Thursday, October 21, 2010
Bustan As-Salathin
Bustan as-Salathin (Taman Para Sultan) adalah salah satu karya masterpiece Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali Ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniry al-Quraisy yang ditulis pada tanggal 4 Maret 1638 dan selesai pada tahun 1643. Kitab ini dikerjakan atas permintaan khusus Sultan Iskandar Tsani (1636-1641), Penguasa Kesultanan Aceh setelah masa Sultan Iskandar Muda (1593-1636). Karya ini terdiri dari tujuh buku, merupakan karya terbesar yang pernah ditulis di bidang sejarah, bahkan di kalangan para Ulama Nusantara semasa ar-Raniry. Kitab ini menunjukkan perhatian ar-Raniry yang sangat besar terhadap pentingnya membuat sebuah rekonstruksi sejarah. Dua buku pertama dari Bustan as-Salathin berisi bahasan tentang sejarah dunia, mulai dari proses penciptaan dunia hingga periode perkembangan Islam di India dan Melayu-Nusantara. Selebihnya, lima buku dari Bustan as-Salathin, berisi nasehat-nasehat bagi para raja dalam menjalankan pemerintahannya.
Di sini, Syeikh ar-Raniry mengikuti pola karya al-Ghozali, Nasihah al-Mulk (Nasihat bagi para raja). Karya besar ar-Raniry di bidang sejarah ini merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi Muslim Melayu-Nusantara. Melalui karya inilah atmosfer pemikiran bangsa Melayu tentang sejarah dan geografi, khususnya mengenai bangsa-bangsa lain di dunia, terbentuk dalam kesadaran mereka. Karya ini, yang meletakkan sejarah dan keberadaan Melayu Nusantara menjadi bagian dari sejarah dunia, lebih jauh menandai perkembangan penting dalam tradisi penulisan sejarah di Nusantara yang berbentuk babad untuk kasus Melayu. Maka Bustan as-Salathin berbeda, misalnya, dengan teks sejarah melayu yang cenderung menjadikan Kerajaan Malaka sebagai pusat dalam perkembangan sejarah Melayu yang disentralkan.
Pada bagian keempat Bustan as-Salathin yang diuraikan oleh Morley (1854), kitab ini memuat sejarah perkembangan Islam di luar Jazirah Arab, yaitu India dan Tanah Melayu. Pada pasal 11 Bustan as-Salathin memaparkan sejarah kesultanan Islam di India antara tahun 300 H sampai 1628 H. Sementara pada pasal 12 bab II menguraikan asal-usul raja Melayu. Pada bagian mengenai asal-usul Raja Melayu, Nuruddin ar-raniry tampaknya merujuk dari kitab tentang sejarah Melayu Sulalatus Salathin yang ditulis oleh Tun Sri Lanang pada bulan Februari 1614 saat menjadi tawanan di kawasan Pasai (beberapa sejarawan mengatakan Tun Sri Lanang bukan penulis asli Sulalatus Salathin, melainkan sebagai penyunting saja).
Penulisan Bustan as-Salathin menunjukkan penerimaan yang sangat baik sultan Aceh terhadap Syeikh Nuruddin ar-Raniry, yang datang ke Aceh sekitar tahun 1637 (ada yang meriwayatkan tahun 1577) dan diangkat menjadi mufti kesultanan. Syeikh ar-Raniry juga menulis banyak kitab lain yang ditujukan untuk melawan akidah 'wihdatul wujud' Hamzah Fansuri dan Syamsudin Sumatrani yang saat itu mendominasi kehidupan keagamaan masyarakat Aceh.
Selain karena keberanian dan ketegasannya dalam melawan akidah wihdatul wujud, Syeikh ar-Raniry juga menguasai berbagai cabang ilmu Islam, yang membuatnya sangat menonjol pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Tsani. Syeikh ar-Raniry ahli dalam bidang ilmu matiq (logika) dan ilmu balaghah (retorika). Dalam ilmu fikih, Syeikh ar-Raniry adalah penganut mazhab asy-Syafi'i, walaupun ia juga ahli dalam ajaran mazhab-mazhab yang lain. Dari segi akidah, Syeikh ar-Raniry adalah pengikut mazhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berasal dari Syeikh Abul Hasan al-Asy'ari dan Syeikh Abu Manshur al-Maturidi.
Sumber: Majalah Annida
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment