanahnya.” (Diriwayatkan oleh al-Khara’ithi dan sanadnya hasan).
HAJI
”Barang siapa menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji...” (al-Baqarah: 197)
”Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj:32)
Haji adalah pembiasaan jiwa untuk melakukan sejumlah nilai, seperti istislam, taslim, mengerahkan jerih payah dan harta di jalan Allah, ta’awun, ta’aruf, dan melaksanakan syi’ar-syi’ar ’ubudiyah kepada Allah SWT. Semua itu memiliki pengaruh dalam tazkiyatun-nafs, sebagaimana merupakan bukti telah merealisasikan kesucian jiwa.
Rincian Adab dan Amal-amal Batin Ibadah Haji
1. Rincian Adab
a) Finansialnya hendaknya halal.
b) Memperbanyak bekal dan ridha mengeluarkan (bekal) dan berinfaq tanpa pelit dan pemborosan, tetapi ekonomis.
c) Meninggalkan rafats, fusuq, dan jidal, sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an.
Rafats ialah sebutan bagi setiap kesia-siaan dan kemesuman dan perkataan yang jorok. Termasuk ke dalam kategori rafats ialah merayu wanita, bercumbu, berbicara seputar masalah jima’ dan pengantarnya. Semua itu dapat membangkitkan dorongan jima’ yang dilarang. Pendorong hal yang dilarang adalah dilarang. Fusuq adalah sebutan bagi tiap pelanggaran akan ketaatan kepada ALLAH SWT. Jidal adalah berlebih-lebihan dalam bertengkar dan perbantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan mengacaukan perhatian.
d) Hendaknya berhaji dengan berjalan kaki, jika mampu, karena hal ini lebih utama, terutama perjalanan dari Mekkah ke Arafah dan Mina.
e) Hendaknya berpenampilan lusuh, berdebu, dan dekil; tidak banyak memakai perhiasan dan tidak cenderung kepada berbagai sarana kemewahan dan kemegahan. At-tafats ialah dekil dan berdebu yang pembersihannya dilakukan dengan mencukur, menggunting kumis dan kuku, yaitu pada saat tahallul dan ihram.
f) Hendaknya ber-taqarrub dengan menyembelih binatang qurban sekalipun ia tidak berkewajiban melakukannya dan berusaha agar binatang qurbannya termasuk yang mahal dan berharga, kemudian memakan sebagian dagingnya jika qurban itu sebagai tathawwu’, dan tidak memakan dagingnya jika qurban itu sebagai kewajiban [kecuali dengan fatwa Imam].
Al-‘Ajju ialah mengucapkan talbiyah dengan suara keras. Ats-Tsajju ialah penyembelihan unta.
g) Hendaknya merasa senang dan ridha dalam mengeluarkan semua biaya baik nafkah ataupun pembelian binatang qurban, juga terhadap kerugian dan musibah yang mungkin menimpa harta atau badannya, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda diterimanya haji. Dikatakan, di antara diterimanya haji adalah meninggalkan kemaksiatan yang pernah menjadi kebiasaan sebelumnya, mengganti teman-temannya yang durhaka menjadi teman-teman yang shalih, meninggalkan majelis-majelis permainan dan kelalaian lalu menggantinya dengan majelis-majelis dzikir dan kesadaran.
2. Amal-amal Batin.
Mengikhlaskan Niat, Mengambil Pelajaran dari Berbagai Tempat yang Mulia, dan Cara Merenungkan Berbagai Rahasia dan Nilai-nilai Haji dari Awal hingga Akhir.
Permulaan haji adalah kefahaman –yakni tentang kedudukan haji dalam agama- kemudian kerinduan terhadapnya, kemudian berazzam untuk melakukannya, kemudian memutuskan berbagai keterkaitan yang menghalanginya, kemudian membeli pakaian ihram, kemudian membeli bekal, kemudian mempersiapkan kendaraan, kemudian keluar, kemudian keberangkatan, kemudian ihram dari miqat dengan talbiyah, kemudian memasuki Mekkah, kemudian menyempurnakan berbagai amalan (pandangan mata pada Baitullah, thawaf di Baitullah, istilam(mencium atau menyentuh Hajar Aswad), bergelantungan dengan kelambu Ka’bah dan menempel di Multazam, sa’i antara Shafa dan Marwah di pelataran Baitullah, wukuf di Arafah, melempar jumrah, menyembelih binatang qurban (hadyu), ziarah ke Madinah). Sedangkan menziarahi Rasulullah S’AW: maka hendaklah engkau berdiri di hadapannya dan menziarahinya seolah-olah engkau menziarahinya ketika masih hidup. Janganlah anda mendekati kuburannya kecuali seperti engkau mendekati pribadinya yang mulia semasa hidup; sebagaimana engkau berpendapat haram menyentuh kuburnya dan menciumnya, tetapi berdirilah dari kejauhan di hadapannya, karena menyentuh kuburan dan menciumnya untuk kesaksian merupakan tradisi kaum Nasrani dan Yahudi. Hadirkanlah keagungan derajatnya di hatimu.
Dalam setiap perkara tersebut di atas terdapat peringatan bagi orang yang mencari peringatan dan pelajaran. Juga terdapat pengenalan dan isyarat bagi orang yang ’cerdas’.
(SA’ID HAWA)
Urgensi puasa dalam tazkiyatun-nafs (Mensucikan Jiwa) menduduki derajat ketiga (setelah sholat dan zakat), karena di antara syahwat besar yang bisa membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Sedangkan puasa merupakan pembiasaan terhadap jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Jika kesabaran termasuk kedudukan jiwa yang tertinggi maka puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar. Oleh sebab itu disebutkan dalam sebuah hadits: “Puasa adalah separuh kesabaran.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, hadits hasan). Allah SWT telah menjadikan puasa sebagai sarana untuk mencapai derajat taqwa. (al-Baqarah: 183)
Puasa memiliki tiga tingkatan: Puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang super khusus.
Puasa orang awam ialah menahan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat. Puasa orang khusus ialah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa. Puasa super khusus adalah puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari selain Allah secara total, dan puasa ini menjadi ”batal” karena fikiran tentang selain Allah dan hari akhir; karena fikiran tentang dunia kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama (karena dunia yang dimaksudkan untuk agama tersebut sudah termasuk bekal akhirat dan tidak lagi dikatakan sebagai dunia). Ini merupakan tingkatan para Nabi, Rasul, Shiddiqin, dan Muqarrabin.
Puasa orang khusus ialah puasa orang-orang sholeh yaitu menahan anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan kesempurnaannya ialah dengan enam perkara:
1. Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci, ke setiap hal yang bisa menyibukkan hati dan melalaikan dari mengingat Allah ’azza wajalla.
2. Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran, dan perdebatan. Mengendalikannya dengan diam, menyibukkannya dengan dzikrullah dan tilawah al-Qur’an. Itulah puasa lisan.
3. Menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci (makruh) karena setiap yang diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarkannya.
4. Menahan berbagai anggota badan lainnya dari berbagai dosa, seperti menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang dibenci, menahan perut dari berbagai syubhat pada waktu tidak puasa.
5. Tidak memperbanyak makanan halal pada saat berbuka puasa sampai penuh perutnya. Karena tidak ada wadah yang paling dibenci oleh Allah swt selain perut yang penuh dengan makanan halal.
6. Hendaknya setelah ifthar hatinya tergantung dan terguncang antara cemas dan harap, sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima sehingga termasuk golongan Muqarrabin atau ditolak sehingga termasuk orang-orang yang dimurkai? Hendaklah hatinya dalam keadaan demikian di akhir setiap ibadah yang baru saja dilaksanakan.
Sebagian ulama’ berkata: Berapa banyak orang yang berpuasa sesungguhnya dia tidak berpuasa dan berapa banyak orang yang tidak berpuasa tetapi sesungguhnya ia berpuasa. Nabi S’AW bersabda:
”Puasa adalah amanah maka hendaklah salah seorang di antara kamu menjaga amanahnya.” (Diriwayatkan oleh al-Khara’ithi dan sanadnya hasan).
HAJI
”Barang siapa menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji...” (al-Baqarah: 197)
”Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (al-Hajj:32)
Haji adalah pembiasaan jiwa untuk melakukan sejumlah nilai, seperti istislam, taslim, mengerahkan jerih payah dan harta di jalan Allah, ta’awun, ta’aruf, dan melaksanakan syi’ar-syi’ar ’ubudiyah kepada Allah SWT. Semua itu memiliki pengaruh dalam tazkiyatun-nafs, sebagaimana merupakan bukti telah merealisasikan kesucian jiwa.
Rincian Adab dan Amal-amal Batin Ibadah Haji
1. Rincian Adab
a) Finansialnya hendaknya halal.
b) Memperbanyak bekal dan ridha mengeluarkan (bekal) dan berinfaq tanpa pelit dan pemborosan, tetapi ekonomis.
c) Meninggalkan rafats, fusuq, dan jidal, sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an.
Rafats ialah sebutan bagi setiap kesia-siaan dan kemesuman dan perkataan yang jorok. Termasuk ke dalam kategori rafats ialah merayu wanita, bercumbu, berbicara seputar masalah jima’ dan pengantarnya. Semua itu dapat membangkitkan dorongan jima’ yang dilarang. Pendorong hal yang dilarang adalah dilarang. Fusuq adalah sebutan bagi tiap pelanggaran akan ketaatan kepada ALLAH SWT. Jidal adalah berlebih-lebihan dalam bertengkar dan perbantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan mengacaukan perhatian.
d) Hendaknya berhaji dengan berjalan kaki, jika mampu, karena hal ini lebih utama, terutama perjalanan dari Mekkah ke Arafah dan Mina.
e) Hendaknya berpenampilan lusuh, berdebu, dan dekil; tidak banyak memakai perhiasan dan tidak cenderung kepada berbagai sarana kemewahan dan kemegahan. At-tafats ialah dekil dan berdebu yang pembersihannya dilakukan dengan mencukur, menggunting kumis dan kuku, yaitu pada saat tahallul dan ihram.
f) Hendaknya ber-taqarrub dengan menyembelih binatang qurban sekalipun ia tidak berkewajiban melakukannya dan berusaha agar binatang qurbannya termasuk yang mahal dan berharga, kemudian memakan sebagian dagingnya jika qurban itu sebagai tathawwu’, dan tidak memakan dagingnya jika qurban itu sebagai kewajiban [kecuali dengan fatwa Imam].
Al-‘Ajju ialah mengucapkan talbiyah dengan suara keras. Ats-Tsajju ialah penyembelihan unta.
g) Hendaknya merasa senang dan ridha dalam mengeluarkan semua biaya baik nafkah ataupun pembelian binatang qurban, juga terhadap kerugian dan musibah yang mungkin menimpa harta atau badannya, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda diterimanya haji. Dikatakan, di antara diterimanya haji adalah meninggalkan kemaksiatan yang pernah menjadi kebiasaan sebelumnya, mengganti teman-temannya yang durhaka menjadi teman-teman yang shalih, meninggalkan majelis-majelis permainan dan kelalaian lalu menggantinya dengan majelis-majelis dzikir dan kesadaran.
2. Amal-amal Batin.
Mengikhlaskan Niat, Mengambil Pelajaran dari Berbagai Tempat yang Mulia, dan Cara Merenungkan Berbagai Rahasia dan Nilai-nilai Haji dari Awal hingga Akhir.
Permulaan haji adalah kefahaman –yakni tentang kedudukan haji dalam agama- kemudian kerinduan terhadapnya, kemudian berazzam untuk melakukannya, kemudian memutuskan berbagai keterkaitan yang menghalanginya, kemudian membeli pakaian ihram, kemudian membeli bekal, kemudian mempersiapkan kendaraan, kemudian keluar, kemudian keberangkatan, kemudian ihram dari miqat dengan talbiyah, kemudian memasuki Mekkah, kemudian menyempurnakan berbagai amalan (pandangan mata pada Baitullah, thawaf di Baitullah, istilam(mencium atau menyentuh Hajar Aswad), bergelantungan dengan kelambu Ka’bah dan menempel di Multazam, sa’i antara Shafa dan Marwah di pelataran Baitullah, wukuf di Arafah, melempar jumrah, menyembelih binatang qurban (hadyu), ziarah ke Madinah). Sedangkan menziarahi Rasulullah S’AW: maka hendaklah engkau berdiri di hadapannya dan menziarahinya seolah-olah engkau menziarahinya ketika masih hidup. Janganlah anda mendekati kuburannya kecuali seperti engkau mendekati pribadinya yang mulia semasa hidup; sebagaimana engkau berpendapat haram menyentuh kuburnya dan menciumnya, tetapi berdirilah dari kejauhan di hadapannya, karena menyentuh kuburan dan menciumnya untuk kesaksian merupakan tradisi kaum Nasrani dan Yahudi. Hadirkanlah keagungan derajatnya di hatimu.
Dalam setiap perkara tersebut di atas terdapat peringatan bagi orang yang mencari peringatan dan pelajaran. Juga terdapat pengenalan dan isyarat bagi orang yang ’cerdas’.
Tuesday, March 10, 2009
Tazkiyatun Nafs (1)
Mensucikan Jiwa (SA’ID HAWA)
Warisan kenabian adalah acuan pembaruan yang benar, karena misi utama para Rasul ‘alaihimus salam adalah tadzkir, ta’lim, dan tazkiyah. Karena itu, pewaris kenabian yang utuh adalah orang yang mampu menjaga hal-hal ini tetap utuh dan sempurna, melaksanakannya, dan menunaikan hak-hak Allah padanya.
Jarang sekali ketiga hal ini berhimpun pada seseorang. Ada seorang yang piawai dalam menyampaikan nasehat tetapi tidak banyak berilmu. Ada seorang yang banyak berilmu tetapi tidak piawai dalam menyampaikan nasehat. Ada seorang yang berilmu dan piawai dalam menyampaikan nasehat tetapi tidak mampu melakukan tazkiyah. Siapa yang memiliki ketiga hal ini maka dia telah memiliki “obat mujarab” kehidupan. Jika tidak, maka proses tajdid tetap harus berlangsung di kalangan mereka yang menginginkan dan yang melaksanakannya.
Hal terpenting yang harus menjadi perhatian nasehat para pemberi nasehat ialah mengingatkan (tadzkir) kepada ayat-ayat Allah di ufuk dan jiwa. Mengingatkan kepada perbuatan dan hari-hari Allah. Mengingatkan kepada berbagai hukuman dan sanksi-Nya. Mengingatkan kepada apa yang dijanjikan, disiapkan dan diancamkan Allah kepada orang yang bermaksiat atau ta’at kepada-Nya.
“Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran: 79)
Hal terpenting yang harus menjadi perhatian tarbiyah para murabbi ialah memperbaiki hati dan perilaku:
“Sebagaimana Kami telah Mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (al-Baqarah: 151)
Pikiran yang terpencar pada berbagai hal yang berserakan adalah seperti sungai kecil yang airnya berpencar kemudian sebagiannya diserap tanah dan sebagian lagi dihisap udara sehingga tidak ada yang terkumpul dan sampai ke ladang tanaman.
Ilmu pengetahuan adalah barang milik kaum Muslimin yang hilang, ia harus memungutnya dimana saja ditemukan, dan merasa berutang budi kepada orang yang membawanya kepada dirinya siapa pun orangnya.
Ilmu enggan terhadap pemuda yang congkak. Seperti banjir enggan terhadap tempat yang tinggi.
Ilmu tidak bisa didapat kecuali dengan tawadhu’ dan menggunakan pendengaran (berkonsentrasi).
Seorang penuntut ilmu tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji, atau salah satu jenis ilmu, kecuali ia harus mempertimbangkan matang-matang dan memperhatikan tujuan dan maksudnya. Kemudian jika usianya mendukung maka ia berusaha mendalaminya, tetapi jika tidak, maka ia harus menekuni yang paling penting di antaranya dan mencukupkan diri dengannya. Karena ilmu pengetahuan saling mendukung dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Ia juga harus berusaha dengan segera untuk tidak memusuhi ilmu tersebut dikarenakan kebodohannya, sebab manusia memusuhi apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman, ”Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: ’Ini adalah dusta yang lama.’ (al-Ahqaf:11)
Janganlah kamu mengenali kebenaran melalui orang tetapi kenalilah kebenaran pasti kamu akan mengetahui orangnya.
Ilmu yang paling mulia adalah ilmu tentang Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan ilmu tentang jalan yang mengantarkan kepada ilmu-ilmu ini.
Dan barang siapa dengan ilmunya, ilmu apa saja, bermaksud mencari ridha Allah, maka pasti ilmu itu akan bermanfaat baginya dan mengangkat derajatnya.
Jika berprofesi sebagai seorang guru, seharusnya kita tidak merasa berjasa atas para murid, sekalipun jasa itu merka rasakan, tetapi memandang mereka juga memiliki jasa karena mereka telah mengkondisikan hati mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menanamkan ilmu ke dalamnya.
Kemudian mengingatkan murid bahwa tujuan mencari ilmu adalah taqarrub kepada Allah ta’ala bukan untuk meraih kekuasaan, kedudukan, dan persaingan.
Apa yang diperbaiki oleh guru yang fasiq, tidak lebih banyak dari apa yang dirusaknya.
Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang tidak ditekuninya.
Seorang guru yang hanya menekuni satu ilmu harus memperluas wawasan murid pada orang lain.
Hati orang-orang yang sangat baik (al-abrar) adalah kuburan berbagai rahasia. Takarlah setiap orang dengan takaran akalnya, dan timbanglah dia dengan timbangan pemahamannya, agar engkau selamat darinya dan dia bisa mengambil manfaat darimu.
Memberi ilmu kepada orang bodoh adalah kesia-siaan. Tidak memberikannya kepada orang yang berhak adalah kezhaliman.
Hendaknya guru melaksanakan ilmunya. Yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya,karena ilmu diketahui dengan mata hati (bashirah) dan amal diketahui dengan mata, sedangkan orang yang memiliki mata jauh lebih banyak. Jika amal perbuatan bertentangan dengan ilmu maka tidak akan memiliki daya bimbing.
Perumpamaan guru pembina terhadap para murid laksana bayangan dengan tongkat; bagaimana bayangan bisa lurus jika tongkatnya bengkok?
Siapa yang memprakarsai suatu tradisi yang buruk maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang melakukannya.
Sholat adalah salah satu sarana tazkiyah dan merupakan wujud tertinggi dari ’ubudiyah dan rasa syukur.
Sholat yang dilakukan secara sempurna merupakan tanda bahwa jiwa dan hati tersucikan.
Tazkiyatun nafs bermakna pembebasan jiwa dari berbagai najis yang mengotorinya, berbagai hawa nafsu yang keliru, berbagai perangai kebinatangannya yang nista, penentangannya terhadap rububiyah, dan berbagai macam kegelapan.
Taklif Ilahi yang terpenting adalah apa yang bisa membersihkan jiwa.
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (al-Fajr: 27-28)
”Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (al-’ankabut: 69)
”Dan rendahkanlah sayap-sayapmu kepada orang-orang yang beriman.” (al-Hijr: 88)
Ibadah utama dalam Islam akan menerangi dan mensucikan jiwa tergantung kepada sejauh mana nilai-nilai bathiniah tersebut diperhatikan, Ia akan dapat menerangi dan mensucikan jiwa tergantung kepada sejauh mana nilai-nilai bathiniahnya tersebut diperhatikan. Ia akan dapat memberikan pengaruh yang sempurna apabila ditunaikan secara sempurna, yakni amal-amal lahiriyah disertai dengan amal-amal batiniyah. Seperti sholat disertai khusyu’, zakat disertai niat yang baik, tilawah al-Qur’an disertai dengan tadabbur yang baik, dan dzikir disertai kehadiran hati (hudhur).
Sesungguhnya khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati. Jika ilmu khusyu’ telah sirna maka berarti hati telah rusak.
Cinta dunia menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan persaingan terhadap dunia tidak layak menjadi landasan tegaknya urusan dunia dan agama.
Hilangnya khusyu’ merupakan tanda hilangnya kehidupan dan dinamika hati sehingga membuatnya tidak bisa menerima nasehat dan didominasi oleh hawa nafsu.
Bila kita telah menemukan orang yang khusyu’ yang bisa mengantarkan kita kepadanya maka berpegang teguhlah kepadanya karena sesungguhnya ia orang yang benar-benar berilmu. Sebab itulah tanda ulama’ akhirat.
Sesungguhnya imu khusyu’ berkaitan dengan ilmu pensucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatannya. Masalah ini merupakan tema yang sangat luas sehingga para ulama’ akhirat memulainya dengan mengajarkan dzikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai sifat yang tercela dan menunjukkannya kepada sifat-sifat yang terpuji.
”Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (al-A’raf:205)
”Sesungguhnya sholat itu ketetapan hati dan ketundukan diri.” (al-Hadits)
Apa arti permohonan dalam firman-Nya, ”Tunjukilah kami ke jalan yang lurus” (al-Fatihah: 6) jika hati tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan sebagai tadharru’ (kerendahan hati) dan do’a, maka betapa mudahnya diucapkan lisan dengan hati yang lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan? Itulah hukum dzikir.
”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya.” (al-Hajj: 37)
Kehadiran hati adalah ruh sholat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas minimal ini berarti kebinasaan. Semakin bertambah kehadiran hati semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian sholat. Berapa banyak orang hidup yang tidak punya daya gerak sehingga mirip dengan mayit. Demikian pula sholat orang yang lalai dalam seluruh pelaksanaan sholatnya kecuali pada waktu takbiratul ihram, seperti orang hidup yang tidak punya daya gerak sama sekali. Kita memohon pertolongan yang sebaik-baiknya dari Allah.
Bila hati tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha Diraja yang di tangan-Nya segala kerajaan, kekuasaan, manfaat dan bahaya, maka janganlah kita mengira bahwa hal tersebut memiliki sebab lain selain kelemahan iman. Karena itu, mari kita berjuang untuk memperkuat keimanan.
Manusia dalam masalah hati dibagi menjadi:
1. Orang lalai yang mendirikan sholat tetapi hatinya tidak hadir sama sekali.
2. Orang yang mendirikan sholat sedang hatinya tidak pernah lalai sama sekali.
Tipe ke-2, sangat berkonsentrasi dalam sholat, sehingga tidak merasakan apa yang tengah terjadi di hadapannya. Bahkan sebagian orang wajahnya sampai pucat dan dadanya berguncang (karena takut).
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” (al-An’am: 132)
Apa yang diperoleh setiap orang dari sholatnya sesuai dengan kadar rasa takut, khusyu’, dan ta’zhim-nya, karena tempat penilaian Allah adalah hati.
Siapa yang kuat himmahnya (perhatian utama/cita2), maka apa yang terjadi pada panca inderanya tidak akan membuatnya lalai, tetapi orang yang lemah, pasti pikirannya akan berpencar.
Bila kita mengucapkan, ”...Hanifan Musliman” (berlaku lurus dan memberi keselamatan), maka hendaklah terbayang dalam benakmu bahwa orang muslim adalah orang yang kaum muslimin terselamat dari gangguan lidah dan tangannya.
Allah SWT Berfirman: ”Dan jiwa (manusia) itu menurut tabiatnya kikir” (an-Nisa’:128). Infaq fi sabilillah merupakan hal yang akan membersihkan jiwa dari kekikiran sehingga dengan demikian jiwa menjadi bersih.
Allah Berfirman: ”Dan kelak akan dijauhkan orang yang taqwa dari neraka itu, (yaitu mereka) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan hartanya.” (al-Lail: 17-18).
Allah Berfirman: ”Jika Dia Meminta harta kepadamua lalu Mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu.” (Muhammad:37). Makna ”mendesak kamu” yakni menuntut agar memberikannya secara optimal, dan ini merupakan salah satu makna perintah Allah kepada para hamba-Nya agar memberikan harta.
Hendaknya termasuk orang yang menyembunyikan keperluannya; tidak banyak mengeluh; termasuk orang yang menjaga harga diri (muru’ah). Firman Allah: ”Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan meilhat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (al-Baqarah:273)
Urgensi puasa dalam tazkiyatun-nafs menduduki derajat ke-3 (setelah sholat dan zakat), karena di antara syahwat besar yang bisa membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Sedangkan puasa merupakan pembiasaan terhadap jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Oleh sebab itu, puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar.
Warisan kenabian adalah acuan pembaruan yang benar, karena misi utama para Rasul ‘alaihimus salam adalah tadzkir, ta’lim, dan tazkiyah. Karena itu, pewaris kenabian yang utuh adalah orang yang mampu menjaga hal-hal ini tetap utuh dan sempurna, melaksanakannya, dan menunaikan hak-hak Allah padanya.
Jarang sekali ketiga hal ini berhimpun pada seseorang. Ada seorang yang piawai dalam menyampaikan nasehat tetapi tidak banyak berilmu. Ada seorang yang banyak berilmu tetapi tidak piawai dalam menyampaikan nasehat. Ada seorang yang berilmu dan piawai dalam menyampaikan nasehat tetapi tidak mampu melakukan tazkiyah. Siapa yang memiliki ketiga hal ini maka dia telah memiliki “obat mujarab” kehidupan. Jika tidak, maka proses tajdid tetap harus berlangsung di kalangan mereka yang menginginkan dan yang melaksanakannya.
Hal terpenting yang harus menjadi perhatian nasehat para pemberi nasehat ialah mengingatkan (tadzkir) kepada ayat-ayat Allah di ufuk dan jiwa. Mengingatkan kepada perbuatan dan hari-hari Allah. Mengingatkan kepada berbagai hukuman dan sanksi-Nya. Mengingatkan kepada apa yang dijanjikan, disiapkan dan diancamkan Allah kepada orang yang bermaksiat atau ta’at kepada-Nya.
“Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran: 79)
Hal terpenting yang harus menjadi perhatian tarbiyah para murabbi ialah memperbaiki hati dan perilaku:
“Sebagaimana Kami telah Mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (al-Baqarah: 151)
Pikiran yang terpencar pada berbagai hal yang berserakan adalah seperti sungai kecil yang airnya berpencar kemudian sebagiannya diserap tanah dan sebagian lagi dihisap udara sehingga tidak ada yang terkumpul dan sampai ke ladang tanaman.
Ilmu pengetahuan adalah barang milik kaum Muslimin yang hilang, ia harus memungutnya dimana saja ditemukan, dan merasa berutang budi kepada orang yang membawanya kepada dirinya siapa pun orangnya.
Ilmu enggan terhadap pemuda yang congkak. Seperti banjir enggan terhadap tempat yang tinggi.
Ilmu tidak bisa didapat kecuali dengan tawadhu’ dan menggunakan pendengaran (berkonsentrasi).
Seorang penuntut ilmu tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji, atau salah satu jenis ilmu, kecuali ia harus mempertimbangkan matang-matang dan memperhatikan tujuan dan maksudnya. Kemudian jika usianya mendukung maka ia berusaha mendalaminya, tetapi jika tidak, maka ia harus menekuni yang paling penting di antaranya dan mencukupkan diri dengannya. Karena ilmu pengetahuan saling mendukung dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Ia juga harus berusaha dengan segera untuk tidak memusuhi ilmu tersebut dikarenakan kebodohannya, sebab manusia memusuhi apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman, ”Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: ’Ini adalah dusta yang lama.’ (al-Ahqaf:11)
Janganlah kamu mengenali kebenaran melalui orang tetapi kenalilah kebenaran pasti kamu akan mengetahui orangnya.
Ilmu yang paling mulia adalah ilmu tentang Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan ilmu tentang jalan yang mengantarkan kepada ilmu-ilmu ini.
Dan barang siapa dengan ilmunya, ilmu apa saja, bermaksud mencari ridha Allah, maka pasti ilmu itu akan bermanfaat baginya dan mengangkat derajatnya.
Jika berprofesi sebagai seorang guru, seharusnya kita tidak merasa berjasa atas para murid, sekalipun jasa itu merka rasakan, tetapi memandang mereka juga memiliki jasa karena mereka telah mengkondisikan hati mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menanamkan ilmu ke dalamnya.
Kemudian mengingatkan murid bahwa tujuan mencari ilmu adalah taqarrub kepada Allah ta’ala bukan untuk meraih kekuasaan, kedudukan, dan persaingan.
Apa yang diperbaiki oleh guru yang fasiq, tidak lebih banyak dari apa yang dirusaknya.
Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang tidak ditekuninya.
Seorang guru yang hanya menekuni satu ilmu harus memperluas wawasan murid pada orang lain.
Hati orang-orang yang sangat baik (al-abrar) adalah kuburan berbagai rahasia. Takarlah setiap orang dengan takaran akalnya, dan timbanglah dia dengan timbangan pemahamannya, agar engkau selamat darinya dan dia bisa mengambil manfaat darimu.
Memberi ilmu kepada orang bodoh adalah kesia-siaan. Tidak memberikannya kepada orang yang berhak adalah kezhaliman.
Hendaknya guru melaksanakan ilmunya. Yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya,karena ilmu diketahui dengan mata hati (bashirah) dan amal diketahui dengan mata, sedangkan orang yang memiliki mata jauh lebih banyak. Jika amal perbuatan bertentangan dengan ilmu maka tidak akan memiliki daya bimbing.
Perumpamaan guru pembina terhadap para murid laksana bayangan dengan tongkat; bagaimana bayangan bisa lurus jika tongkatnya bengkok?
Siapa yang memprakarsai suatu tradisi yang buruk maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang melakukannya.
Sholat adalah salah satu sarana tazkiyah dan merupakan wujud tertinggi dari ’ubudiyah dan rasa syukur.
Sholat yang dilakukan secara sempurna merupakan tanda bahwa jiwa dan hati tersucikan.
Tazkiyatun nafs bermakna pembebasan jiwa dari berbagai najis yang mengotorinya, berbagai hawa nafsu yang keliru, berbagai perangai kebinatangannya yang nista, penentangannya terhadap rububiyah, dan berbagai macam kegelapan.
Taklif Ilahi yang terpenting adalah apa yang bisa membersihkan jiwa.
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (al-Fajr: 27-28)
”Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (al-’ankabut: 69)
”Dan rendahkanlah sayap-sayapmu kepada orang-orang yang beriman.” (al-Hijr: 88)
Ibadah utama dalam Islam akan menerangi dan mensucikan jiwa tergantung kepada sejauh mana nilai-nilai bathiniah tersebut diperhatikan, Ia akan dapat menerangi dan mensucikan jiwa tergantung kepada sejauh mana nilai-nilai bathiniahnya tersebut diperhatikan. Ia akan dapat memberikan pengaruh yang sempurna apabila ditunaikan secara sempurna, yakni amal-amal lahiriyah disertai dengan amal-amal batiniyah. Seperti sholat disertai khusyu’, zakat disertai niat yang baik, tilawah al-Qur’an disertai dengan tadabbur yang baik, dan dzikir disertai kehadiran hati (hudhur).
Sesungguhnya khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati. Jika ilmu khusyu’ telah sirna maka berarti hati telah rusak.
Cinta dunia menimbulkan persaingan untuk mendapatkannya, sedangkan persaingan terhadap dunia tidak layak menjadi landasan tegaknya urusan dunia dan agama.
Hilangnya khusyu’ merupakan tanda hilangnya kehidupan dan dinamika hati sehingga membuatnya tidak bisa menerima nasehat dan didominasi oleh hawa nafsu.
Bila kita telah menemukan orang yang khusyu’ yang bisa mengantarkan kita kepadanya maka berpegang teguhlah kepadanya karena sesungguhnya ia orang yang benar-benar berilmu. Sebab itulah tanda ulama’ akhirat.
Sesungguhnya imu khusyu’ berkaitan dengan ilmu pensucian hati dari berbagai penyakit dan upaya merealisasikan kesehatannya. Masalah ini merupakan tema yang sangat luas sehingga para ulama’ akhirat memulainya dengan mengajarkan dzikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai sifat yang tercela dan menunjukkannya kepada sifat-sifat yang terpuji.
”Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (al-A’raf:205)
”Sesungguhnya sholat itu ketetapan hati dan ketundukan diri.” (al-Hadits)
Apa arti permohonan dalam firman-Nya, ”Tunjukilah kami ke jalan yang lurus” (al-Fatihah: 6) jika hati tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan sebagai tadharru’ (kerendahan hati) dan do’a, maka betapa mudahnya diucapkan lisan dengan hati yang lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan? Itulah hukum dzikir.
”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapai-Nya.” (al-Hajj: 37)
Kehadiran hati adalah ruh sholat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas minimal ini berarti kebinasaan. Semakin bertambah kehadiran hati semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian sholat. Berapa banyak orang hidup yang tidak punya daya gerak sehingga mirip dengan mayit. Demikian pula sholat orang yang lalai dalam seluruh pelaksanaan sholatnya kecuali pada waktu takbiratul ihram, seperti orang hidup yang tidak punya daya gerak sama sekali. Kita memohon pertolongan yang sebaik-baiknya dari Allah.
Bila hati tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha Diraja yang di tangan-Nya segala kerajaan, kekuasaan, manfaat dan bahaya, maka janganlah kita mengira bahwa hal tersebut memiliki sebab lain selain kelemahan iman. Karena itu, mari kita berjuang untuk memperkuat keimanan.
Manusia dalam masalah hati dibagi menjadi:
1. Orang lalai yang mendirikan sholat tetapi hatinya tidak hadir sama sekali.
2. Orang yang mendirikan sholat sedang hatinya tidak pernah lalai sama sekali.
Tipe ke-2, sangat berkonsentrasi dalam sholat, sehingga tidak merasakan apa yang tengah terjadi di hadapannya. Bahkan sebagian orang wajahnya sampai pucat dan dadanya berguncang (karena takut).
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” (al-An’am: 132)
Apa yang diperoleh setiap orang dari sholatnya sesuai dengan kadar rasa takut, khusyu’, dan ta’zhim-nya, karena tempat penilaian Allah adalah hati.
Siapa yang kuat himmahnya (perhatian utama/cita2), maka apa yang terjadi pada panca inderanya tidak akan membuatnya lalai, tetapi orang yang lemah, pasti pikirannya akan berpencar.
Bila kita mengucapkan, ”...Hanifan Musliman” (berlaku lurus dan memberi keselamatan), maka hendaklah terbayang dalam benakmu bahwa orang muslim adalah orang yang kaum muslimin terselamat dari gangguan lidah dan tangannya.
Allah SWT Berfirman: ”Dan jiwa (manusia) itu menurut tabiatnya kikir” (an-Nisa’:128). Infaq fi sabilillah merupakan hal yang akan membersihkan jiwa dari kekikiran sehingga dengan demikian jiwa menjadi bersih.
Allah Berfirman: ”Dan kelak akan dijauhkan orang yang taqwa dari neraka itu, (yaitu mereka) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan hartanya.” (al-Lail: 17-18).
Allah Berfirman: ”Jika Dia Meminta harta kepadamua lalu Mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu.” (Muhammad:37). Makna ”mendesak kamu” yakni menuntut agar memberikannya secara optimal, dan ini merupakan salah satu makna perintah Allah kepada para hamba-Nya agar memberikan harta.
Hendaknya termasuk orang yang menyembunyikan keperluannya; tidak banyak mengeluh; termasuk orang yang menjaga harga diri (muru’ah). Firman Allah: ”Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan meilhat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (al-Baqarah:273)
Urgensi puasa dalam tazkiyatun-nafs menduduki derajat ke-3 (setelah sholat dan zakat), karena di antara syahwat besar yang bisa membuat manusia menyimpang adalah syahwat perut dan kemaluan. Sedangkan puasa merupakan pembiasaan terhadap jiwa untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut. Oleh sebab itu, puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk bersabar.
Wednesday, March 4, 2009
From Citra's note...
hm....ini bunga dapet dari note facebook-nya citra destina. Citra juga dapet kiriman dari temennya....
Mungkin tmn2 pernah lihat ini, tapi masih bagus juga untuk nasehat diri kita akan makna : BERSYUKUR.. dan makna mencari makna hidup ^^
Untuk Sahabat2ku, ini sebuah kisah menyentuh hati dalam foto yang nyata.
Tuhan itu maha adil dan maha penyayang,
Kisah seorang suami istri dalam keluarga yang sangat sederhana, melihat rata2 sosok laki nya itu bisa dinilai seorang pria yang cukup sempurna terutama dalam penampilannya, tapi dia mempunyai seorang istri yang mempunyai kelainan dalam fisiknya, dimana wanita tersebut tidak mempunyai kaki sama sekali total dari ujung kaki hingga ujung paha bahkan wanita itu tidak memiliki sama sekali pinggul (bagian dari pangkal paha hingga batas pinggang), jadi sulit sekali bila duduk karena tidak memiliki alas dibawah pinggang tsb.
NB : Itu cacat bawaan sejak lahir...
Anaknya anak kandung; ada foto saat dia di cesar, tp ga dipublish (aurat bo! he!)
Sunday, March 1, 2009
Gapailah hari ini....
Jika selalu memikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk orang lain, maka karakter kita akan terbentuk dengan sendiri. (Woodraw Wilson)
Arti matahari bagi bunga adalah arti senyuman bagi umat manusia. (Unknown)
Seharusnya kita bersikap terhadap musuh kita, seakan-akan suatu hari nanti ia akan menjadi teman kita. (Kardinal Newman)
Salah satu hadiah dari kehidupan adalah tidak ada seorang pun yang bisa dengan tulus berupaya menolong orang lain tanpa menolong dirinya sendiri. (Charles Dudley Warner)
Bagian terbaik dari kehidupan seorang manusia yang baik adalah amalnya yang kecil, tak bernama, tak diingat, yang bersumber dari rasa kebaikan dan kasih sayang. (William Wordsworth)
Walau apa pun yang terjadi, aku masih meyakini bahwa semua orang pada dasarnya berhati baik. (Anne Frank)
Cara kita berpikir akan menentukan cara kita bertindak. Selanjutnya, cara kita bertindak akan menentukan reaksi orang lain terhadap kita. (Anonim)
Persahabatan ibarat sebuah rekening bank. Kita tidak bisa terus-menerus menarik uang dari rekening itu tanpa menyetorkan dana ke dalamnya. (Unknown)
Jangan berjalan di depanku, aku mungkin tidak akan mengikutimu. Jangan berjalan di belakangku, aku mungkin tidak akan memimpin. Berjalanlah di sampingku, dan jadilah temanku. (Camus)
Seorang teman adalah seseorang yang memberikan kita seluruh kebebasan, tapi menuntut kita menjadi diri sendiri. (Unknown)
Yang membawa kebahagiaan bukanlah berapa banyak yang kita miliki, melainkan berapa banyak yang kita nikmati. (Unknown)
Arti matahari bagi bunga adalah arti senyuman bagi umat manusia. (Unknown)
Seharusnya kita bersikap terhadap musuh kita, seakan-akan suatu hari nanti ia akan menjadi teman kita. (Kardinal Newman)
Salah satu hadiah dari kehidupan adalah tidak ada seorang pun yang bisa dengan tulus berupaya menolong orang lain tanpa menolong dirinya sendiri. (Charles Dudley Warner)
Bagian terbaik dari kehidupan seorang manusia yang baik adalah amalnya yang kecil, tak bernama, tak diingat, yang bersumber dari rasa kebaikan dan kasih sayang. (William Wordsworth)
Walau apa pun yang terjadi, aku masih meyakini bahwa semua orang pada dasarnya berhati baik. (Anne Frank)
Cara kita berpikir akan menentukan cara kita bertindak. Selanjutnya, cara kita bertindak akan menentukan reaksi orang lain terhadap kita. (Anonim)
Persahabatan ibarat sebuah rekening bank. Kita tidak bisa terus-menerus menarik uang dari rekening itu tanpa menyetorkan dana ke dalamnya. (Unknown)
Jangan berjalan di depanku, aku mungkin tidak akan mengikutimu. Jangan berjalan di belakangku, aku mungkin tidak akan memimpin. Berjalanlah di sampingku, dan jadilah temanku. (Camus)
Seorang teman adalah seseorang yang memberikan kita seluruh kebebasan, tapi menuntut kita menjadi diri sendiri. (Unknown)
Yang membawa kebahagiaan bukanlah berapa banyak yang kita miliki, melainkan berapa banyak yang kita nikmati. (Unknown)
Subscribe to:
Posts (Atom)