"Inilah sosok Hasan Al Banna, Syahid Al Islam yang memperbarui agama ini dalam akal manusia, menghidupkannya dalam jiwa dan hati mereka, membangunkan dari tidur lelapnya, menyadarkan dari kelalaiannya, serta mendorong mereka untuk membela dan mempertahankan kemuliaan mereka." (Abdul Qadir Audah, syahadah pertama ikhwan di tiang gantungan)
"Hasan Al Banna adalah satu dari sosok pribadi yang mengabadi. Sosok paling menonjol dalam sejarah peradaban Islam pada abad ke-14 Hijriah. Bukan karena ia seorang alim atau orator ulung karena pada zamannya sangat banyak orang yang memiliki kapasitas ilmu dan tutur bahasa yang lebih tinggi darinya, melainkan lelaki ini telah membangun dakwahnya, mengguncang generasinya, khususnya sejarah Mesir dan wilayah Timur Tengah secara keseluruhan dengan entakan keras yang sampai kini jejaknya tetap melekat dalam berbagai peristiwa." (Mushtafa As Sibai, tokoh Ikhwanul Muslimin Suriah)
"Hasan Al Banna adalah sosok Imam dengan seluruh makna yang terkandung di dalamnya. Ia adalah teladan utama dalam segala hal: keilmuan, keimanan, keikhlasan, aktivitas, kecerdasan, ketelitian, kebesaran jiwa, dan semangat yang tak pernah padam." (Ust. Said Ramadhan, suami putri sulung Hasan Al Banna)
"Cahaya yang tak pernah redup hanyalah bintang yang menggantung di langit, dan Hasan Al Banna berada pada jarak terdekat darinya. Ia adalah pribadi yang dapat menyerap tabiat karena permata yang melekat dalam dirinya tak pernah berhenti memancarkan sinarnya. Salah satu kelebihan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah pengetahuannya yang dalam tentang ilmu jiwa, seni mentarbiyah, dan teori sosial. Ia juga memiliki kecerdasan dalam mengetahui tabiat manusia, struktur kepribadian, dan potensi setiap orang. Inilah beberapa kemampuan pribadinya yang membantunya dalam berdakwah." (Ustadz Muhammad Al Ghazali, intelektual dunia Islam)
"Percayalah kepada saya, saya sama sekali tidak tahu mulai dari mana harus menulis tentang seorang Hasan Al Banna; seorang yang lahir untuk memperbarui agama ini, menjadikannya lebih indah, dan semakin terlihat mulia setelah semua itu hilang dari kaum Muslimin sejak beberapa abad lamanya." (Umar Tilmisani, Mursyid Am ketiga Ikhwanul Muslimin)
"Ia menjadikan langkah seorang akh terbentang jauh, menyelusup dalam setiap sudut kehidupan. Ia mampu mengeksplorasi seluruh potensi dirinya saat beramal dan membangun jamaah ini. Ia juga dapat merefleksikan hal ini dalam mengorganisasi pasukan, kepanduan, perusahaan, para du'at, dan relawan yang terlibat dalam Perang Palestina dan Perang Qanal. Semuanya ini menjadi saksi kejeniusan muassis Ikhwanul Muslimin ini." (Asy Syahid Sayd Qutb, tokoh Ikhwan yang digantung Jamal Abdul Nasser)
"Ikhwanul Muslimin tidak hanya dianggap sebagai salah satu organisasi terbesar di Mesir, namun juga sebagai ikon kebangkitan Islam di seluruh dunia, Gerakan dakwah ini takkan berhenti untuk tetap melaju, InsyaALLAH." (Hasan Al Hudhaibi, Mursyid Am kedua Ikhwanul Muslimin)
" Keutamaan itu kembali kepada dirinya setelah ia membimbing ribuan manusia yang berasal dari seluruh lapisan masyarakat: mahasiswa, pekerja, buruh, petani, dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang meraih manfaat dari beliau dan dari berbagai kegiatan yang ia lakukan. Mereka pun mengarahkan seluruh kehidupan mereka mengikuti petunjuk Islam dan moral yang lurus." (Muhammad Amin Husaini, mufti Palestina)
"Engkaulah sejarah perubahan kehidupan negeri Mesir yang tidak bermoral menuju Mesir yang bermoral dan beriman. Hari saat engkau mulai menggemakan dakwahmu adalah hari kebangkitan dan kebahagiaan bagi negeri Mesir, dan hari tepat mereka melakukan pembunuhan adalah hari awal kegelapan dan kesengsaraan." (Abdurrahman Al Banna, adik kandung Hasan Al Banna)
Pembunuhan Imam Syahid Hasan Al Banna, pendiri dan Mursyid 'Am Ikhwanul Muslimin di tangan pemerintah yang berkuasa saat itu, Raja Faruq dan perdana Menteri Ibrahim Abdul Hadi, Jenderal Pemerintahan Dalam Negeri dan para pengawalnya, telah berlalu setengah abad. Namun, hingga saat ini, sejarah belum dapat menguak kebenaran di balik tragedi tersebut, para sejarawan pun belum mampu menceritakan keadilan di balik kisah memilukan itu. Lebih tragis lagi, sampai hari ini, Imam Syahid Hasan Al Banna belum diakui umat sebagai salah satu tokoh penting, pemimpin, dan pembaru abad modern. Peran dan karyanya pun belum dihargai sepadan dengan jihad dan perjuangan panjang yang dilakukannya.
Jamaah yang sang Imam dirikan, Ikhwanul Muslimin, adalah sasaran utama konspirasi global musuh-musuh Islam, baik dari luar maupun dalam negeri Mesir sendiri. Pena-pena dendam kesumat masih menggoreskan racun mematikan sebagai genderang permusuhan abadi terhadap lelaki ini. Musuh-musuh itu menerbar syubhat, tuduhan zhalim, dan informasi dusta ke tengah-tengah masyarakat sehingga terbentuk opini yang sangat nista tentang pribadi, dakwah, dan gerakannya.
"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) ALLAH dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan ALLAH tidak menghendaki selain Menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai." (Q.S. At Taubah, 9:32)
Dendam kesumat yang menyala-nyala dalam dada musuh-musuh Islam terhadap Imam Syahid Hasan Al Banna mungkin disebabkan kuatnya pengaruh yang ia tanam walau ia telah meninggalkan dunia fana ini lebih dari setengah abad. Dakwah, jamaah, dan murid-muridnya adalah tunas bagi gerakan Islam masa kini. Merekalah yang akhirnya mengemban panji kebangkitan Islam, maju di barisan terdepan untuk kebahagian semesta alam.
Sangat pantas apabila Hasan Al Banna didaulat sebagai Pembaru abad ke-14 Hijriah. Dialah pemimpin rakyat yang sampai saat ini belum seorang pun mampu menandinginya. Hasan Al Banna berhasil mendirikan sebuah gerakan keislaman yang fenomenal di antara berbagai gerakan keislaman yang lahir sepanjang sejarah Islam. Gerakan ini menjadi bukti kuat keunikan dan keistimewaan pribadinya. Sungguh! Hasan Al Banna adalah fenomena unik dari berbagai lelaki yang ada di muka bumi ini, sekaligus teladan istimewa bagi setiap da'i. Jamaahnya pun merupakan personifikasi dari kecerdasan beliau dalam membangun sebuah gerakan dakwah, sekaligus sebagai taufiq ALLAH yang tercurah pada dirinya.
Hasan Al Banna adalah manusia yang disiapkan Ilahi untuk tumbuh besar di bawah naungan tarbiyah Rabbaniyyah, lalu menyeruak ke permukaan. Dalam sosok beliau dan jamaahnya itulah kepemimpinan agama dan sosial masyarakat ini diletakkan. Sebuah kepemimpinan agama dan politik yang sangat kuat dan mendalam pengaruh dan produktivitasnya. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dikenal dalam Dunia Arab sejak beberapa abad lamanya.
Hasan Al Banna dilahirkan pada bulan Oktober 1906 di Mahmudiyah, salah satu perkampungan yang ada di Mesir. Ia tumbuh dalam lingkungan yang sangat kental dengan nilai-nilai Islami sehingga ia cepat tershibghah dengan nilai-nilai Islam yang benar. Ayahnya, Syekh Ahmad Abdurrahman Al Banna yang dikenal sebagai tukang reparasi jam, juga seorang ulama yang terkenal dengan kharisma dan kekayaannya. Ayahnya lahir di pinggiran Desa Syamsyiriyah, Distrik Mahmudiyah. Beliau belajar fikih, tauhid, gramatikal bahasa Arab, dan menghafal Al-Quran dengan bacaan yang baik. Beliau memiliki keistimewaan khusus di antara para ulama di zamannya, yaitu kecenderungannya untuk melahirkan karya nyata; sesuatu yang memotivasinya untuk melakukan usaha riil dengan tangannya sendiri. Itulah yang membuatnya lebih dikenal sebagai as Sa'ati (tukang reparasi jam). Usaha yang beliau lakukan ini menciptakan pengaruh mendalam bagi putranya; lahirnya sikap teliti, pandai, disiplin, dan sabar.
Syekh Ahmad Abdurrahman Al Banna memperhatikan dengan sungguh-sungguh perkembangan dan pertumbuhan sang anak. Sejak kecil, beliau menuntun Al Banna kecil menghafal Al Quran dan mengajarkannya ilmu-ilmu agama: sirah nabawiyyah, ushul fiqh, hadits, dan gramatika bahasa Arab. Beliau memotivasi putranya untuk gemar membaca dan menelaah buku-buku yang ada di ruang perpustakaannya yang sebagian isinya merupakan referensi utama khazanah keislaman. Sang anak akhirnya dapat berkomitmen dengan perilaku dan akhlak Islami, bahkan kepribadiannya pun tershibghah dengan nilai-nilai agama.
"Shibghah Allah. Siapakah yang lebih baik shibghah-nya daripada ALLAH? Hanya kepada-Nya-lah kami menyembah." (Q.S.Al Baqarah, 2:138)
Saat masuk sekolah dasar, kejeniusan Hasan Al Banna cepat terlihat di antara kawan-kawan seusianya dan hal itu menarik perhatian guru-gurunya. Mereka memperhatikannya secara seksama, mengawasinya dengan ketat, dan membimbingnya dengan penuh kesungguhan. Hal ini membuat Hasan Al Banna mencintai para gurunya. Setamat sekolah dasar, Hasan Al Banna yang telah tumbuh sebagai remaja, pindah ke sekolah pendidikan guru di Damanhur. Di sana, ia membina hubungan yang erat dengan sesama ikhwan di tarekat Hashafiyah. Pemuda ini sangat terkesan dengan syekh tarekat Hashafiyah pertama yang memiliki kelebihan beramal di antara syekh yang lain. Syekh ini melarang para pengikutnya melakukan jidal, perdebatan yang terkait dengan masalah khilafiyah dan syubhat. Hasan Al Banna menganggap manhaj tersebut merupakan manhaj paling bijak dalam proses tarbiyah imaniyah. Akhirnya ia mengadopsi manhaj tersebut dalam sistem dakwah yang beliau dirikan dan dalam mentarbiyah kader-kadernya.
Hasan Al Banna berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah mu'alimin tingkat pertama di Damanhur. Namun, ia bukanlah pemuda yang cepat puas seperti yang lain yang telah menyelesaikan pendidikannya di sekolah dan kemudian memasuki dunia kerja. Ia lebih mengutamakan melanjutkan pendidikannya guna meraih pengetahuan yang lebih tinggi. Karena itu, ia melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum.
Di Darul Ulum, kemampuan Hasan Al Banna semakin berkembang, sasaran serta tujuannya pun semakin jelas dan terarah. Pada saat yang sama, di Mesir dan beberapa negeri Islam lainnya terjadi serangkaian peristiwa yang membakar jiwa muda Hasan Al Banna. Peristiwa-peristiwa itu membuat ia memandang pentingnya bersungguh-sungguh dalam beramal melalui jalan takwin (pembentukan) setelah masa tanbih (proses penyadaran), dan ta'sis (penegakan) setelah tadris (pengajaran).
Pada tahun pertama di Kairo, Hasan Al Banna sempat menyaksikan peristiwa besar yang mengentakkan nurani dunia Islam di setiap jengkal bumi ini; runtuhnya kekhalifahan pada 2 Maret 1924 M. Itulah awal mula di mana kaum Muslimin tidak memiliki khilafah dalam sejarahnya, dan hidup tanpa pemerintahan; bak anak yatim di atas meja makan pemangsa. Selain itu, ia juga melihat maraknya gelombang perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum Muslimin Kairo pada masa itu. Peristiwa-peristiwa itu menciptakan reaksi balik yang sangat kuat dalam diri Hasan Al Banna.
Taken From: Buku 'Hasan Al Banna: Da'i, Murabbi, dan Pemimpin yang Mengabdi', yang disusun oleh Zabir Rizq, terbitan harakatuna publishing/syamil group)
Assalamu'alaikum
ReplyDeleteIzin copast bwat tugas ya
jazakallah
Okay... silakan dicopas.. :)
ReplyDeletewahh.. sepertinya saya tertarik dengan bukunya... ^^
ReplyDeletesyukran ukh..
^_^
ReplyDeletebagus menambah ilmu dakwah
ReplyDelete@pasukanbekam: amiin..
ReplyDeletemudah-mudahan.... :)