Terlintas ide untuk menulis dan mengupas tentang silsilah. Berawal dari obrolan sederhana di kantor Bappeda Batang Hari. Reyhan, anak sulung dari Yuk Desi (teman kantorku) minta dibelikan Laptop pada kakeknya. Ia memanggil kakeknya dengan sebutan 'Ungku'. Karena keluarga yuk Desi dan keluarga suaminya adalah asli Minang, aku spontan nyeletuk, "loh,kalo orang Minang, bukannya sebutan untuk kakek biasanya Angku, Tuo, Gaek, atow Datuak? koq Ungku?, sepengetahuanku, Ungku itu Gelar Bangsawan (Keturunan Raja) untuk Malaysia." Lalu yuk Desi menjawab, "Entahlah, mungkin kakeknya Reyhan masih ada keturunan Raja-raja Malaysia, hehehe." Aku pun ikut tertawa & menimpali, "iya, ya, mungkin saja (meski gak sepenuhnya percaya dengan jawaban spontan yuk desi kala itu)."
Hm, lalu aku teringat salah satu Client-ku di FKG KPBI Unpad (Client disini maksudnya para mahasiswa tingkat akhir yang menganalisis data penelitian skripsinya menggunakan jasaku selaku statistisi), namanya Ungku Zarith Munira panggilannya U.Z, pembawaannya memang sedikit elegan & berbeda dibanding teman-temannya yang lain. Karena penasaran sekaligus sebagai pembuktian ke yuk Desi bahwa Ungku adalah gelar bangsawan Malaysia, lalu aku searching d google, dengan mengetikkan nama UNGKU ZARITH MUNIRA. Lalu keluar berbagai postingan mengenai Ungku Zarith Munira. Aku check twitternya, di facebook aku udah jadi teman. Lalu ada website genealogy, aku menemukan profil adiknya yang mencatumkan U.Z.Munira sebagai sister. Dan yang lebih menarik, aku menemukan nama U.Z yang lebih lengkap, yaitu Ungku Zarith Sophia Munira, dan.... aku menemukannya di Silsilah Kerajaan Lingga (jd aku bilang wow deh).
Aku baca satu persatu, aku menemukan Ungku Zarith Sophia Munira di Lingga 3. Aku cocokkan dengan nama adik-adiknya yang ada di Facebook, cocok. Lalu aku perlihatkan ke Yuk Desi. Ternyata U.Z adalah keturunan 'Bendahara Dynasti' yang merupakan keturunan Raja-raja Lingga. Ayahnya bernama Ungku Abdul Rahman. Kerajaan Lingga ini merupakan turunan/anak kerajaan dari Kerajaan Johor, yang sangat erat kekerabatannya dengan Kerajaan Riau dan migrasi Suku Bangsa (Bangsawan) Bugis pada saat menolak perjanjian Bongaya setelah invasi Kerajaan Kutai ke Kerajaan-kerajaan Bugis. Jadi sebagian besar Raja-raja Malaysia adalah keturunan Bugis dan Riau Juga. Kerajaan ini terbagi menjadi Kerajaan Lingga-Malaka dan Lingga-Singapura.
Nah, cukup lama membaca sejarah Kerajaan Lingga, aku langsung menganalogikan dengan kerajaan Minangkabau. Lalu aku teringat cerita-cerita Nenek mengenai silsilah keluarga kami. 'cucuku, Bunga Mardhotillah', kata nenek memulai ceritanya (mulai masuk ke fase serius ala nenek, sebenernya nenek ngomongnya pake bahasa Minang, pas di translate, jadi rada gimanaaa, githu, hehehe). "Salah seorang kakek buyut nenek adalah Pahlawan yang syahid sewaktu melawan Belanda, namanya masih tertera dengan gagahnya bersama beberapa syuhada' lainnya di Masjid Syuhada'", salah satu masjid di kampung kami. Lalu ayah nenek (kakek buyutku) adalah Muhammad Duya Datuak Marajo (MD.Dt.Marajo) yang adalah seorang Penghulu tertinggi di kaumnya, sekaligus merupakan pemimpin Tanjuang Barulak (Wali Nagari/Angku Kapalo) selama beberapa periode, yang sangat disegani Belanda semasa Beliau hidup. Lalu Kakekku (suami Nenek, almarhum Djabir Sutan Malano ), juga adalah seorang Angku Palo (Wali nagari/selevel Lurah). Kemudian, kepemimpinannya dilanjutkan oleh suami dari adik dan sepupu nenek. Aku berkesimpulan bahwa, dalam darah kami, mengalir darah syuhada' dan darah pemimpin-pemimpin yang kharismatik dan banyak membina masyarakat di Kenagarian Tanjuang Barulak Kabupaten Tanah Datar di masanya.
Sebetulnya ibuku kurang setuju jika kita mengungkit-ungkit mengenai silsilah, meskipun sekarang ibuku adalah bagian dari jajaran Kepemimpinan struktural di salah satu Fakultas di Universitas Jambi, beliau (Noni Zurweni.red) tetap tidak suka jika kita membanggakan silsilah. Semasa nenek masih sehat wal afiat, Nenek seringkali bercerita kepada kami sembari membanggakan silsilah dan memamerkan foto-foto hitam putih yang menjadi bukti kecemerlangan kepemimpinan keluarga 'Ateh larangan' di Tanjuang Barulak. Kami sebagai cucunya hanya bisa manggut-manggut sambil senyum mendengar cerita nenek. Nenek sendiri adalah Zubaidah MD, yang terkenal tegas, seorang ustadzah yang sering memberi ceramah di masjid Al Hidayah Kampung kami, dan pernah menjadi Kepala Sekolah Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Tanjuang Barulak. Nenek dulunya santriwati salah satu pesantren ternama di Bukittinggi.
Sekarang setelah menikah, aku pernah juga mendiskusikan masalah silsilah ini bersama suamiku Amril Fadli. Ternyata, suamiku juga adalah keturunan Para Pemimpin di Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam. Suamiku ternyata memiliki garis keturunan Datuak Katumanggungan dan Haji nan Balimo Sungai Pua. Suamiku adalah anak cucu/cicit dari Haji nan kaduo. Diperkuat oleh foto-foto yang saling terkait yang disimpan oleh keluarganya. Menyimpulkan permasalahan Silsilah ini, aku dapat mengambil ibroh. Di satu sisi, aku setuju dengan Ibuku, bahwa membangga-banggakan silsilah itu tidak baik. Namun, di sisi lain, aku mengambil beberapa hal positif dari penjelasan nenek semasa beliau masih sehat (aku rindu cerita nenek, saat ini beliau terbaring lemah akibat stroke). Beberapa hal positif itu antara lain: Kita sesekali perlu mengkaji sejarah, baik untuk diteladani atau pun dievaluasi. kita juga dapat menjadikan silsilah sebagai motivasi hidup hari ini menuju masa depan. Jika dalam silsilah, kakek buyut atau moyang kita adalah pemimpin, maka kita perlu memunculkan kembali karakter-karakter kepemimpinannya yang positif, belajar mengapa mereka sangat disegani dan memberikan manfaat besar bagi masyarakatnya kala itu. Setidaknya, jika kita belum ditaqdirkan menjadi pemimpin besar, kita dapat memimpin dan memanajerial diri sendiri dengan baik. Sebaliknya, jika dalam silsilah keluarga, kita dapati buyut, kakek, atau ayah yang hanyalah masyarakat kecil biasa, maka hal ini juga menjadi motivasi tersendiri bagi kita, untuk menaikkan derajat keluarga kita. Kitalah yang seharusnya menuliskan sejarah baru. Bukankah ada papatah yang mengatakan bahwa 'Pemimpin itu ditempa dan bukan dilahirkan'. Seharusnya hal itu menjadi motivasi bagi kita. Apalagi jika dahulunya keluarga kita merupakan Pemimpin-pemimpin besar, seharusnya kita dapat menjadi Tokoh-tokoh yang lebih bermanfaat bagi masyarakat melebihi pendahulu kita tersebut. Memotivasi diri kita sebagai orang yang berharap menjadi tauladan masyarakat, bukan orang yang memaksa masyarakat untuk menyegani kita. Menjadi pemimpin yang selalu membawa petuah ilmu padi dalam tindak-tanduknya. Semakin berisi semakin merunduk. Menuntut ilmu di mana saja, dan kembali pulang untuk mencerahkan masyarakat/kampung halaman/tanah kelahiran, dan lain sebagainya. mari Belajar dari Sejarah dan Silsilah. Jika silsilah keluarga kita belum jelas, saatnya kita yang membuat silsilah dengan cara melakukan riset sederhana dan banyak bertanya pada orang-orang yang dituakan dan masih hidup serta masih mengingat masa lalunya. (Wallahu a'lam bisshowwab)
wah suaminya masih ada darah sama saya berarti mbak.. salam kenal, mampir di puariesthaufani.blogspot.com
ReplyDeletesubhanallah, keturunan Haji Nan Balimo Sungai Pua juga ya?
Deleteiya kak.. dari haji nan gadang (haji pertama/Haji Abdullah).. bolehlah nanti silaturahim kita kak.. soalnya kita lagi menyambung kembali rajutan silsilah haji nan balimo :)
DeleteSaya nelusuri silsilah saya.. berasal dari haji Abdullah lalu anaknya Dariliman lalu anaknya rehanah lalu Umirahamdi lalu saya. Kalau begitu kita satu kakek.
DeleteSaya nelusuri silsilah saya.. berasal dari haji Abdullah lalu anaknya Dariliman lalu anaknya rehanah lalu Umirahamdi lalu saya. Kalau begitu kita satu kakek.
DeleteSaya juga turunan dari haji nan balimo silsilahnya sih kurang hafal..tp ayah sy yg cerita
ReplyDeleteSaya juga turunan dari haji nan balimo silsilahnya sih kurang hafal..tp ayah sy yg cerita
ReplyDeleteokay, salam kenal... :)
ReplyDeletemaaf Muhammad Duya Datuak Marajo (MD.Dt.Marajo) itu ayah dari haji nan balimo bukan?
ReplyDelete