Perjalanan R.A. Kartini
Kehidupan Raden Ajeng Kartini merupakan kisah tragedi. Bukan semata hidup Kartini yang demikian,namun sejarah yg ditulis oleh penguasa telah menunggangi pemikiran-pemikiran Kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita-cita murni Kartini.Kini kita lihat,,,betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai Kartini.
Kartini berasala dari keluarga bangsawan Jawa,,,ayahnya RMAA Sosroningrat,,,merupakan bupati Jepara. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara,,,kandung dan tiri,,,sekaligus sebagai perempuan tertua. Keluarga Kartini adalah keluarga yang cerdas. Sang Kakek,,,Pangeran Ario Tjondronegoro IV,,menjadi bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini bernama Sosrokartono,,,mampu menguasai 26 bahasa yang terdiri dari 17 bahasa-bahasa negeri Timur dan 9 bahasa barat. Kala itu anak-anak perempuan di Jawa tidak ada yang disekolahkan tinggi-tinggi. Menurut tradisi,,,buat apa perempuan bersekolah tinggi-tinggi,,, toh nantinya akan ke dapur jua. Sebab itu,,,walau termasuk ningrat,,,sekolah formal Kartini hanya sampai tingkat Sekolah Rendah. Walau demikian,,,Kartini termasuk anak cerdas dan berani. Dalam usia remaja, dia tidak ragu memberi kritik dan saran kepada penguasa Hindia Belanda,,,salah satunya menuntut mereka agar kaum pribumi bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Kartini dan Islam
Sebagai anak dari keluarga bangsawan Jawa yang memeluk Islam,,,sudah menjadi kebiasaan untuk memanggil guru ngaji ke rumah. Namun yang namanya 'ngaji' kala itu ternyata hanya menghafal surat-surat al-Quran dalam bahasa Arab dan tidak disertai dengan terjemahannya. Kartini tidak bisa menerima hal tersebut. Dia menanyakan makna dari ayat-ayat yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, sang guru ngaji malah memarahinya.
Kartini sedih. Kepada sahabatnya Stella, Kartini menulis surat, 6 November 1899: "Mengenai agamaku Islam, Stella,,aku harus menceritakan apa?? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagipula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku,,,kalau aku tidak menegrti, tidak boleh memahaminya?? Al-Quran terlalu suci,,,tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun.Di sini,,,tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya.Kupikir,,,pekerjaan orang gilakah,,,orang diajar membaca tetapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris,,,aku harus hafal kata demi kata,,,tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa,,,asalkan jadi orang yang baik hati,,,bukankah begitu Stella???
Kepada sahabat lainnya,,,E.E. Abendanon,,,Kartini menulis surat, 15 Agustus 1902:
"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran,,,,belajar menghafal perumpamaan2 dg bahasa asing yg tdk aku mengerti artinya,,,dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya,,,nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya."
Dahaga Kartini mengenai Islam sedikit mulai terpuasi saat berkenalan dengan KH. Mohammad Sholeh bin Umar yang sering disebut Kyai Sholeh Darat. Suatu hari,,,ketika Kartini bertamu ke rumah pamannya,,,seorang bupati di Demak,,,Pangeran Ario Hadiningrat,,waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian tersebut bersama para raden ayu yang lain dari balik hijab. Saat itu Kyai Sholeh Darat,,,ulama besar asal Semarang,,,tengah menguraikan tafsir Al-Fatihah. Kartini sangat tertarik pada materi tersebut. Usai pengajian,,,Kartini mendesak pamannya agar mau menemaninya untuk menemui Kyai tersebut. Saat itu terjadi dialog antara Kartini dengan Kyai Sholeh Darat,,,seperti yang ditulis Ibu Fadhila Sholeh,,,,cucu Kyai Sholeh Darat:
"Kyai,,,perkenankanlah saya menanyakan,,bagaimana hukumnya apabila seorang yg berilmu,,,namun menyembunyikan ilmunya??"
Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu.
"Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh Darat balik bertanya,,,sambil berpikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.
"Kyai,,,selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama,,,,dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada ALLAH,,,namun aku heran tak habis-habisnya,,,mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia???"
Sejak pertemuan itu,,,Kyai Sholeh tergugah untuk menterjemahkan Quran ke dalam bahsa Jawa. Di hari pernikahan Kartini,,,Kyai Sholeh menghadiahkan kepadanya terjemahan Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran),,jilid pertama yang terdiri atas 13 juz,,,mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Sejak itu dimulailah era pembelajaran Kartini terhadap Islam. Namun sayang,,,,sebelum merampungkan semua tafsir Al-Qurannya,,, Kyai Sholeh Darat meninggal dunia. Kartini merasa sangat kehilangan gurunya ini.
Setelah Kartini mengenal Islam sikapnya terhadap Barat mulai berubah: "Sudah lewat masanya,,,tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik,,,tiada taranya. Maafkan kami,,,tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna??? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban??? (surat Kartini kpd Ny. Abendanon)
Kartini juga menentang semua praktek kristenisasi di Hindia Belanda: "Bagaimana pendapatmu tentang zending,,,jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih,,,bukan dalam rangka kristenisasi??....Bagi orang Islam melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain,,,merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata,,,,boleh melakukan zending,,,tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan???" (surat Kartini kpd E.E. Abendanon)
Bahkan Kartini bertekad untuk memenuhi panggilan surat Al-Baqarah ayat 193,,berupaya untuk memperbaiki citra Islam yang selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah. Dengan bahasa halus Kartini menyatakan: "Moga-moga kami mendapat rahmat,,,dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai." (surat Kartini pada Ny. Van Kol)
Walau belum utuh dipelajari Kartini,,,perempuan tersebut langsung menerima ajaran-ajaran Islam yang diketahuinya. Ada sebuah ayat yang sangat membekas di hati Kartini yakni QS. Al-Baqarah ayat 257 yang menyatakan jika ALLAH-lah Yang Membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (minazh-zhulumaati ilan Nuur),,,sebab itu dia memberi judul kumpulan tulisannya mengutip ayat tersebut. Hanya saja,,,karena ditulis dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht", maka oleh Armijn Pane,,,seorang non-Islam,,,diterjemahkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang". Suatu perumpamaan yang kurang tepat.
Wallahu a'lam bish showwab....
taken from: Eramuslim Digest.......
apa kabar ukhti...informasi yang bagus...
ReplyDelete@Yuni: Alhamdulillah khair....syukron jazakillah udah b'kunjung k blog bunga yaaa :)
ReplyDelete