Enright (2000) melihat memaafkan sbg fenomena sosial dlm 6 tahapan, satu org & yg lainnya mungkin memahami dg cara yg b'beda.
(1) Pemaafan dg pembalasan (saya b'sedia memaafkan bila ia memperoleh hukuman yg setara dg lukaku).
(2) Pemaafan restitusional (bila saya memperoleh kembali yg diambil dari saya, saya bisa memaafkan).
(3) Pemaafan karena permohonan (saya dpt memaafkan bila org lain memohon saya melakukannya).
(4) Pemaafan karena tuntutan norma/hukum (saya memaafkan karena agama saya menyuruh melakukannya).
(5) Pemaafan untuk keselarasan sosial (saya memaafkan karena itu perlu utk mengembangkan kedamaian hubungan).
(6) Pemaafan sbg bentuk kasih sayang (saya memaafkan karena itu esensi kasih sayang yg sesungguhnya, yg mencegah balas dendam dan membuka rekonsiliasi).
Memaafkan dari hati yg terdalam tdk dpt dipaksakan. Bila situasinya sangat menyakitkan, mungkin utk sementara cukup kita melihat memaafkan sbg murni fenomena internal diri.
Berbagai penelitian (McCullough et al, 2000) menunjukkan, memaafkan dpt mengembangkan keseimbangan dan rasa nyaman, mengurangi tekanan, meningkatkan penerimaan diri, dan mengurangi keluhan kesehatan. Intinya, membantu kita lebih berbahagia.
Kita tdk perlu memaksa diri melakukan rekonsiliasi dg pihak yg sangat menyakiti kita.
Tetapi, bagaimana pun kedamaian diri sangat penting. Semoga pemahaman ini dpt m'bantu kita 'let go' (melepaskan), tidak terluka hati, dan tersenyum dlm menapaki tahun 2009 dan 1430 hijriah ini.
wallahu a'lam bish showwab....
sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment