Dr. Taufiq El Hakim, sastrawan besar dengan reputasi internasional ini, lahir, tumbuh, dan besar di Mesir. Ia dilahirkan pada musim panas, 1903 di Dahiyatur-Raml, Iskandaria, Mesir. Ayahnya, Ismaik Beik El Hakim adalah seorang petani kaya raya. Adapun ibunya adalah perempuan cantik putri perwira tinggi Turki.
Ketika terjadi pergolakan nasional di Mesir, pada tahun 1919, Taufiq sempat dijebloskan ke penjara karena turut terlibat di dalamnya bersama pamannya, Hasan. Taufiq terlibat dalam pergolakan itu di bawah pimpinan Sa’d Zaglul. Penjara rupa-rupanya menjadi guru terbaik Taufiq dalam mengembangkan pola pikir dan imaji kreativitasnya. Sehingga selepas keluar dari penjara, ia pun bersungguh-sungguh mengembangkan bakat menulisnya. Ia menulis apa saja yang ada di batok kepalanya.
Pada tahun 1920, Taufiq memperoleh ijazah kafaah (kredibel), kemudian pada 1922 ia memperoleh ijazah sarjana muda, dan pada tahun 1925, ia memperoleh ijazah penuh dalam bidang hukum sebagaimana impian ibunya. Selama studi hukum itu, Taufiq biasa menulis naskah drama untuk dimainkan oleh Teater Uzbek.
Usai memperoleh gelar sarjana penuh di bidang hukum, Taufiq sempat memperdalam lagi studi hukumnya di Perancis, selama kurang lebih tiga tahun, dan kembali ke Mesir pada tahun 1928. Sepulangnya dari Perancis, Taufiq bukannya meniti karier secara serius di bidang hukum, ia malah kian hobi menulis naskah drama dan kemudian mementaskannya dengan kelompok-kelompok teater yang dibentuknya.
Pementasan naskah dramanya berjudul “Ahlul Kahfi” (Penghuni Gua) yang terilhami dari Al-Quran surah Al-Kahfi, pada tahun 1932, begitu menggemparkan Mesir karena dianggap sebagai pelopor drama kontemporer di Mesir.
Tak kurang pengamat sastra Thaha Husain dalam harian Al Wadi’, Sementara harian Al Balag, menyejajarkan karya itu dengan karya sastrawan besar Belgia yang memperoleh Nobel sastra pada 1911, Maurice Masterlinck. Sejak itulah nama Taufiq El Hakim dikenal luas oleh publik Mesir.
Nama Taufiq semakin melambung ke puncak tangga popularitas, ketika dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1934, ia mengeluarkan naskah drama berjudul “Syahrazad” (Kisah Seribu Satu Malam). Naskahnya banyak mendapat tanggapan dari kalangan sastrawan. Tak selang berapa lama kemudian, novel perdananya, “Audaturruh” (Kembalinya Sang Arwah) pun meluncur di pasaran. Novel itu pun mendulang sukses besar. Kapasitasnya sebagai novelis segera diakui banyak kalangan.
Kesuksesan di bidang sastra itulah, yang kemudian membuat Taufiq berpikir ulang tentang kariernya. Pada tahun 1935, ia mengundurkan diri dari tempat kerjanya di Departemen Kehakiman, dan ia beralih ke Departemen Pendidikan, karena di bidang yang terakhir ini lah ia merasa menemukan kecocokan. Tapi di departemen Pendidikan ini ia hanya bertahan selama tiga tahun. Ia kemudian pindah ke Departemen Sosial, pada tahun 1939, dan empat tahun kemudian mengundurkan diri, pada tahun 1943. Semenjak kemundurannya dari Departemen Sosial ini, ia bertekad mengabdikan dirinya hanya di bidang sastra yang begitu dicintainya dan telah membesarkan namanya.
Pada tahun 1950, Taufiq diangkat sebagai Direktur Pustaka Nasional Mesir. Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1955, Taufiq diangkat menjadi anggota dewan redaksi harian paling terkemuka di Mesir, Al Ahram, duduk bersama Najib Mahfouz, Dr. Louis Us, dan Dr. Aisha Abdurrahman. Pada tahun 1955 itu pula ia oleh rekan-rekannya diminta bergabung di Jamiyyatul Udaba Mesir, bersama dengan sastrawan terkemuka lainnya, semisal, Dr. Thaha Husain, Dr. Husain Fauzi, Mahmoud Taimur, Yahya Haqqi, Kamil El Sanawi, Yusuf El Sibai, Najib Mahfouz, Ihsan Abdul Quddus, Abdurrahman El Sharqawi, dan Ahmad Bahauddin.
Perjalanan Taufiq ternyata tak cukup sampai di situ. Pada tahun 1956 ia diangkat menjadi anggota Majelis Tinggi Sastra dan Seni, dan akhirnya pada tahun 1959 ia menjadi wakil Mesir di Unesco.
Singkat kata, Taufiq el Hakim meninggal dunia pada tahun 1987 dengan mewariskan 60 Naskah drama Arab Modern, 2 kumpulan cerpen dan 20 novel yang bermutu tinggi.
Sumber: Buku 'Kumcer' Dalam Perjamuan Cinta
No comments:
Post a Comment