Seperti jual-beli, utang-piutang merupakan fenomena klasik yang sudah ada sejak peradaban awal manusia. Fakta sejarah menunjukkan, timbulnya utang-piutang semula lebih banyak dilatar-belakangi oleh adanya kebutuhan ekonomi yang sifatnya sangat mendesak.
Bagi pihak yang berutang, Islam menekankan pentingnya mengondisikan hati dan perilaku agar jangan sampai melakukan hal-hal yang bisa menyakiti perasaan si pemberi utang. Prinsipnya, bahwa si pemberi utang dengan kesediaannya memberikan utang untuk tujuan taawun sejatinya telah berbuat kebajikan dan kebaikan, karena itu ia harus dibalas dengan kebajikan dan kebaikan yang sama. Bahkan, kalau perlu dibalas dengan yang lebih baik. Rsulullah S'AW bersabda "Sebaik-baik orang (yang berutang) adalah yang mudah dalam membayar utangnya (tidak menunda-nunda)." [HR. al-Bukhari]
Oleh sebab itu, ketika hendak berutang, hendaknya dilakukan pengkondisian batin untuk berniat sungguh akan membayar utangnya secepat mungkin. Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa mereka yang berutang dengan niatan kuat untuk segera membayarnya, niscaya Allah akan membukakan jalan kemudahan baginya dalam membayar utang. [HR. al-Bukhari dan Muslim).
Terkait penundaan utang, Rasulullah S'AW menegaskan, "Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari." [HR. al-Baihaqi]. Dalam hadits lain Riwayat Abu Dawud disebutkan, di antara kezaliman yang sangat keji adalah menunda-nunda pembayaran utang bagi yang sudah mampu membayar.
Sementara itu, bagi yang benar-benar belum mampu menyegerakan pembayaran utang, Islam menganjurkan supaya dia terus berusaha dan memperbanyak do'a kepada Allah SWT agar segera dibebaskan dari beban utang. Salah satu wasilah yang bisa dilakukan adalah dengan banyak-banyak membaca Surat Ali 'Imran ayat 26. [HR. al-Baihaqi]
No comments:
Post a Comment