Potret buram kehidupan bangsa Indonesia sampai saat ini masih menyisakan pekerjaan rumah yang cukup pelik. Warga masyarakat miskin di perkotaan masih banyak yang belum mendapatkan kesempatan memanfaatkan sumber kehidupan yang dibutuhkannya. Meski sumber tersebut tersedia di dekatnya. Tidak kurang lengkap sarana yang ada di perkotaan dapat memadai, namun daya jangkau warga masyarakat miskin masih begitu kesulitan. Kita dengan mudah dapat melihat potret buram ini. Panjangnya antrian warga masyarakat kota yang masih membutuhkan pembagian sembako, antrian pembagian daging qurban pada saat Iedul Adha, peminta-minta di jalanan. Para pelakunya selain orang-orang dewasa juga anak-anak yang masih belia.
Secara makro data statistik menunjukkan masih banyaknya warga masyarakat yang hidupnya di bawah garis kemiskinan, walaupun ada penurunan jumlahnya. Data statistik tahun 2000 terdapat sekitar 37,3 juta Jiwa atau 19% dari total penduduk Indonesia. Kemudian data terbaru Maret 2008 BPS mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 35 juta jiwa (15,4%). Namun angka tersebut masih menunjukkan begitu besarnya angka penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan.
Dari gambaran data tersebut, kita dapat mengestimasi jumlah anak yang terkena imbas dari kemiskinan orangtuanya. Di antaranya ada anak-anak yang masuk pasar kerja. Meskipun jumlahnya dari tahun ke tahun mengalami penurunan, kualitas generasi anak yang telah memasuki usia dewasa ini juga dapat kita prediksi tingkat pendidikannya tidak akan jauh dari tamat SD bahkan bisa jadi mereka tidak mengikuti sekolah. Sementara jumlah anak putus sekolah menurut Manurung (2008) sebesar 12 juta.
Anak-anak yang hidup saat ini akan menjadi tonggak peradaban bangsa Indonesia di masa depan. Sudah saatnya kita semua terbangun dari kenistaan dan keterpurukan yang dialami keluarga saudara kita sendiri dan anak-anaknya. Rasa kesetiakawanan sosial harus dijalin dan mengakar dalam sendi kehidupan berbangsa.
Sumber: Warta Bappeda
No comments:
Post a Comment