Sunday, February 14, 2010

Pantun (Minang) Jenaka

Buah mangga jo buah manggih
Elok dimakan di hari patang
Sajak mancik jadi angku haji
Banyaklah kuciang nan sumbayang

Tafsir Sampiran:
"Buah mangga jo buah manggih, Elok dimakan di hari patang'. Sampiran pantun ini hanya menceritakan bahwa buah mangga dan buah manggis lebih baik di makan pada sore hari. Sebenarnya tidak masalah dimakan kapan pun. Disarankan dimakan sore hari hanya sekadar mendapatkan persamaan bunyi pantun.

Tafsir isi pantun:
"Sajak mancik jadi angku haji, Banyaklah kuciang nan sumbayang". Secara harfiah ini berarti bahwa setelah ada tikus yang naik haji, kucing jd banyak yg sholat. Tikus statusnya lebih rendah dari kucing (kucing lebih terhormat dari tikus). Jika tikus udah naik haji, apalagi kucing. Minimal, kucing akan berusaha sholat dulu sebelum berhaji.

Pantun ini menyentuh berbagai aspek kehidupan. Misalnya seseorang yang tidak begitu kaya, suka membantu yang miskin dan berinfak ke masjid, dan sebagainya. Hal ini seharusnya akan memotivasi orang yang lebih kaya untuk berbuat serupa walaupun mungkin tidak melebihi. Intinya,,,berlomba-lomba dlm kebaikan (fastabiqul khairat).


Batang sapek batang kawa
Samo sakah kaduonyo
Surang sasek surang gawa
Samo salah kaduonyo


Tafsir sampiran:
'Batang sapek batang kawa, samo sakah kaduonyo'. Batang sapek adalah sejenis pohon besar, tumbuh liar di hutan, biasa dipakai untuk bahan bangunan. Batang kawa adalah pohon kopi. Bagi orang Minang di zaman dahulu, kopi disebut kawa. Tidak hanya biji kopi yg digunakan untuk bahan minuman, tetapi juga daunnya. Kopi daun rasanya lebih enak. Sakah adalah merekah atau belah. Jadi batang sapek dan batang kawa itu sama-sama terbelah dahannya dari batang utama, mungkin karena terlalu berat atau karena angin.

Tafsir isi pantun:
'Surang sasek surang gawa, samo salah kaduonyo'. Pantun ini mengisahkan dua orang yang sama-sama tidak berhasil, yang satu tersesat dan yang satu lagi gawa atau salah jalan. Ini menggambarkan tidak adanya keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Seorang yang bodoh, misalnya, perlu berteman dengan yang pintar, orang yang miskin perlu berteman dengan orang kaya. Orang bodoh berteman dengan seseorang yang juga bodoh, tidak akan menghasilkan apa-apa, bahkan akan menambah kebodohan.



Ambiaklah aie di parian
Kok kurang ambiak di panci
Sajak jalan banyak balarangan
Payah nasibnyo kusia bendi

Tafsir Sampiran:
"Ambiaklah aie di parian, Kok kurang ambiak di panci". Bagi keluarga yang rumahnya jauh dari sumber air, parian memegang peranan penting sebagai tempat air. Terbuat dari 3-4 ruas bambu, parian juga berfungsi untuk pembawa air dari sumbernya seperti pancoran, mata air, sumur, dan sungai. Air yang disimpan di parian digunakan untuk memasak. Selain di parian, air juga disimpan di panci. Dalam sampiran pantun ini disebutkan bahwa jika air di parian tidak cukup, masih ada air di panci.

Tafsir isi pantun:
"Sajak jalan banyak balarangan, Payah nasibnyo kusia bendi". Di zaman dahulu, sebelum ada kendaraan bermotor, alat transportasi penumpang adalah bendi (ditarik kuda), sedangkan kendaraan pengangkut barang adalah pedati (tenaga kerbau atau sapi). Seiring dg kemajuan teknologi, peranan bendi digantikan oleh kendaraan bermotor. Untuk menghindari kemacetan dan tabrakan, jalan-jalan tertentu dilarang dilewati bendi, hanya diperuntukkan bagi kendaraan bermotor. Dalam pantun ini disebutkan, pelarangan tersebut mengakibatkan nasib kusir bendi menjadi malang/payah karena pendaatannya berkurang. Saat ini, ruang gerak bendi sangat terbatas, hanya sebagai transportasi wisata/untuk nostalgia.



Tumangguang mambali padi
Padi tacampua ampo dadak
Sinyo tangguang bujang tak jadi
Apo kanamo badan awak


Tafsir Sampiran:
"Tumangguang mambali padi, Padi tacampua ampo dadak". Tumangguang termasuk golongan masyarakat terhormat/bangsawan Minangkabau. Ampo adalah gabah yang tidak berisi atau disebut juga gabah hampa, sedangkan dadak adalah nama lain sekam. Jadi di sini dikatakan bahwa tumangguang membeli padi yang tercampur gabah hampa dan sekam.

Tafsir isi pantun:
"Sinyo tangguang bujang tak jadi, Apo kanamo badan awak". Pantun ini mengisahkan status seseorang yang serba tanggung. Sinyo sama artinya dengan remaja, sedangkan bujang sama dengan orang muda yang belum berkeluarga. Dari segi usia, ada orang yang tidak dapat dikategorikan remaja, tetapi juga belum termasuk kategori dewasa. Orang seperti ini tidak jelas statusnya (apo kanamo badan awak).

Secara umum pantun ini menasehatkan agar tidak mengambil satu posisi yang serba tanggung, yang tidak jelas. Kalo memutuskan untuk berdagang, tekunilah usaha tertentu yang sesuai kemampuan, jangan coba semua. Tukang sate misalnya, jika sukses, usaha ini dapat diperluas dengan usaha sejenis, misalnya warung nasi. Jangan menambah usaha yang tidak sealiran, seperti dagang pakaian (fashion) atau barber shop.



Taken From: Keajaiban Pantun Minang by Dr. Ir. H. Darwis SN Sutan Sati


No comments:

Post a Comment