Mataram pada zaman dahulu adalah kerajaan yg berwibawa, lebih2 pd masa pemerintahan Sultan Agung yg dikenal dengan sebutan Wong Agung ing Ngeksiganda [orang besar (berwibawa) di kerajaan Mataram]. Ngeksiganda (melihat yg berbau harum) adalah sebutan lain Mataram utk menunjukkan bahwa kerajaan ini benar2 harum namanya. Kata Mataram itu sendiri sebenarnya berasal dari Vande Mataram, kata bahasa Sanskerta yg berarti hormat kepada pertiwi.
Pada zaman sekarang, orang lebih banyak mengaitkan dengan Mataram di Lombok Barat sebagai pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penamaan Ibu Kota Dati I ini cukup beralasan jika dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sultan Agung itu. Orang Lombok tidak begitu saja menetapkan nama Mataram, tapi juga melengkapinya dengan kehadiran nama Kota Selong di Kabupaten Lombok Timur.
Apa maksudnya?
Dihadirkannya pasangan kedua kota ini, Mataram dan Selong, dimaksudkan utk mengingatkan bangsa Indonesia pada sejarah zaman keemasan Kerajaan Mataram yang antikolonialis Belanda itu. Terkenal pada zaman itu kisah pembangkangan raja2 Jawa kpd pemerintah kolonial Belanda yg berakibat diasingkannya mereka ke Pulau Ceylon, Srilanka sekarang. Itulah Selong, yg diserap dari nama Ceylon. Istilah bahasa Jawa raja diselong mengandung pengertian raja diasingkan ke Pulau Ceylon.
Bumi orang Sasak ini menyimpan nama-nama beriwayat. Ampanan, misalnya, kota Pelabuhan di Lombok Barat yg dpt diurai mjd ampen (kail/pancing) dan benang (tali), menunjukkan bahwa wilayah ini terkenal karena mata pencaharian penduduknya sbg nelayan yg menangkap ikan dg menggunakan kail sbg alat utamanya. Gunung Rinjani, yg kepanjangannya rinjanira (nenek moyangnya), konon sbg petunjuk bahwa di tempat inilah bersemayam arwah para leluhur org Sasak.
Akhiran -(n)ira pada kata rinjanira lebih2 lagi menunjukkan sisa2 pemakaian bahasa kawi atau bahasa Jawa Kuna. Penggunaan bahasa Kawi ini hingga saat ini di Lombok tetap dilestarikan di dlm upacara adat "sorong serah", yakni upacara pernikahan berupa perdebatan antara 2 org "pembayun" wakil mempelai kedua belah pihak. Perdebatan ini, yg berkaitan dengan jumlah uang penyorong berupa kepeng (di Jawa Gebog) yg diserahkan, menggunakan bahasa Sasak yg diselingi dengan bahasa Kawi ('Kawin Lari' di Lombok).
Taman Mayura (merak) yg diwarnai dg sejumlah pura menjulang menunjukkan keindahan tersendiri di Cakranegara, Lombok Barat. Konon, di pura2 taman inilah Kitab Negarakertagama ditemukan. Sbg mana diketahui, kitab yg ditulis Empu Prapanca adalah peninggalan Kerajaan Majapahit yg diamankan oleh mereka yg berhasil menyelamatkan diri dari kepungan penyerbu yg menguasai pusat Kerajaan Majapahit.
Sedikit menarik jg m'bicarakan bahasa Sasak yang kata bilangannya: sa, due, telu, pat, lime, nem, pitu, balu, siye, dase, ada kemiripannya dengan yg ada di dalam bahasa Jawa: siji, loro, telu, papat, lima, nem, pitu, wolu, sanga, sepuluh. Perhatikan bilangan telu sampai balu di dalam bahasa Sasak yg hampir mirip dengan bilangan telu sampai wolu dlm bahasa Jawa. Sementara kata 'asu' (anjing) yg ada di dlm salah satu dialek di Jawa Tengah bagian selatan menjadi 'basu', di dalam bahasa Sasak menjadi 'basong'.
Kesamaan yg ada di dlm kedua bahasa itu menunjukkan eratnya hubungan antara kedua etnis Jawa dan Lombok sejak zaman dulu. Jadi, tidaklah mengherankan apabila di pusat provinsi ini org menggunakan nama2 yg dikenal di Pulau Jawa.
Sumber: Intisari :)
Ingin tau tentang Pulau Lombok, coba klik www.inside-lombok.com
ReplyDeletethx infonya :)
ReplyDelete