Malahayati merupakan salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Pada tahun 1585-1604, Malahayati memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Malahayati memimpin 2000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda Pahlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal, dan mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.
Laksamana Malahayati merupakan sosok pahlawan yang jarang disebut namanya dan tidak pernah diungkit searahnya. Dia adalah laksamana perempuan pertama di dunia dan seorang petarung garis depan. Laskar Inong Balee yang dipimpinnya disegani musuh dan kawan. Kisah Laksamana Malahayati, walaupun tidak banyak, semua bercerita tentang kepahlawanannya. Suami Malahayati gugur pada pertempuran melawan Portugis. Konon kabarnya, pembentukan Inong Balee sendiri adalah hasil buah pikiran Malahayati. Malahayati juga membangun benteng bersama pasukannya dan benteng tersebut dinamai Benteng Inong Balee.
Karier militer Malahayati terus menanjak hingga ia menduduki jabatan tertinggi di angkatan laut Kerajaan Aceh kala itu. Sebagaimana layaknya para pemimpin zaman itu, Laksamana Malahayati turut bertempur di garis depan melawan kekuatan Portugis dan Belanda yang hendak menguasai jalur laut selat Malaka. Di bawah kepemimpinan Malahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada yang terdiri dari ratusan kapal perang. Adalah Cornelis de Houtman, orang Belanda yang pertama tiba di Indonesia, pada kunjungannya yang kedua mencoba untuk menggoyang kekuasaan Aceh pada tahun 1559, Cornelis de Houtman yang terkenal berangasan, kali ini kena batunya. Alih-alih bisa meruntuhkan Aceh, armadanya malah porak poranda dipukul mundur armada Laksamana Malahayati. Banyak orang-orangnya yang terbunuh dan ditawan, sedangkan Cornelis de Houtman sendiri mati di tangan Laksamana Malahayati pada tanggal 11 September 1599.
Selain armada Belanda, Laksamana Malahayati juga berhasil memukul mundur armada Portugis. Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang kerajaan membuat Inggris yang belakangan masuk ke wilayah ini, memilih untuk menempuh jalan damai. Surat baik-baik dari Ratu Elizabeth I yang dibawa oleh James Lancaster untuk Sultan Aceh, membuka jalan bagi Inggris untuk menuju Jawa dan membuka pos dagang di Banten. keberhasilan ini membuat James Lancaster dianugerahi gelar bangsawan sepulangnya ia ke Inggris.
Markas pasukan Inong Balee berada di Lam Kuta, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar. Salah satu jejak perjuangan yang masih tersisa hingga kini adalah kompleks makam Malahayati yang berada di puncak bukit dan sebuah benteng yang disebut Benteng Inong Balee di tepi pantai Selat Malaka, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Sumber: Buku 'KOntribusi Muslimah dalam Mihwar Daulah'
No comments:
Post a Comment