Saturday, June 13, 2009

Fuzzy Clustering untuk VALS 2

VALS 2 (Value and Lifestyles System Research 2)
Salah satu metode segmentasi psikografis adalah VALS 2. Dalam VALS 2 (Value & Lifestyle System Research) terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self orientation dan resources. Resources yang dimaksud bukanlah semata-mata materi, melainkan dalam arti luas yang mencakup sarana dan kapasitas psikologis, fisik, dan lingkungan.
VALS 2 merupakan revisi dari metode VALS 1. Secara horizontal mengkategorikan tiga kelompok orientasi: orientasi pada prinsip, orientasi pada status, dan orientasi pada tindakan. Orang yang berorientasi pada prinsip mendasarkan apa yang seharusnya dilakukan, orang yang berorientasi pada status dibimbing oleh opini orang lain, dan orientasi pada tindakan didorong oleh aktivitas sosial maupun fisik. Secara vertikal, segmentasi didasarkan pada resources yang dimiliki. Dari pendekatan ini dikelompokkan menjadi delapan segmen, yang dapat menjadi petunjuk dalam mengidentifikasi dan memilih sasaran pasar.
VALS 2 merupakan metode memilah-milah suatu pasar kedalam segmen-segmen nilai dan gaya hidup (value and lifestyle) yang dianut. Dengan asumsi bahwa dalam lingkungan yang homogen sekalipun, pola aktivitas, konsumsi dan perilaku tiap orang bisa berbeda-beda, tergantung nilai dan gaya hidupnya. VALS 2 mencoba mengelompokkan dinamika preferensi dan pilihan konsumen/pelanggan berbasiskan kecederungan psikologis. Revisi pada VALS 2 ini terletak pada penggantian dua karakteristik konsumen serta sedikit pergeseran/pengembangan deskripsi indikatornya, yaitu karakter ke-1 yang pada VALS 1 disebut Actualizers, pada VALS 2 menjadi Innovators. Dan juga karakter ke-8 yang pada VALS 1 disebut Strugglers, pada VALS 2 menjadi Survivors. Berikut ini disajikan keterangan lengkap pembagian karakter konsumen berdasarkan VALS 2.
SRI (Stanford Research Institute) Consulting Business Intelligence (http://www.sric-bi.com/VALS) mencoba membagi konsumen berdasarkan VALS 2 ke dalam delapan kategori, yaitu:

1. Innovators
Innovators adalah orang-orang yang sukses, berwawasan luas dengan rasa percaya diri yang tinggi. Karena mereka mempunyai sumberdaya yang lebih dari cukup. Mereka pemimpin perubahan, dan terbuka terhadap ide-ide dan teknologi baru. Innovators merupakan konsumen yang sangat aktif, dan pola pembelanjaan mereka mencerminkan cita rasa yang tinggi atau produk dan layanan eksklusif. Citra merupakan hal yang penting bagi Innovators, bukan sebagai bukti status atau kekuasaan tapi sebagai ekspresi cita rasa, independensi dan personalitas. Innovators biasanya pimpinan bisnis dan pemerintahan yang sedang menanjak karirnya dan mereka mencari tantangan-tantangan baru.
2. Thinkers
Thinkers termotivasi oleh hal-hal yang ideal. Mereka orang-orang yang matang dan reflektif serta menghargai pengetahuan dan rasa tanggungjawab. Mereka biasanya berpendidikan baik, dan aktif mencari informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan. Mereka terus melakukan update informasi mengenai kejadian nasional maupun dunia dan terus mencari peluang untuk memperluas pengetahuan mereka. Thinkers cukup respek terhadap institusi status quo, tetapi terbuka akan ide-ide baru. Walaupun income mereka lebih dari cukup untuk membeli banyak hal, Thinkers orang yang konservatif, konsumen yang praktis. Mereka mencari sesuatu yang tahan lama, fungsional, dan nilai lebih dari produk yang mereka beli.
3. Achievers
Termotivasi oleh keinginan akan pencapaian, Achievers mempunyai gaya hidup yang berorientasi tujuan dan komitmen yang mendalam untuk karir dan keluarga. Kehidupan sosial mereka mencerminkan hal ini dan terstruktur antara keluarga, tempat ibadah, dan pekerjaan. Achievers merupakan orang yang konvensional, dan secara politik respek terhadap otoritas dan status quo. Mereka menghargai konsensus, sesuatu yang bisa diperhitungkan, dan stabilitas dibanding resiko, keintiman, dan pencarian diri. Dengan banyak keinginan dan kebutuhan, Achievers merupakan konsumen yang aktif. Image merupakan hal yang penting bagi Achievers. Mereka suka produk dan layanan yang sudah mapan, prestise yang mencerminkan sukses mereka. Karena kehidupan mereka yang sibuk, mereka sangat tertarik terhadap alat-alat yang bisa membantu mereka menghemat waktu.
4. Experiencers
Experiencers termotivasi oleh ekspresi diri. Sebagai konsumen yang muda, antusias, dan impulsif, Experiencers cepat antusias akan hal-hal baru tetap cepat pula bosan. Mereka mencari variasi dan kesenangan, suka akan hal baru yang diluar pakem dan beresiko. Energi mereka banyak dihabiskan ditempat-tempat fitnes, olahraga, aktifitas luar ruangan, dan aktivitas sosial. Experiencers merupakan konsumen yang royal dan menghabiskan sebagian besar penghasilannya pada fashion, hiburan, dan bersosialisasi. Pola pembelanjaan mereka mencerminkan pada hal-hal yang terlihat bagus dan keren.
5. Believers
Seperti juga Thinkers, Believers termotivasi oleh hal-hal yang ideal. Mereka konservatif dan konvensional dengan keyakinan yang kongkrit berbasiskan pada hal-hal yang tradisional dan mapan seperti keluarga, agama, komunitas, dan negara. Mereka mengikuti rutinitas yang sudah mapan dan terorganisasi disekitar rumah, keluarga, komunitas, dan organisasi sosial dan religius dimana mereka berada. Sebagai konsumen mereka bisa diprediksi. Mereka memilih produk dan merek yang sudah mapan dan secara umum merupakan konsumen yang loyal.
6. Strivers
Strivers kelompok orang yang trendy dan suka hal-hal yang menyenangkan. Karena mereka termotivasi dengan pencapaian, Strivers perhatian dengan opini dan persetujuan dari rekan-rekannya. Uang merupakan ukuran kunci sukses mereka. Mereka suka produk-produk yang diasosiasikan sebagai produknya orang kaya. Banyak dari mereka melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang punya pekerjaan daripada karir, serta kekurangan skill dan fokus yang membuat mereka sulit untuk berkembang. Strivers merupakan konsumen aktif karena aktifitas berbelanja merupakan aktifitas sosial dan kesempatan untuk menunjukkan kepada rekan mereka kemampuan mereka untuk membeli. Sebagai konsumen, mereka impulsif sejauh kondisi keuangan mereka memungkinkan.


7. Makers
Seperti Experiencers, Makers termotivasi oleh expresi diri. Mereka mengekspresikan diri mereka dan menikmati kehidupan dengan membangun rumah, membesarkan anak-anak, memperbaiki mobil, menanam tumbuhan, serta mempunyai cukup skill dan energi untuk membuat keinginan mereka terpenuhi. Makers adalah orang-orang yang praktis yang mempunyai skill konstruktif dan menghargai diri sendiri. Mereka tinggal dalam konteks tradisional sebuah keluarga, pekerjaan, dan rekreasi fisik, serta mempunyai sedikit interest terhadap hal-hal di luar itu. Makers curiga terhadap ide-ide baru. Mereka respek terhadap otoritas pemerintah dan buruh yang terorganisasi, tetapi tidak suka campur tangan pemerintah terhadap hak-hak individu. Mereka tidak terkesan dengan kepemilikan materi jika tidak praktis dan fungsional. Karena mereka menghargai nilai dan fungsional dari suatu kepemilikan, mereka membeli sesuatu yang memang dibutuhkan dan fungsional.

8. Survivors
Survivors hidup dengan penuh keterbatasan sumberdaya. Mereka sering merasa bahwa hidup berubah terlalu cepat. Mereka merasa nyaman jika merasa familiar dan perhatian dengan keselamatan dan keamanan. Karena mereka harus fokus pada kebutuhan daripada keinginan, Survivors tidak menunjukkan motivasi dasar yang kuat. Survivors adalah konsumen yang berhati-hati. Mereka mewakili perkembangan pasar terbaru untuk hampir semua produk dan layanan. Mereka loyal terhadap merek favorit, terutama jika mereka bisa membeli dengan diskon.
Segmentasi VALS 2 di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam penelitian yang penulis laksanakan, penulis melakukan survey psikologis (data primer) terhadap konsumen fixed phone PT. Telkom yang berdomisili di kecamatan Sukasari. Data hasil survey yang akan diolah adalah data kategori multivariat yang disajikan dalam tabel kontingensi. Pada kolom baris berupa individu yang menunjukkan loyalitas konsumen dan kolom berupa kategori yang menunjukkan nilai dan gaya hidup (Value & Lifestyles) responden. Berdasarkan loyalitasnya, konsumen dibedakan menjadi empat tipe yaitu konsumen loyal (konsumen yang masih berlangganan fixed phone saat survey dilaksanakan), Konsumen Churn Usage (konsumen yang masih berlangganan fixed phone namun pemakaiannya menurun minimal dalam periode enam bulan sebelum survey dilaksanakan), Konsumen Cabut APS (konsumen yang berhenti berlangganan fixed phone atas permintaan sendiri), dan Konsumen Cabut Manajemen (konsumen yang telepon rumahnya dicabut pemakaiannya atas kebijakan manajemen Telkom karena konsumen yang bersangkutan menunggak dalam pembayaran tagihan telepon). Dan kategori karakter berdasarkan VALS 2 adalah pengelompokkan apakah responden yang bersangkutan memiliki kecenderungan gaya hidup Innovators, Thinkers, Achievers, Experiencers, Believers, Strivers, Makers, dan Survivors.

Fuzzy Clustering untuk Segmentasi Psikografis Berdasarkan VALS 2

Analisis klaster (Cluster Analysis) adalah suatu teknik multivariat yang memiliki tujuan utama mengelompokkan obyek-obyek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara obyek sehingga memiliki homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu klaster (within-cluster) dan heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar klaster (between cluster) yang satu dengan klaster yang lainnya (Hair et al: 1998, 473). Analisis klaster adalah salah satu analisis yang bertujuan untuk mencari pola dari suatu set data dengan mengelompokkan observasi ke dalam klaster. Tujuannya adalah untuk mencari pengelompokan yang optimal dimana pengamatan atau obyek di dalam klaster similar dan antar klaster dissimilar (Rencher, 2002). Analisis klaster adalah suatu teknik mengkombinasikan observasi menjadi kelompok-kelompok atau klaster-klaster berdasarkan kesamaan karakteristik diantara obyek tersebut. Hasilnya berupa klaster dengan homogenitas dalam kelompok serta heterogenitas antar klaster.(Subhash Sarma, 1996).
Metode analisis klaster digunakan pertama kali oleh Tryon pada tahun 1939. Metode ini mirip dengan analisis faktor, jika analisis faktor (R Factor Analysis) bertujuan untuk mereduksi variabel, maka analisis klaster (Q Factor Analysis) lebih bertujuan untuk mengelompokkan isi variabel (Singgih Santoso, 2002).
Pada penerapannya dalam segmentasi psikografis, Analisis data menggunakan hard cluster memiliki beberapa kelemahan. Berikut ini diuraikan beberapa kelemahan Hard Cluster, antara lain:
1. Belum dapat menjelaskan keberadaan sampel lebih jauh karena sebuah sampel hanya dapat digolongkan pada satu segmen saja.
2. Dalam Hard Cluster tidak diperbolehkan adanya overlap pada data.
3. Jika menganalisis menggunakan Hard Cluster, peneliti tidak dapat terlebih dahulu menetapkan banyaknya jumlah klaster.
4. Pada Analisis klaster biasa (Cluster Analysis) batas-batas pengkategorian respon jelas dan tegas.
Sedangkan dalam penelitian yang penulis rancang, jumlah klaster pada konsumen ditetapkan terlebih dahulu dan segmen-segmen psikografis dikategorikan sebagai data multivariat yang disajikan ke dalam tabel kontingensi. Pada data memungkinkan banyak sekali terjadi overlap karakter konsumen. Serta batasan kategori karakter konsumen masih cenderung tidak tegas (fuzzy). Tidak tegas dalam konteks ini menunjukkan adanya kecenderungan seseorang (konsumen) untuk memiliki karakteristik lebih dari satu. Misalnya seseorang yang achiever (termotivasi oleh pencapaian) berkemungkinan besar dalam dirinya juga memiliki karakter experiencer (termotivasi oleh ekspresi diri). Kecenderungan untuk memiliki dua atau lebih karakter kuat dalam diri inilah, yang menjadi alasan penting analisis klaster biasa kurang tepat digunakan dalam segmentasi psikografis berdasarkan VALS 2 ini.
Oleh karena itu penulis memutuskan Fuzzy Clustering sebagai teknik clustering yang tepat untuk penelitian ini. Karena Fuzzy Clustering mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada hard clustering. Sehingga Fuzzy Clustering dapat menjelaskan keberadaan sampel dengan lebih baik. Dimana dalam real market, sebuah sampel tidak hanya tergolong pada sebuah segmen tertentu. Informasi lengkap mengenai Fuzzy Clustering, penulis bahas pada bagian berikutnya di bab ini.
Fuzzy clustering yang biasa digunakan yakni Fuzzy C-Means (FCM) hanya bisa digunakan pada data numerik, sehingga diperlukan pendekatan fuzzy clustering lain untuk data kategori multivariat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mencoba membahas metode fuzzy clustering untuk data kategori multivariat yang diperkenalkan oleh Oh, Honda, dan Ichihashi (2003).
Fuzzy Clustering untuk data kategori multivariat merupakan suatu teknik dari Fuzzy Clustering yang telah ada, dimana pada analisis fuzzy untuk data kategori multivariat ini mampu mengelompokkan suatu set data kategori multivariat ke dalam klaster-klaster yang ada dan melihat terjadinya overlap (penumpukan) dalam pengelompokan.

Derajat Keanggotaan untuk Individu:
uci adalah nilai derajat keanggotaan individu ke- i untuk klaster yang ke-c. Jumlah total nilai derajat keanggotaan dari individu ke-i ke sejumlah klaster yang terbentuk harus sama dengan satu.

Derajat Keanggotaan untuk Kategori:
wcj adalah nilai derajat keanggotaan kategori ke-j untuk klaster yang ke-c, dan C menunjukkan jumlah klaster. Jumlah total seluruh nilai derajat keanggotaan kategori dari klaster yang ke-c harus sama dengan satu.

Derajat Agregasi
Derajat Agregasi digunakan sebagai criteria clustering dari fuzzy clustering untuk data kategori multivariat. Karena harus tersedia suatu grup individu dan kategori yang memiliki korelasi yang cukup tinggi satu sama lain.
Derajat agregasi untuk setiap klaster adalah jumlah total respon, nilai derajat keanggotaan untuk individu, dan kategori. Derajat agregasi dimaksimumkan untuk membentuk fuzzy cluster dengan menandai nilai derajat keanggotaan individu dan kategori.

Penerapan Fuzzy Clustering di Berbagai Bidang
Sejauh ini fuzzy clustering telah banyak diterapkan untuk menganalisis data hasil penelitian/permasalahan baik data penelitian individu (kepentingan akademis) maupun data beberapa perusahaan. Di antaranya adalah aplikasi fuzzy clustering dalam positioning produk kartu GSM prabayar berdasarkan persepsi pelanggan (Studi Penelitian terhadap mahasiswa Universitas Padjadjaran). Aplikasi ini beranjak dari latar belakang masalah persaingan yang ketat antara operator selular di Indonesia menyebabkan masing-masing operator memberikan unique selling points yang berbeda-beda. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak perusahaan menyadari pentingnya dilakukan strategi pemasaran. Salah satu strategi bersaing adalah memperkuat posisi produk dalam pikiran konsumen. Persepsi konsumen tersebut akan membentuk positioning dalam setiap operator seluler. Salah satu cara untuk melihat positioning suatu produk adalah dengan Fuzzy clustering, karena fuzzy clustering lebih realistis untuk diterapkan, yaitu objek dikelompokkan dengan batas yang tidak tegas. (Metta; 2005)
Fuzzy Clustering juga telah diterapkan untuk mengetahui perilaku konsumen yang menggunakan layanan telepon seluler dengan jaringan CDMA (studi kasus PT. Telkom, Tbk). Penerapan fuzzy clustering dalam hal ini beranjak dari permasalahan yang dihadapi PT. Telkom, yaitu semakin banyak dan berkembangnya perusahaan-perusahaan kompetitor PT. Telkom, antara lain Bakrie Telecom dengan produk Esia, PT. Indosat dengan produk StarOne, dan Mobile-8 dengan produk Fren. Perusahaan-perusahaan tersebut bersaing menawarkan fasilitas dan fitur-fitur yang menarik. Sementara itu peningkatan pengguna layanan TelkomFlexi belum memenuhi target pencapaian pelanggan Flexi yang diharapkan Telkom. Untuk mengetahui perilaku konsumen dilakukan survei kepada pengguna CDMA (Flexi, Esia, Fren), atribut-atribut pelayanan apa saja yang dirasakan oleh konsumen selama menggunakan produk CDMA tersebut. Selanjutnya Fuzzy clustering digunakan dalam pengelompokan terhadap produk CDMA berdasarkan atribut-atribut pelayanan yang diperoleh dari survei tersebut. (Theresia; 2007)
Pengembangan lain dari teknik Fuzzy Clustering adalah Fuzzy Subtractive Clustering dan FANNY. Teknik-teknik tersebut antara lain Fuzzy Subtractive Clustering diterapkan dalam mengelompokkan data debit air tengah bulanan di sungai Cimanuk untuk periode 2007-2012 (Ardi; 2007). Penerapan teknik ini disertai/dilengkapi dengan analisis data deret waktu .
Sedangkan FANNY merupakan salah satu algoritma Fuzzy yang robust. yang dikemukakan oleh Kaufman dan Rousseeuw. Algoritma ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975 oleh Kaufman, Kaufman dan Rousseeuw (1990), Harris dan Stocker (1998). Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini adalah algortima yang dikembangkan oleh Kaufman dan Rousseeuw. Pada algoritma ini keanggotaan klaster ditentukan berdasarkan tingkat/derajat keanggotaannya (membership grade) terhadap klaster tersebut. Algoritma ini digunakan untuk mengklasifikasikan item obat-obatan yang di rumah sakit. Sehingga nantinya pihak rumah sakit dapat membuat skala prioritas dalam pengadaan obat. (Harris; 2007)
Fuzzy Clustering juga telah diterapkan pada data sekunder. Data yang digunakan adalah data dari skripsi Pertisia K. (2003). Data merupakan hasil survey mengenai program acara TV yang dipilih oleh responden. Berdasarkan hasil survei terhadap 68 responden dilakukan pengelompokan berdasarkan pekerjaan responden dan program acara TV yang dipilihnya. Hasil dari analisis klaster menggunakan fuzzy clustering untuk data kategori multivariat ini dimaksudkan agar para pihak perusahaan televisi mengetahui program acara yang banyak digemari oleh responden berdasarkan pekerjaannya, mengetahui segmen sesungguhnya dari program acara yang ditayangkannya, sehingga dapat juga dimanfaatkan sebagai strategi pemilihan iklan yang tepat bagi setiap acara yang ditayangkannya. (Wawan; 2004)
Sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis bermaksud untuk melakukan survey psikologis (data primer) terhadap konsumen fixed phone PT. Telkom yang berdomisili di kecamatan Sukasari. Data hasil survey yang akan diolah adalah data kategori multivariat yang disajikan dalam tabel kontingensi. Pada baris berupa individu yang menunjukkan loyalitas konsumen dan kolom berupa kategori yang menunjukkan nilai dan gaya hidup (Value & Lifestyles) responden. Berdasarkan loyalitasnya, konsumen dibedakan menjadi empat tipe yaitu konsumen loyal (konsumen yang masih berlangganan fixed phone saat survey dilaksanakan), Konsumen Churn Usage (konsumen yang masih berlangganan fixed phone namun pemakaiannya menurun minimal dalam periode enam bulan sebelum survey dilaksanakan), Konsumen Cabut APS (konsumen yang berhenti berlangganan fixed phone atas permintaan sendiri), dan Konsumen Cabut Manajemen (konsumen yang telepon rumahnya dicabut pemakaiannya atas kebijakan manajemen Telkom karena konsumen yang bersangkutan menunggak dalam pembayaran tagihan telepon). Dan kategori karakter berdasarkan VALS 2 adalah pengelompokkan berdasarkan apakah responden yang bersangkutan memiliki kecenderungan gaya hidup Innovators, Thinkers, Achievers, Experiencers, Believers, Strivers, Makers, dan Survivors. Penentuan klaster yang akan dibentuk penulis tetapkan secara apriori yaitu sebanyak dua klaster. Selanjutnya penulis menentukan derajat ke-fuzzy-an untuk kategori karakter/gaya hidup (Tw) sebesar 2.0 dan derajat ke-fuzzy-an untuk individu/loyalitas konsumen (Tu) sebesar 0.7. Serta untuk nilai epsilon (stopping condition): ε menunjukkan ketelitian dalam proses clustering. Agar lebih teliti penulis tetapkan nilai ε sebesar 0.00005.



1 comment: